Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kalau Aren nanti berkembang dikhawatirkan akan marak juga minuman keras (miras) berupa tuak atau cap tikus dan lain-lain. Apalagi kalau penyadap juga tidak sanggup mengolah sendiri niranya untuk dijadikan gula, maka paling gampang yaa.. melepasnya kepada para penampung nira untuk dijadikan tuak atau miras cap tikus.
Kekhawatiran seperti ini akan mempengaruhi kebijakan pengembangan Aren di suatu daerah. Bisa saja para anggota DPRD enggan untuk menyetujui rencana pengembangan Aren di wilayahnya karena sebab kekhawatiran tersebut. Demikian juga para pimpinan wilayah tidak mau menanggung resiko manakala makin maraknya miras tindak kriminal akan semakin meningkat, dan itu adalah akibat dari kebijakannya. Tentu tidak akan ada artinya seandainya pembangunan fisik dan ekonomi dilaksanakan namun pembangunan di bidang moral tidak mengimbanginya.
Kekhawatiran semacam itu akan tetap menjadi benang kusut manakala kita tidak mencoba mengurai kenapa kita mesti khawatir. Kekhawatiran adalah sejenis ketakutan manakala akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ketakutan adalah termasuk penyakit kelemahan jiwa manusia karena tidak mengetahui atau memahami keadaan yang sedang dan akan terjadi. Seandaianya manusia mengetahui semakin banyak apa yang sedang dan akan terjadi dan memahami cara-cara untuk mengatasinya, maka ketakutan tersebut akan semakin berkurang atau hilang. Berkurang dan hilangnya ketakutan menimbulkan keberanian dan keyakinan dalam menghadapi kejadian yang akan datang.
Jadi…. untuk mengikis kekhawatiran dan ketakutan akan maraknya miras nanti seandainya Aren sudah berkembang, maka kita perlu mempelajari dan mencarikan jalan keluar dari sebab-sebab yang menimbulkan kekhawatiran terjadi. Kita akan mencoba mengurai benang kusut itu dari permasalahan yang terjadi dari petani Aren tradisional kita sekarang ini.
Menjual Nira segar lebih pratis dari pada harus mengolah lagi menjadi Gula Aren.
Repotnya mengelola Nira menjadi Gula
Para petani dan penyadap Aren ini kadang sudah bekerja cukup keras di kebun dan tidak mampu lagi tenaganya untuk mengolah nira menjadi gula. Belum lagi mencari kayu bakar untuk memasak gula, kemudian perlu tenaga mengolah gula secara tradisional yang mencapai 4-5 jam setiap proses, selanjutnya pengemasan gula dan mengirimkannya ke pedagang gula, dan seterusnya. Rentetan pekerjaan seperti itu yang menyebabkan petani (yang sebenarnya cukup rasional) akhirnya memilih jalan pintas mejualnya dalam bentuk Nira Aren Segar, atau Nira Aren yang terah terfermentasi, tanpa mengolah dan bahkan dijemput langsung oleh pedagang di kebun.
Namun sebenarnya di relung hati nurani para petani dan penyadap nira Aren ini, merasa ikut bersalah juga seandainya berakibat semakin maraknya miras di tempatnya. Seperti yang dialami oleh Bapak Sarman di Nunukan, beliau sebenarnya juga seorang imam musholla di tempatnya. Untuk mengurangi rasa bersalahnya, Pak Sarman menjual nira dalam keadaan masih manis, atau dia menyebutnya sebagai tuak manis. Namun apa boleh dikata, sebab kayu bakar semakin susah dicari, tenaga yang membantu memasak juga tidak ada, anak-anak sudah sekolah/kuliah di luar daerah, apalagi harga pembelian Nira Aren Segar juga cukup tinggi.
Teknologi yang sangat sederhana menjadi sebab masih susahhnya cara kerja dalam proses pengolahan gula. Ditambah lagi karena belum adanya persatuan diantara para perajin Nira Aren, maka proses menjadi terpencar-pencar dalam skala yang kecil-kecil dan tidak efisien. Kayu bakar sebagai bahan bakar sistem pengolahan tradisional semakin sulit dicari, semakin lama semakin jauh dan mahal. Ini semakin menciutkan nyali bagi pengolahan nia Aren menjadi gula.
