Sabtu, 18 Mei 2013

Harapan Swasembada Gula Yang Masuk Akal adalah dengan Perkebunan Aren

Harapan Swasembada Gula Yang Masuk Akal adalah dengan Perkebunan Aren

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto

Gula cair hasil dari Alat VEDE Pak Slamet Sulaiman itu adalah berasal dari Nira Palma Kelapa yang ciri dan karakteristiknya sama seperti nira Aren.  Maka Pak Slamet pun berani memastikan apa yang dilakukannya bisa juga dilakukan untuk Nira Aren.   Dengan brix sekitar 75 ternyata Gula Cair yang di salah satu sampel Pak Slamet itu sudah membentuk kristal putih yang mengendap di dalam botol.  Kristal gula yang mengendap itu berstruktur lembut dan masih halus dengan volume sekitar 65 % bagian.   Sebenarnya angka kristalisasi itu bisa bertambah jika bahan Niranya memiliki pH di atas 7-8,  diproyeksikan  kristalisasi akan mencapai  hingga 75-80 % hingga yang 20-25 % masih berupa gula cair.

Dengan pHantara  6-7 nira yang sudah sedikit asam masih bisa diolah menjadi gula.  Semakin rendah pH Nira, maka semakin sulit untuk mengolah dan membentuk kristal.  Hal ini terjadi karena pH semakin menurun itu berarti Nira juga mengalami fermentasi semakin lama.  Fermentasi di dalam Nira menyebabkan beberapa perubahan antara ain merubah sukrosa menjadi gula-gula yang lebih sederhana antara lain glukosa dan fruktosa serta gula invert lainnya.  Beberapa gula invert seperti fruktosa tidak bisa mengalami kristalisasi dan selalu dalam kondisi yang cair.  Makanya yang tersisa dari gula yang sedang mengkristal itu karena mengandung bagian-bagian yang tidak bisa mengkristal tersisa dalam bentuk masih cair.  Gula cair sisa pengkristalan ini mengandung fruktosa dan gula invert lainnya yang tidak mengkristal.

Maka jika pH Niranya bisa dijaga di atas angka 7-8 maka fermentasi itu dapat diminimalkan atau dikurangi.  Sehingga terbentuknya gula-gula fruktosa dan gula invert lainnya bisa diminimalkan.  Makanya gula yang tidak mengkristal juga bisa dikurangi, sebaliknya gula kristalnya bisa meningkat dan semakin banyak terbentuk. 

Khusus tentang mengolahan Nira Aren yang akan dijadikan gula putih kristal maka perlu dijaga agar Nira tidak mengalami fermentasi yang terlalu lama.  Dengan sistem pengelolaan tradisional, dimana lama pengumpulan tetesan Nira dari tandan yang disadap itu butuh waktu sekitar 10-14 jam dalam wadah penampungan di atas pohon.  Terjadinya fermentasi akan semakin meningkat jika wadah penampung Niranya tidak bersih dari kemungkinan sisa-sisa mikroba fermentasi terdahulu.  Makanya wadah harus dibersihkan dan sterilkan dari mikroba penyebab fermentasi. 

Mengapa bisa terjadi?   Karena secara alamiah Nira, yang tetesannya itu keluar dari tandan dan kemudian berhubungan dengan udara luar serta menyentuh wadah, akan mengalami fermentasi sendiri setelah 4-5 jam.  Semakin lama mikroba fermentasi terus berkembang biak sehingga fermentasi semakin menjadi-jadi.  Maka bisa dibayangkan jika Nira yang terus menetes itu tertampung di dalam wadah hingga 12-14 jam maka fermentasi pasti sudah terjadi secara alamiah.  Apalagi kalau wadah dan udaranya sudah dicemari mikroba fermentasi, maka fermentasi akan semakin menjadi-jadi.

Dalam sistem perkebunan Aren modern yang akan datang maka Nira Aren yang terus menetes ini tidak perlu harus ditampung dalam wadah di atas pohon.  Nira yang menetes dari tandan yang disadap akan disalurkan dan diteruskan mengalir melalui pipa-pipa dari atas pohon menuju ke bawah.  Nira yang mengalir di dalam pipa itu juga terus mengalir dengan gaya gravitasi.  Nira yang segar dan baru yang terus menerus menetes dari tandan itu seolah juga terus menerus mencuci ruangan di dalam pipa yang dilalui Nira yang selalu segar.  Makanya keadaan pipa itu akan selalu bersih, karena selalu dilewati dan dicuci dengan nira yang selalu segar dan terus mengalir.

