Sabtu, 07 Juni 2008

KENAPA AREN TIDAK BERKEMBANG SEPERTI KELAPA SAWIT ?

Pohon Aren ini pernah menghasilkan nira sekitar 40 liter/hari,
yang disadap dari 2 (dua) tandan bunga betina. Kalau diamati
memang jumlah daun pohon ini masih banyak, beda dengan
beberapa tanaman Aren yang berproduksi sedikit, karena
daunnya juga banyak yang dipotong dan tinggal sedikit.


Foto di atas menunjukkan bahwa tanaman Aren bisa hidup berdampingan tanaman lainnya. Pohon Aren ini termasuk jenis Aren Genjah yang berumur pendek, sebab pada saat tinggi pohon mencapai sekitar 3 meter sudah mengeluarkan tandan bunga, baik tandan bunga betina atau tandan bunga jantan. Sehingga Aren Genjah ini cepat menghasilkan, namun demikian umurnya juga lebih pendek.


Inilah pekerjaan rutin para petani Aren, naik pohon, iris tandan bunga, memasang wadah penampung nira, atau memukul-mukul calon tandan yang akan disadap sampai tandan ada tanda-tanda sudah mengeluarkan niranya. Petani Aren memang orang yang terpilih, sebab tidak semua orang bisa menjalani kehidupan yang rutin setiap hari, bahkan setiap pagi dan sore.

Oleh : Ir. Dian Kusumanto



Pertanyaan yang sangat menggelitik ini begitu saja terlontar dari teman saya dari Jakarta yang berkunjung di Nunukan Kaltim. Dalam perjalanan kunjungannya begitu banyak saya jelaskan dan uraikan kelebihan dan prospek tanaman Aren ini kepadanya, malah pertanyaan seperti di atas lah yang terlontar. Kemudian saya mencoba memahami juga, pasti ada sesuatu yang menyebabkan hal itu bisa terjadi.

Hukum seleksi alam akan terjadi, dimana yang bisa bertahan hidup akan eksis dan yang tidak mampu mempertahankan dirinya akan punah atau tidak berkembang. Artinya kalau komoditi itu memang menjanjikan, kenapa kemudian tidak berkembang dan bahkan lembaga-lembaga penelitian pun tidak meliriknya sebagai bahan kajian. Apalagi Lembaga-lembaga resmi Pemerintah juga belum menempatkannya sebagai komoditi yang dianjurkan untuk dikembangkan. Apakah sesungguhnya yang terjadi pada tanaman Aren ini?

Memang ironis sekali. Tulisan ini mencoba menganalisa apa saja yang dicurigai sebagai penyebab sehingga Aren kurang diperhatikan. Beberapa hal di bawah ini bisa jadi merupakan penyebabnya.

1. Perubahan Pola Konsumsi Gula karena berkembangnya industri Pabrik Gula

Kalau pada jaman pra industri maju dulu gula rakyat adalah gula merah yang dibuat dari Aren, Tebu dan Kelapa. Gula merah yang beredar di pasaran waktu itu adalah dalam bentuk cetakan (sering disebut gula batok, gula kotak, gula bumbung), dan dalam bentuk serbuk atau sering disebut gula semut.
Kalau melihat penampilan dari gula tradisional ini memang ada kesan yang kurang menarik, yaitu mutu yang tidak seragam, warna yang tidak seragam, pada umumnya kemasan juga tidak menarik, telihat kotor dan kurang hiegenis. Kalau dikonsumsi atau diseduh dijadikan pemanis minuman biasanya masih ada kotoran yang tertinggal.

Beda dengan gula putih yang dihasilkan oleh pabrik yang modern, penampilannya putih bersih, gampang disimpan, cara penyajiannya juga praktis, tinggal sendok dan tuang di gelas. Kalau gula merah ada kesan kurang praktis, apalagi gula merah cetakan, kalau akan menggunakan harus diiris-iris dulu, atau dipecah dulu. Karena bentuknya yang tidak bisa beraturan maka ukuran banyaknya gula juga tidak bisa dipastikan untuk mencapai tingkat kemanisan minuman yang dikehendaki. Keragaman mutu inilah salah satu yang mungkin menyebabkan para konsumen lebih memilih gula putih atau gula hablur. Dengan takaran yang tetap dapat diperoleh tingkat kemanisan yang pas dan lebih mudah diperkirakan.

Seiring dengan bergairahnya perdagangan gula internasional yang berbasis pada tebu, Pemerintah Kolonial membangun pabrik-pabrik gula dengan kapasitas yang sangat besar. Kondisi ini memaksa tradisi konsumsi gula berubah karena kemudahan memperoleh gula putih dibanding dengan gula merah. Perubahan yang termasuk drastis demikian hanya bisa terjadi karena adanya lingkungan psikologis masyarakat yang memang telah berubah.

Perubahan ini memang dimulai dari Jawa karena basis industri gula ini berada di Jawa. Pusat perdagangan gula selama itu juga berada di Pulau Jawa, namun pengaruhnya hampir menyeluruh ke semua penjuru di Nusantara. Bahkan saat itu juga perdagangan internasional gula memang didominasi oleh gula hablur yang berwarna putih jernih.

Perubahan pola hidup masyarakat dari tradisional ke arah pola hidup modern ini juga yang menyebabkan pola konsumsi gula mengalami perubahan. Ciri-ciri pola hidup modern terhadap konsumsi gula diantaranya adalah :
Praktis
Serba cepat
Standard atau kepastian
Bersih dan Sehat
Menarik karena bentuk dan kemasan
Prestise dan gengsi
Harga standar atau murah
Tersedia dimana-mana
Dll.