Diversifikasi produk, kelembagaan petani Aren, citra produk dari Nira Aren dan upaya penegakan hukum
Ada beberapa skema atau upaya untuk mengurangi atau meniadakan kekhawatian tadi, antara lain upaya diversifikasi produk olahan yang bernilai tinggi dan memiliki pangsa pasar yang luas. Tentu saja upaya diversifikasi produk ini perlu kerja keras dari semua pihak, karena in butuh waktu yang sangat panjang. Kalau perlu kita iklankan di TV nasional, produk yang sebenarnya biasa-biasa saja menjadi berbeda dengan sesamanya karena seringnya dicitrakan melalui iklan TV. Contoh seperti produk gula putih merek GULAKU, tepung beras ROSE BRAND, permen RELAXA, Sirup ABC, Sirup COCO PANDAN, dll.
Pencitraan produk dari Nira Aren sebenarnya harus dimulai dari hulu sampai dengan hilirnya dan terakhir diiklan TV. Dari mulai membuat SOP (standard operasional prosedur) di dalam kegiatan budidaya dan pemeliharaan kebun Aren, SOP pengelolaan nira sampai dengan pengemasan produknya dan pemasarannya. Semua harus dikelola tidak secara tradisional lagi, sudah harus profesional. Oleh karena itu petani harusnya dihimpun atau terhimpun dalam suatu korporasi seperti kelompok tani, koperasi, atau ada pengusaha yang menghimpunnya baik secara kelompok ataupun terpisah-pisah.
Pada skala yang lebih luas misalnya tingkat kabupaten, dibentuk Asosiasi Petani Aren tingkat kabupaten. Selanjutnya akan dibentuk Asosiasi Aren Tingkat Nasional, yang antara lain bertugas untuk membangun citra produk-produk dari Aren Indonesia pada tingkat nasional dan dunia. Selain itu Asosiasi ini juga bisa mendorong Pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangan Aren di masa yang akan datang.
Selain itu juga dengan upaya penegakan hukum, karena sebenarnya minuman beralkohol harus dibatasi dan diawasi peredarannya. Penegakan aturan ini dimulai dengan pembentukan peraturan-peraturan yang dituangkan dalam suatu Perda di setiap daerah beserta implementasinya di lapangan, termasuk kepada produk-produk minuman beralkohol yang dihasilkan dari Nira Aren ini. Sesekali dilakukan sweeping oleh petugas pengawas PERDA, biasanya SATPOL PP, bagi mereka yang melanggar ketentuan akan perdagangan miras termasuk tuak pahit ini.
Perda ini bisa berbeda nuansanya antara daerah satu dengan yang lain. Contoh seperti di SULUT, dimana minum Cap Tikus sudah menjadi hal biasa dan membudaya, bahkan mungkin tuntutan dari iklimnya yang memang dingin. Demikian juga di daerah SUMUT yang mana nira Aren biasa dikonsumsi menjadi TUAK atau BALOK. Akan berbeda dengan daerah yang mana komunitas muslimnya kuat menjalankan syari’ah seperti di SULSEL atau di ACEH. Akan berbeda juga dengan daerah BANTEN atau bahkan dengan Kalimantan Timur. Nah… inilah Indonesia!!!
Nira sebenarnya bisa dikembangkan atau didiversifikasikan menjadi aneka produk yang sangat beragam, antara lain :
1. Nira Aren Segar
2. Nira Aren Segar aneka rasa & aroma
3. Syrup Aren Murni
4. Syrup Aren aneka rasa & aroma
5. Gula Aren Cetak Murni (aneka bentuk dan ukuran)
6. Gula Aren Cetak dengan aneka rasa & aroma
7. Gula Aren Serbuk (gula Aren semut)
8. Gula Aren Serbuk (gula Aren semut) dengan aneka rasa & aroma
9. Aneka minuman instan berkhasiat (kombinasi dengan beragam ramuan minuman berkhasiat obat)
10. dan lain-lain.