Nira yang terus mengalir di dalam pipa itu sudah menjauhi pohon dan terus mengalir di dalam pipa.  Dari pohon yang lain juga mengalir Nira dari tetesan tandan bunga terus menuju pipa.  Seperti Nira dari pohon sebelah, seluruh tetesan Nira dari suatu perkebunan Aren modern itu terus menerus mengalir melalui pipa yang memang berkualitas ‘food grade’ yang diperbolehkan untuk menjaga kualitas pangan.  Semua nira yang mengalir dari masing-masing pohon itu kemudian susul menyusul dan bertemu dalam pipa.  Volume nira yang mengalir semakin banyak karena bertambah dari pohon satu bergabung dengan nira dari pohon sebelahnya.  Maka semakin deraslah aliran nira di dalam pipa itu menuju ke tempat penampungan akhir.

Dalam penerapan pipanisasi nira dari pohon ke pohon di suatu perkebunan Aren yang dikelola secara modern dan bagus, maka aliran nira dijaga terus terjadi dan dihindari nira yang berhenti mengalir atau yang tersumbat.  Menjaga agar nira terus mengalir itu perlu pengawasan terus menerus keadaan instalasi pipanisasi nira dalam kebun.  Bisa saja terjadi pipa terputus karena sambungannya terlepas, atau terpotong karena terkena benda tajam, tertimpa benda yang berat, dan lain-lain.  Bisa jadi nira tidak mengalir karena pemasangan pipanya yang kurang menurun sehingga tidak bisa mengikuti hukum gravitasi dimana air mengalir dari atas atau tempat yang memiliki tekanan atmosfir tinggi ke tempat yang memiliki tekanan atmosfir lebih rendah.  Atau dari tempat yang lebih tingg ke tempat yang lebih rendah.

Namun bisa jadi terjadi penyumbatan oleh partikel-partikel non nira yang terakumulasi di dalam pipa.  Oleh karena itu penting artinya penyaringan nira sebelum nira masuk ke dalam jaringan pipa yang panjang.  Penyaringan bisa dilakukan setelah nira menetes keluar dari tandan, bisa juga penyaringan dilakukan dalam atau ditengah perjalanan yang panjang di dalam pipa.  Penyaringan sebenarnya berprinsip menjebak partikel-partikel non nira yang terikut dalam aliran nira dalam suatu kantong.  Akumulasi kotoran atau partikel-partikel itu mengendap dalam kantong yang dipasang diantara pipa-pipa yang tersambung.    Sehingga petugas pengontrol aliran nira ini tinggal melepas atau mengambil kantong-kantong dan membersihkan kotoran yang terakumulasi sehingga penyaring ini bisa dipasang kembali.

Jika nira mengalir lancar secara terus menerus maka bisa dijamin nira akan tetap segar dan tidak mengalami degradasi karena fermentasi dan cemaran lainnya.  Mungkin nira tidak terlalu lama memerlukan waktu untuk mengalir menuju ke tempat penampungan dan pengolahan selanjutnya.  Jika seandainya lama mulai menetes kemudian mengalir di dalam pipa dan sampai pada tempat penampungan itu kurang dari 1 jam atau 60 menit, maka bisa dipastikan keadaan nira itu pasti masih sangat segar.   Dengan demikian pH masih normal, kandungan gulanya masih asli dan tidak mengalami degradasi oleh sebab fermentasi ataupun proses lainnya.  Maka bisa dipastikan jika mutu niranya sangat prima maka gula yang akan terbentuk itu akan maksimal.

Kalau sudah begitu maka kadar gula yang terkandung dalam nira akan maksimal membentuk gula kristal seperti yang diinginkan.  Seandainya masih ada sisa gula cair yang tidak bisa mengkristal itu memang karena secara alami masih terkandung gula yang tidak terkristalisasi yaitu gula fruktosa namun jumlahnya pasti sangat minimal.  Maka jika kadar gula atau brix nira itu pada angka 12 sedangkan kadar fruktosa dan gula yang tidak bisa mengristal itu minimal, gula kristal yang akan terbentuk akan mendekati brix nira awalnya yaitu sedikit di bawah 12% dari total Nira.

