Selasa, 15 Maret 2011

Maksimalisasi produksi Nira melalui upaya memperpanjang masa sadap tandan bunga Aren

Maksimalisasi produksi Nira melalui upaya memperpanjang masa sadap tandan bunga Aren

Oleh : Dian Kusumanto


Setengah tidak percaya pada saat ada teman menelepon saya pada pada sekitar akhir Januari 2010 yang lalu. Teman saya ini, Eka Wijaya (35 Tahun), waktu itu sedang pulang kampung di wilayah Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. Sesampainya di Nunukan Pak Eka Wijaya ini bercerita lagi tentang apa yang sudah ditemuinya pada saat pulang kampung itu. Dia berkisah tentang Bapak Kerek seorang petani ‘sukses’, pedagang Gula sekaligus juragan Tuak asal Tana Toraja di Desa Pulemo Kecamatan Puli-pulia Kabupaten Kolaka.

Pak Kerek ini memiliki sekitar 5 hektar kebun campuran. Dalam kebun ini pohon Aren sangat mendominasi. Ada sekitar 30-an orang yang bekerja untuk membantu Pak Kerek menyadap pohon Aren dari dalam kebunnya. Masing-masing pekerja mempunyai kemampuan menyadap sekitar 10-15 pohon. Nira Aren hasil sadapan ini sebagian diolah menjadi Gula, namun sebagian besar dijual sebagai Tuak Manis maupun Tuak Pahit. Penghasilan seorang penyadapnya bisa mencapai Rp 300.000 per hari. Ini penghasilan yang sangat bagus bagi seorang petani di kampung.

Yang sangat menarik adalah adanya satu tandan bunga pohon Aren yang bisa disadap selama 1 tahun 2 bulan, atau selama 14 bulan. Ada sekitar 40-an pohon yang seperti ini. Ciri pohonnya sangat tinggi berbatang besar. Pangkal tandan bunga jantannya berukuran besar berdiameter sekitar 20-25 cm, panjang tandan bisa mencapai sekitar 70 cm sampai 1 meteran.

Kenapa bisa sangat lama masa sadap tandannya? Ini yang kemudian ditelusuri Pak Eka Wijaya lebih lanjut. Ternyata para petani dalam melakukan cara-cara penyadapan tandan sebagai berikut :

  1. Mengiris tandan bunganya dengan sangat tipis
  2. Pisau yang digunakan sangat tajam
  3. Selain cara irisan sering juga dilakukan dengan gosokan menggunakan ‘daun Amplas’, kadang tandan hanya digosok-gosok dengan permukaan kasar dari daun amplas sehingga tidak perlu diiris lagi.

Daun Amplas

Menurut para peneliti dan beberapa penulis, pohon Aren dapat mengeluarkan tandan bunga jantan sebanyak 3-4 tandan per tahun. Artinya rata-rata tandan akan muncul sekitar 3-4 bulan sekali. Namun ada kalanya tandan muncul hampir bersamaan. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh keadaan intern pohonnya dan keadaan eksternnya seperti tingkat kesuburan tanah tempat tumbuhnya serta keadaan iklim dan cuaca yang sedang berlangsung.

Artinya, seandainya setiap tandan bisa disadap minimal selama 4 bulan, maka sepanjang tahun pohon akan terus bias menyediakan tandan untuk siap disadap. Produksi akan lancar sepanjang tahun, tidak pernah stop alias berhenti produksi. Dengan kata lain masa istirahat berproduksi dari pohon menjadi nol, alias tidak mengalami masa istirahat berproduksi dan pohon terus-menerus menghasilkan nira setiap hari sepanjang tahun, seminggu 7 hari, sebulan 30 hari dan 12 bulan dalam setahun, full sadap setiap hari dari semua pohon.


Upaya memperpanjang masa sadap

Lama masa sadap setiap tandan bunga Aren ini dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut :

  1. Panjangnya tandan bunga atau bidang sadap, semakin besar maka semakin lama tandan bunga bias disadap. Misalnya, kalau panjang tandan 60 cm dan ketebalan irisan setiap hari rata-rata 0,4 cm, maka lama penyadapannya adalah 60 cm : 0,4 cm/hari = 150 hari. Namun kalau pengirisan rata-rata 0,6 cm per hari maka lama sadapnya menjadi 100 hari.
  2. Kemudahan tandan untuk mengeluarkan nira saat diiris, ini berpengaruh pada tebal tipisnya irisan sadap. Semakin mudah diiris artinya diiris sedikit saja sudah bisa mengalirkan nira lagi.
  3. Keahlian mengiris dari para penyadap juga dipengaruhi oleh ketajaman dari pisau.
  4. Ketajaman dari pisau sadap.
  5. Kebersihan pisau, sebab pisau bisa membawa kontaminan.
  6. Terjadinya kontaminasi yang berakibat pada buntunya ujung sadapan yang diakibatkan dari munculnya lendir (bakteri) di ujung sadapan.
  7. Terjadinya oksidasi pada permukaan pelukaan pada ujung sadapan sehingga membuat pori-pori seolah mongering dan menutup sehingga air nira tidak mengalir lagi.
  8. Selalu menjaga ujung sadapan tetap steril, tidak mudah terkontaminasi oleh mikroba (bakteri atau jamur), tidak terpapar matahari langsung, dan tidak terkena terpaan angin serta tetesan air yang mungkin terkontamisasi.
  9. Dll.