Kalau toh di suatu daerah Nira Aren hanya dijual dalam bentuk Tuak atau Cap Tikus, sebenarnya menunjukkan bahwa di daerah tersebut belum tergarap dengan baik target pasar di luar penggemar Tuak atau Cap Tikus ini. Sebenarnya akan lebih banyak penggemar Nira Aren Segar kalau para produsen Nira ini bisa menciptakan pencitraan yang baik akan produknya. Kalau dipikirkan sebenarnya nggak susah susah amat sih, tapi kalau nggak ada yang memulai yang berinisiatif mencoba-coba, yang berani rugi dulu, yang beresiko sebagai Sang Pencetus, Sang Pelopor, Sang Pemula.
Jangan khawatir karena nanti juga sejarah yang akan mencatat jasa-jasa bagi para Pelopor tadi. Kalau toh kita ikhlas dengan upaya-upaya kita dan hanya karena ingin bermanfaat bagi sesama itu saja sudah cukup. Tuhan saja Yang Maha Mengetahui. Tapi bagi sang pelopor yang sukses maka brand image akan melekat selamanya. Contoh kalau kita ingat air dalam kemasan kita menyebutnya dengan air AQUA, plaster penutup luka maka yang disebut pasti HANDYPLAST, pompa air orang menyebut dengan SANYO, dll. Artinya nama produk itu sudah melekat dengan merk sang pelopornya.
Pasar produk minuman seperti Nira Aren Segar atau tuak manis (atau legen, bhs. Jawa) sebenarnya bisa dijajagi, kalau seandainya teknologi pengawetan dan pengemasannya sudah paten. Di daerah Jawa Timur seperti di sekitar Surabaya, Gresik, Lamongan dan Tuban dikenal legen sebagai minuman segar yang dijajakan kepada para pengguna jalan. Legen yang dijajakan disini berasal dari tanaman Lontar atau Siwalan, masih se keluarga dengan tanaman Aren, yaitu dari keluarga Palma.
Nira segar Siwalan dengan jerigen-jerigen plastik 20 literan dengan kendaraan mobil pick up setiap pagi didistribusikan kepada penjaja langganannya di warung-warung, penjual legen dipinggir jalan, di tempat-tempat keramaian seperti pabrik, terminal, pasar, sekolah dan lain-lain. Namun minuman ini harus habis hari itu juga, kalau tidak habis biasanya dimasak atau direbus agar tidak masam atau mengalami fermentasi, dan besuknya bisa dijual kembali. Sang penjual biasanya juga menyiapkan ES BATU, sebab Legen akan lebih nikmat kalau diminum dalam keadaan dingin, segar sekali. Di terminal-terminal bus juga dijajakan legen manis dalam kemasan botol aqua tanggung, atau botol aqua besar untuk oleh-oleh.
Tentu saja pengemar minuman yang menyegarkan, yang berkhasiat obat, dan bisa menyembuhkan penyakit tertentu ada dimana-mana, dan jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan dari penggemar tuak. Karena konsumen minuman segara itu dari semua kalangan tidak memandang anak-anak maupun orang dewasa, tidak memandang yang ekonominya biasa-biasa sampai orang-orang yang kaya. Oleh karena perlu digali dan dikembangkan produk Nira Aren Segar ini sehingga menjadi komoditi yang bisa menjadi kebutuhan banyak orang dan dapat diandalkan oleh para perajin nira.
Kalau nira dari Siwalan bisa dijual dalam bentuk segar dan manis, bukan sebagai minuman yang memabukkan atau minuman keras (miras), maka nira Aren pasti bisa juga dijual dalam bentuk nira yang manis, segar dan tidak memabukkan, yaitu Legen Aren. Legen Aren sebenarnya adalah Nira Aren yang kondisinya tetap tidak berubah, tetap segar dan belum mengalami fermentasi atau perubahan kimia dan fisiknya. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengawetan Nira Segar atau Legen Aren ini perlu dicari dan terus menerus diperbaiki, demikian juga bentuk-bentuk pengemasannya yang menarik. Karena Nira Aren yang masih segar sebenarnya memiliki banyak khasiat obat dan sering untuk upaya penyembuhan penyakit tertentu.