Jika dari setiap hektar kebun Aren yang produkstif nanti bisa menghasilkan 1.000 liter nira setiap hari, maka potensi produksi gula kristalnya akan mencapai 120 kg.   Namun jika brix niranya mencapai 15 maka gula yang akan dihasilkan akan bisa mencapai 150 kg.   Jika rata-rata nira itu brix 12-15 maka peluang produksi gula kristal Aren juga antara 120-150 kg untuk setiap hektar per hari dari kebun Aren tersebut.   Kalau suatu perkebunan memiliki luas efektif 10.000 hektar maka potensi gula kristal yang akan diproduksi akan mencapai 1.200 – 1.500 ton gula kristal per hari.   Atau sekitar 36.000 – 45.000 ton per bulan,  maka dalam setiap tahun potensi produksi akan mencapai  432.000 – 540.000 ton.   Jika dibulatkan sekitar 0,5 juta ton per tahun per 10.000 hektar.

Jika ada beberapa perusahaan perkebunan Aren yang sama hingga mempunyai areal 50.000 hektar, maka akan bisa diharapkan ada produksi gula kristal putih dari tanaman Aren sebanyak 2,5 juta ton.  Ini artinya kita hanya memerlukan 50.000 hektar saja untuk bisa memenuhi kekurangan kebutuhan gula yang selama ini kita impor.  Rasanya lahan seluas itu masih tersedia di beberapa Pulau besar kita seperti Kalimantan dan Papua.  Ini merupakan peluang yang sangat besar bagi daerah-daerah yang ada di Kalimantan dan Papua untuk menjadi penghasil gula terbesar di Indonesia, yang akan menjadi solusi bagi negeri ini untuk memenuhi swasembada gula dan mensubstitusi gula yang selama ini diimpor dari luar.

Bagaimana menurut Anda???

Rabu, 15 Mei 2013

Nira Aren bisa dibuat menjadi Gula Putih

Swasembada Gula dengan Nira Aren

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto

Kebutuhan gula konsumsi nasional kita adalah gula putih atau gula kristal yang terbuat dari tebu.  Masyarakat Indonesia sudah sangat biasa mengkonsumsi Gula putih sebagai kebutuhan makanan dan minuman sehari-hari.   Bahkan di restauran, warung dan cafe-cafe selalu menggunakan Gula pasir untuk bahan pemanis dari minuman dan juga makanan.

Dominansi tebu sebagai bahan baku gula sedemikian akut, masif  dan terstruktur, sehingga sudah menjadi budaya dan hampir menjadi 'idiologi' dalam menu minuman dan makanan Indonesia.   Gula-gula lain yang sebelumnya ada menjadi dilupakan dan ditinggalkan bahkan diremehkan.  Sebelum jaman kolonialisme Belanda, tepatnya masa-masa kerajaan dulu, gula yang dikenal adalah gula merah, gula kelapa atau gula Aren.

Selama ini gula palma hanya dikenal sebagai Gula yang berwarna merah atau cokelat.  Dan bahkan akhirnya muncul anggapan bahwa hanya tebu lah yang bisa diolah menjadi gula putih,  sedangkan Nira dari Palma seperti kelapa, Aren dan Nipah tidak bisa menjadi Gula Pasir atau Gula Putih.  Anggapan ini akhirnya seolah menjauhkan tanaman Palma mendampingi Tebu dalam menyumbang bahan baku Industri Gula Pasir dan Gula Putih.  Jadi sampai sekarangpun belum diperhitungkan bisa menggantikan fungsi Tebu sebagai bahan baku utama Gula Pasir.

Seminggu yang lalu saya ditunjukkan oleh Pak Slamet Sulaiman bahwa Gula Aren bisa dibentuk menjadi Gula Kristal, Gula Pasir maupun Gula Putih seperti Gula yang ada di pasaran.   Sudah lama hal ini diketahui oleh Pak Slamet, bahkan hasil uji cobanya selama ini di Pabrik Gula Mininya yang ada di Jombang Jawa Timur.   Kenyataan ini membuat keyakinan Penulis semakin besar bahwa tanaman Aren nanti bisa diandalkan sebagai bahan baku utama Gula Nasional kita menggantikan tanaman Tebu selama ini.