Oleh karena itu upaya memperpanjang masa sadap setiap tandan ini sangat signifikan, sangat mutlak (absolute) dalam mempengaruhi produktifitas nira dari setiap pohon Aren. Dari produksi setiap pohon inilah yang akan mempengaruhi produktifitas nira dari kebun Aren. Jadi upaya ini mutlak harus dilakukan jika kita menginginkan pengelolaan kebun secara maksimal. Dengan kata lain, kalau ingin mengelola kebun yang baik maka hal ini menjadi bagian Standar Operasional Prosedur (SOP) yang wajib dilakukan.


APUS (Alat Pengaman Ujung Sadapan)

Untuk menginisiasi teknologi yang mengarah pada pengelolaan ujung sadapan tandan bunga Aren, maka penulis mencoba merancang alat pengaman ujung sadapan yang disebut sebagai APUS. APUS ini paling tidak memiliki beberapa fungsi sebagai berikut :

  1. Melindungi ujung sadapan dari kontaminasi hewan/ serangga/ angin/ udara kotor/ bakteri/ jamur/ air hujan/ air tetesan / air embun/ cahaya langsung.
  2. Sebagai corong penghubung dengan selang (pipa plastik) penyalur nira pada jaringan pipanisasi nira yang kuat/ aman.
  3. Memungkinkan untuk melakukan sterilisasi/ kebersihan ujung sadapan agar tidak mengalami kontaminasi dan penyumbatan aliran nira, yaitu dengan cara misalnya meneteskan anti bakteri/ disenfektan alami atau yang aman di ujung sadapan.
  4. Berpotensi untuk lebih memperpanjang masa penyadapan setiap tandan bunga serta meminimalkan masa istirahat produksi nira.

Berikut gambar rancangan dari APUS generasi pertama.


Mudahan ini sebagai pemicu awal bagi teknologi yang lebih baik yang akan diterapkan pada masa yang akan datang.

Adakah Anda menemukan cara atau alat yang lebih baik lagi? Bagi-bagi dong!!

(Terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr. Sigit W. Sp.OG yang telah member beberapa masukan tentang ‘sterilisasi ujung sadapan’ lewat email penulis)

Jumat, 11 Maret 2011

MENGOLAH NIRA MENJADI GULA CAIR BERMUTU TINGGI DENGAN VACUUM EVAPORATOR


MENGOLAH NIRA MENJADI GULA CAIR BERMUTU TINGGI DENGAN VACUUM EVAPORATOR

Oleh : Dian Kusumanto


Setelah beberapa kali saling kenal lewat blog dan telpon, akhirnya saya mengenal dari dekat sosok Bapak Slamet Sulaiman. Dari logat bicara dan uraian kata-kata yang terucap dari Beliau, saya merasa energy yang besar untuk obsesinya membangun industry gula yang berbasis rakyat. Maka saya lontarkan beberapa angan-angan saya tentang membangun industry Gula Aren Rakyat kepada beliau. Beliau banyak memberi gambaran kepada penulis tentang pabrik gula mini yang sudah di bangun di daerah asalnya yaitu di Jombang.

Dari beliau saya mendapat gambaran dan optimisme yang sangat berharga dan patut saya tularkan kepad a para pembaca atau para calon pelaku bahkan investor industry Gula Aren Rakyat. Mudah-mudahan uraian di bawah ini dapat menginspirasi kita untuk pengembangan Gula Aren di masa kini dan yang akan datang.

Beliau memang tidak mengelola Gula dari Aren, tetapi Bapak Slamet ini mendapatkan Nira Kelapa dari Blitar yang disuplai oleh kelompok perajin melalui seorang penghubung. Setiap hari rata-rata ada sekitar 2000 liter nira Kelapa yang diangkut dari Blitar dibawa ke Pabrik Gula Mini Pak Slamet di Kedungmlati Kesamben Jombang. Jarak tempuh dari sumber nira kelapa dan pabrik kurang lebih 3 jam perjalanan. Ya lumayan jauh juga. Tapi begitulah, karena sumber Nira yang cukup banyak itu ada di Blitar, disana banyak sekali penderes nira kelapa yang sekaligus pengrajin gula merah.