Oleh karena itu harus dibuat brand image yang bagus tentang Legen Aren ini, sebagai Nira Aren Segar, atau apa namanya, namun dengan menyebut nama itu akan tercitra suatu produk minuman yang semua orang merasa senang, aman dan tidak khawatir. Ini sudah dimulai oleh Ibu Evi dan Bapak Indrawanto dengan DIVA’S Maju Bersamanya, kemudian Bapak Suparno Jumar dengan Kedai Halimunnya, dan lain-lain. Selamat bagi yang sudah memulainya semoga selalu tetap berjaya.
Gula Cair Kental dan Gula Semut Aren dari Kedai Halimun Bogor
Gula Aren Kristal, Syrup Kalamansi dan Syrup Gula Aren dari DIVA’s Maju Bersama Serpong
Perkembangan di negeri tetangga Malaysia juga sudah cukup baik, seperti yang dilakukan oleh Datuk Harris Mohd. Salleh sang pemilik Balung River Plantation. Selain sebagai perkebunan yang tertata rapi yang juga dijadikan Eco Resort yang dilengkapi dengan fasilitas Agrowisata yang menarik, juga pabrik industri pengolahannya. Balung River Plantation ini berada di Negara Bagian Sabah (tetangga berbatasan dengan Kabupaten Nunukan) selain Aren dan pabrik pengolahannya, juga ditanami Kelapa Sawit, Pohon Jati, Buah Naga dan kebun Misai Kucing (Kumis Kucing), Mengkudu (Noni) dan pengolahannya. Kebun aneka komoditi dengan pabrik pengolahannya yang ditata rapi dan menarik menjadi obyek pariwisata (Agrowisata) akan menjadi nilai lebih yang dapat mendatangkan tambahan pendapatan. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah terciptanya pencitraan terhadap produk yang dihasilkan. Brand Image akan tercipta dan terjaga dengan konsep keterpaduan seperti di Balung River Plantation ini.
Balung Arenga Pinnata Syrup is all natural - no chemicals or preservatives are added. In conclusion, arenga pinnata consumption is a traditional and homeopathic remedy and shall ultimately revitalize the body. “We are having our own plantation over 5, 000 acres at Balung, Tawau, Sabah, Malaysia” kata Datuk Harris Mohd Salleh, pemilik Balung River Plantation atau juga dikenal dengan Kebun Rimau Sdn BHD.
http://www.borneoquest.com/BalungEco.htm
Apa yang sudah dilakukan oleh beberapa usahawan di atas bisa menjadi pelajaran bagi kita, seandainya kita ingin membina para petani Aren kita. Bagaimana kita menciptakan antar petani dalam suatu kawasan itu bersatu membentuk kelompok tani. Ini permulaan pembinaan yang sangat penting. Karena dengan membentuk kelompok kita bias mengatur kawasan hamparan ini lebih menarik, selain itu dalam mengelola hasil Nira dan yang lain dari Aren bias lebih efisien. Kalau produk dari kelompok ini dikelola dengan bagus, bisa berdaya saing, mempunyai nilai lebih, maka sebenarnya kita telah membangun citra produk.
Apalagi bila kita bisa mengelola kawasan perkebunan Aren milik kelompok tani ini menjadi suatu obyek yang memiliki citra baik yang pantas untuk dikunjungi sebagai tempat wisata alternatif. Kebun Aren dengan barisan tanaman yang tertata, para penyadap yang bekerja secara unik dengan keteraturan rutintasnya, dan para perajin gula Aren dengan kesibukannya di unit-unit pengolahan gula dengan tempat yang teratur rapi bersih dan baik penataannya. Ini bisa jadi tambahan pendapatan serta pencitraan akan merk dari produk yang dihasilkan bagi para pengelolanya.
Bagaimana menurut Anda, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian para pemerhati dan praktisi Aren?
Penulis : Ir. Dian Kusumanto