Dari Areal Tebu yang hampir mencapai 400 ribu hektar di seluruh Indonesia dengan produktifitas sekitar 6 ton Gula Pasir per hektar lahan maka sebenarnya produksi nasional kita hanya sekitar 2,4 juta ton.  Maka bisa dimengerti kalau saja Indonesia masih terus mengimpor Gula.   Dalam hal industri Gula dengan bahan baku tebu, sesungguhnya Indonesia sudah mengalami masa-masa jenuh yang amat sangat :

1.  Sudah sangat sulit untuk bisa menambah areal tanam Tebu.  Karena selama ini areal tebu selalu mengesesr areal lahan tanaman pangan, sawah dan lahan-lahan palawija dan tanaman semusim lainnya.
2.  Mengatasi industri yang umur mesinnya sudah sangat lama agar bisa lebih efisien dan tidak banyak mengalami kehilangan produksi.
3.  Sistem manajemen industri dari hulu dan hilir sudah menjadi kebiasaan dan budaya yang mendarah daging.
4.  Sistem tata niaga dan perdagangan gula serta adanya kepentingan terhadap langgengnya usaha importasi yang selama ini berjalan secara mapan, tentu akan sulit untuk merubah diri ke luar keadaan yang sudah nyaman.
5.  Budaya dan pola makan serta pola konsumsi yang terjadi akan memerlukan waktu dan energi yang panjang dalam merubah kebiasaan masyarakat.



Beberapa tulisan sebelumnya Penulis juga sudah banyak menguraikan tentang kehebatan produksi Nira dari tanaman Aren.  Nira Aren juga bisa diolah menjadi Gula putih sebagaimana Nira Tebu.  Produksi Nira Aren dari suatu perkebunan Aren yang dikelola secara intensif mampu mengalahkan dan bahkan melipatgandakan hasil Gula pada luas areal yang sama pada tanaman Tebu.   Produksi Nira Aren bahkan dapat dihasilkan setiap hari  sepanjang tahun.    

Dengan demikian nanti pabrik gulanya akan beroperasi setiap hari.  Tidak seperti pada Pabrik Gula berbasis Tebu seperti selama ini,  pasti ada upacara untuk memulai musim giling tebu.   Karena panen tebu tidak bisa dilakukan sepanjang tahun dan akhirnya menggiling tebu juga tidak bisa dilakukan sepanjang tahun.   Musim tanam tebu dan musim panen tebu dibatasi oleh keadaan iklim, apakah musim kemarau atau musim penghujan.

Sedangkan kebun Aren setiap hari akan selalu menghasilkan Nira Aren sepanjang tahun, tidak pernah berhenti baik musim kemarau ataupun musim penghujan.   Maka nanti kalau Pabrik Aren beroperasi, maka tidak dikenal dengan upacara Panen Tebu, Buka Giling atau Upacara Pabrik Gula  lainnya.  Ritual yang biayanya juga besar itu nanti akan menjadi kenangan saja.

Maka pabrik Gula pun akan dibangun lebih murah.  Biaya investasi untuk membuat Pabrik Gula berbasis Aren akan jauh lebih murah dibanding membuat Pabrik Gula berbahan Tebu.   Dari kebun Aren lang sung akan diperoleh Nira yang sudah siap diolah.  Sedangkan kalau dari kebun Tebu akan dihasilkan batang-batang tebu yang penuh dengan kotoran.  Nira dari Tebu akan diperoleh jika batang-batang Tebu yang berat itu diangkut dari kebun hingga menuju pabrik dengan menggunakan truk-truk pengangkut, atau lori-lori yang melewati rel-rel seperti kereta api.  Di Pabrik batang-batang tebu itu kemudian digiling dengan alat-alat yang besar dan amat berat.   Nira yang diperas dari alat mesin itu kemudian masih harus dimurnikan dan dibersihkan.  Memang Pabrik Gula dari Tebu ini terlihat sangat rumit dan biasanya agak kotor.



Maka jika Pabrik Gula berbahan baku Nira Aren yang dihasilkan dari kebun Aren, akan terlihat begitu sederhana dan tidak terlalu rumit.  Pabrik Gula berbasis Nira Aren nanti akan lebih simpel dan lebih praktis.  Penggunaan teknologi Mikro-Ultra Filtrasi, Teknologi Membran dan Reverse Osmose pasti akan menyumbang kondisi pabrik yang lebih Smart.    Demikian juga teknologi Vacuum Evaporator Multiple Effect dan turunannya pasti akan dapat mewujudkan Gula Aren menjadi berbagai jenis Gula sekehendak kita mau,  apakah gula cair, gula cetak, gula serbuk ataupun gula kristal putih.

Peluang itu amat besar.  Swasembada Gula tidak akan menjadi mimpi-mimpi abadi seperti selama ini karena harapan dengan bahan baku Tebu sangat sulit mewujudkannya.   Aren akan menjadi jawaban yang paling masuk akal agar mimpi swasembada Gula menjadi kenyataan.  Memang akhirnya AREN akan menjadi solusi swasembada gula Indonesia bahkan dunia......