Nira dari tanaman palma

Di dalam Pabrik Gula Mini Pak Slamet ada alat yang berperan menghasilkan Gula Cair dengan kualitas yang sangat tinggi. Nama alat itu adalah Vacuum Evaporator Double Effect (VEDE). Alat ini dapat mendidihkan nira pada suhu hanya sekitar 60 derajat Celcius. Pada saat mendidih uap air akan naik memisahkan diri dengan nira, sehingga Nira yang ditinggalkan oleh masa air sedikit-demi sedikit itu menjadi semakin kental. Nira yang semula berkadar gula sekitar 10-15 % itu setelah dimasukkan alat VEDE ini akan menjadi sirup (Gula Cair) yang kental dengan kadar gula 75 %.


Sirup hasil pengolahan Nira dengan kadar gula 75 %

Bagaimana jika Nira kelapa ini diganti dengan gula Aren? Apakah karakteristik dan hasilnya bisa sama? Menurut beberapa ahli, nira kelapa dan nira Aren memiliki ciri khas yang hampir sama. Pada kadar kandungan gula, protein, air hampir sama, sedikit perbedaannya adalah pada kadar lemak dan kadar abunya bahwa nira Aren lebih sedikit dibanding nira kelapa. . Tabel di bawah ini menunjukkan hal itu.

Alat yang didesign sendiri oleh Bapak Slamet ini memiliki kapasitas mengolah nira secara kontinyu sebesar sekitar 500 liter per jam. Bahan bakar utamanya adalah dari biomassa yaitu berupa aneka limbah seperti sekam padi, limbah batang jagung, kayu-kayu ranting pohon, sabut dan bathok kelapa, ampas tebu, dll. Sistem pasokan energinya ke VEDE adalah panas dari pembakaran biomassa dalam reactor yang disebut dengan teknologi Gassifier Biomass, atau Gas yang dihasilkan dari biomasa. Sistem ini sangat hemat energy dibandingkan dengan pola tungku tradisional. Bahan bakarnya pun sembarang biomasa atau limbah organic yang ada di sekitar kita.

Dari 2000 liter nira kelapa yang kadar gulanya antara 10 – 12 % itu, setiap harinya diproses menjadi sekitar 350 liter sirup atau gula cair yang kental dengan kadar gula sekitar 75 %. Gula cair yang dihasilkan dengan proses suhu yang relative rendah (sekitar 60 derajat Celcius), maka hasil gulanya juga sangat jernih dan menarik. Maka tidak heran kalau Bapak Slamet bisa membandrol dengan harga US$ 1.50, atau kalau di kurs uang kita menjadi Rp 13.500 per liter sirup. Artinya dari 350 liter Gula Cair ini akan dijual dengan harga US$ 525 atau Rp 4.725.000,- dalam setiap harinya.

Ternyata Bapak Slamet ini juga melakukan kerjasama dengan beberapa pihak, yaitu beberapa perajin atau penderes Gula kelapa, kemudian dengan pihak transportasi serta distributor gula cair yang ada di Bali. Bisa dikatakan peran pemrosesan nira menjadi Gula cair ini adalah bagian Pak Slamet yang dibantu pabrik gula mininya dengan alat utamanya yang disebut sebagai Vacuum Evaporator Double Effect (VEDE). Nilai jasa pengolahan Nira menjadi Gula cair ini dipatok Rp 4.500 per liter. Maka kalau setiap harinya menghasilkan 350 liter, berarti nilai jasanya adalah sebesar Rp 1.575.000.

Harga jasa pengolahan itu sudah pantas karena mutu Gula Cair yang dihasilkan juga sangat jernih dan sangat pantas untuk diekspor. Lalu berapa nilai pembelian Nira dari petani? Petani penderes Nira kelapa ini setidaknya bisa mendapatkan harga jual Nira sekitar Rp 800 sampai dengan Rp 1.000 per liter. Jadi dari 2000 liter nira setiap harinya harus dibayarkan sebesar antara Rp 1.600.000 sampai dengan Rp 2.000.000 per hari.

Lalu berapa harga Sirup Gula Kelapa yang dibandrol untuk harga konsumennya? Ini yang belum jelas. Soalnya bisa jadi gula cair ini diolah lagi menjadi gula serbuk alias gula semut dengan alat pembuat gula semut. Dengan demikian sudah tidak perlu berlama-lama lagi memasaknya, karena memasak menjadi Gula semut yang kering dengan kadar air di bawah 5 % dari Sirup yang kental (kadar gula 75%). Atau kalau gula cair sebanyak 350 liter akan dihasilkan Gula Semut dengan berat sebanyak sekitar 400 kg. Harga penerimaan pedagang besar gula semut dengan mutu yang super sekitar Rp 17.000 per kilogram dan eceran dibandrol sangat variatif minimal Rp 20.000 per kilogram.

Gambar syrup gula tebu dan Syrup gula kelapa dari negara lain diprediksi juga dengan menerapkan closed pan tecknology. Teknologi kita rupanya tidak kalah.