Bagaimana menurut Anda??





HARAPAN BARU SWASEMBADA GULA DARI AREN

HARAPAN BARU SWASEMBADA GULA DARI AREN

Oleh :  Ir. H. Dian Kusumanto

Bulan April yang lalu penulis sempat berkunjung ke rumah Pak Slamet Sulaiman di Brataggede III No. 72 Surabaya.   Di Kawasan yang cukup asri dan tenang di pagi hari itu kami ‘ngobrol  ngalor ngidul’ tentang  sistem pengolahan gula berbasis tanaman palma khususnya Aren.   Pak Slamet mempunyai pengalaman yang banyak dalam pengolahan nira menjadi gula, bahkan beliau memiliki pabrik gula mini di Jombang yang sampai saat ini masih beroperasi.   Pak Slamet juga masih mengelola nira palma dari kelapa yang berasal dari Blitar.   Dengan alat mesin di pabrik gula mininya nira palma tersebut diolah menjadi gula cair yang bermutu tinggi.

Pagi itu Pak Slamet menunjukkan beberapa sampel gula cair yang diolah dengan alat yang disebut Vacuum Evaporator Double Effect (VEDE).  Dengan alat ini nira palma dimasak atau diuapkan airnya hanya pada suhu sekitar 60 ̊C.   Di dalam atat VEDE itu nira sudah mendidih dan melepaskan uap airnya pada suhu rendah, sehingga  gula yang dikandung dalam nira tidak mengalami ‘terbakar’ dan hangus.   Proses terbakarnya gula ini sering disebut sebagai proses karamelisasi.   Karamelisasi yang berlebihan menyebabkan gula menjadi berwarna coklat kehitam-hitaman.  Namun demikian rasa dan aroma atau taste karamel ini kadang diperlukan untuk menjadi ciri khas gula palma.

Gula cair yang dihasilkan dari VEDE Pak Slamet itu sudah kental seperti madu dengan brix antara 70-75 berwarna krem kekuningan dan bening, persis seperti madu yang bening dan jernih.   Satu sampel di antaranya terlihat ada endapan putih  dan gula cair yang tersisa di atas endapan itu hanya sekitar 35 % dari isi botolnya.   Ternyata yang mengendap itu adalah gula kristal yang berwarna putih dari gula cair palma tadi.   Gula kristal itu masih berukuran lembut.  Ukuran kristal bisa diperbesar dengan cara terus menerus menambahkan gula cair baru dan mengeluarkan gula cair yang tidak mengkristal diantaranya.

Gula yang mengkristal itu sebagian besar adalah jenis gula sukrosa dan sebagian kecil glukosa.  Sedangkan yang tetap mencair dan tidak mempu mengkristal itu adalah gula invert yang sebagian besar adalah fruktosa dan sebagian kecil glukosa serta lainnya.  Sehingga kalau kalau sisa gula cair yang tidak bisa mengkristal ini dipisahkan dari gula kristal  dan kemudian  dimasukkan gula cair baru yang kandungan sukrosanya banyak,  maka sukrosa yang baru datang tadi segera bergabung kepada kristal yang sudah terbentuk.  Sehingga kristal yang semula lembut dan berukuran kecil itu semakin membesar membentuk kristal yang lebih besar atau kristal kasar.   Proses kristalisasi gula ini sudah sedemikian ‘ngelontok’ diceritakan Pak Slamet Sulaiman, yang insinyur teknik mesin ITS,  karena Beliau adalah pensiunan PTP yang menangangani pabrik gula dan mantan salah satu direktur tekniknya.  

Gula yang mengkristal itu sekitar 65 % bagian dari gula cair asalnya dan sekitar 35 % masih tetap berbentuk cair dan berwarna seperti semula.   Kalau yang masih mencair ini dipisahkan dari kristalnya maka bisa dikemas khusus dan dijual sebagai gula cair yang bening dan jernih seperti madu dengan brix sekitar 80-85.  Gula cair ini sebagian besar kandungannya adalah gula fruktosa.    Menurut Pak Slamet hasil kristal gula itu akan semakin banyak jika nira yang diolah itu memiliki pH agak tinggi yaitu berkisar anatar 8-8,5.   Jika nira asal dengan pH di bawah 7 saja sudah 65% angka kristalisasinya, maka kalau pHnya diatas 8 diperkirakan bisa mencapai 75-80%.

(bagian 1)
....InsyaAllah bersambung......