Perubahan pola konsumsi terhadap gula ini menjadikan gula aren atau gula merah semakin berkurang di pasaran. Aren semakin tidak diperhatikan . Dengan demikian pohon Aren tidak terlalu diarahkan menjadi pendukung industri gula. Aren mungkin hanya diambil niranya untuk pembuatan minuman seperti legen dan tuak. Bahkan di beberapa tempat di Jawa banyak ditebangi karena diambil pati sagunya. Pemanfaatan lainnya adalah diambil buahnya untuk kolang-kaling, ijuknya untuk kerajinan sapu, dll. Sedangkan bagian-bagian tanaman Aren ini selama ini tidak terlalu menjanjikan secara ekonomis, karena pasarnya belum berkembang. Sehingga pada saat diketahui nilainya mulai bagus, tanaman Aren yang ada tidak memenuhi harapan untuk bisa dikelola secara industri.

Dengan dominannya tebu sebagai komoditas sumber bahan baku gula, atau bisa disebutkan industri gula berbasis tebu, maka komoditas yang lain menjadi tenggelam. Aren sebagai komoditi sumber bahan pemanis menjadi tidak diperhatikan lagi. Tebu menjadi pusat perhatian, yang menyedot partisipasi dari berbagai lembaga dan pelaku usaha untuk mengambil peran.

Program besar-besaran digelontorkan untuk pengembangan tebu dan industri gula berbasis tebu. Apalagi pada saat tebu sudah semakin ”bermasalah”, justru berbagai pihak ingin mengatasi masalah tebu dan pabrik gulanya. Semangat untuk menggelontorkan anggaran besar terjadi lagi. Kue anggaran menjadi rebutan lagi, banyak pihak ingi mendapatkan kue itu, tetapi masalah akan tetap menjadi masalah. Masalah yang kunjung bisa teratasi, selain mereformasinya dengan komoditi Aren yang unggul yang produktifitasnya mengalahkan beberapa suber bahan baku gula yang lain (seperti tebu, lontar atau siwalan, kelapa, nipah, bit, jagung, ubi-ubian, dll.).

2. Umur pemeliharaan hingga menghasilkan cukup lama

Mungkin ini bisa jadi yang pertama sebagai alasan tidak berkembangnya Aren. Dibandingkan dengan Kelapa Sawit yang pada saat umur sekitar 3 tahun sudah mulai menghasilkan, sehingga lebih cepat bisa dinikmati hasilnya. Penelitian-penelitian terhadap tanaman Kelapa Sawit sudah demikian majunya, sehingga sudah hampir bisa dipastikan hitungan-hitungan prospek hasilnya.

Perkembangan industri hilir yang berbahan baku dari minyak sawit juga berkembang sedemikian pesat, menjadikan beberapa negara termasuk Indonesia juga ikut memanfaatkannya. Perhatian yang sangat besar pada komoditi Kelapa Sawit ini semakin menenggelamkan perhatian Pemerintah dan Lembaga Penelitiannya terhadap tanaman Aren.

Sebenarnya banyak sumber plasma nutfah tanaman Aren yang bisa menghasilkan tanaman Aren yang Genjah sekaligus berproduksi tinggi. Hanya karena belum tergali oleh lembaga-lembaga penelitian yang ada potensi asli Indonesia ini menjadi terlupakan.

Dari sekian banyak masalah budidaya tanaman Aren yang paing dominan menyebabkan orang enggan membudidayakan adalah faktor perkecambahan. Biji tanaman Aren agak susah dikecambahkan, kalau toh bisa memerlukan waktu yang sangat lama, yang membuat orang menjadi tidak sabar. Kesulitan perkecambahan biji ini menjadi penyebab utama keengganan membudidayakan Aren, sehingga orang-orang lebih menyerahkannya pada perkecambahan alam. Celakanya pada saat mencabut bibit yang tumbuh secara alami ini, kemudian ditanam di lahan, banyak tanaman yang akhirnya mati.

Biji yang berasal dari dalam buah yang dipanen atau yang dipungut di bawah pohon biasanya juga masih mengandung zat yang bisa menyebabkan rasa gatal pada kulit. Kalau tidak paham tentang kesulitan ini orang akhirnya tidak sabar dan kemudian meninggalkan tanaman Aren.

Sebenarnya hal di atas tidak menjadi masalah kalau ilmu dan pengetahuan tenang Aren ini dipahami dengan baik. Sesuatu yang sulit itu biasanya pasti ada faktor yang sangat menguntungkan.


3. Penelitian tentang Aren belum intensif

Seperti dikatakan di atas tadi bahwa penelitian terhadap Aren masih sangat sedikit, bahkan belum diagendakan secara teratur. Peneliti mungkin kesulitan literatur dari luar negeri, yang barangkali kalau ditunggu juga tidak begitu banyak. Karena memang Aren tidak ada di luar negeri, adanya yang sangat banyak hanya di Indonesia dan beberapa negara tropis yang kebanyakan juga tidak terlalu memperhatikan Aren.

Kalau peneliti kita bergantung dari hasil penelitian dari luar negeri, barangkali selamanya Aren tidak akan jadi bahan kajian penelitian para ”ahli” kita. Saya sengaja memberikan tanda kutip pada kata ahli, bukan karena kita skeptis dengan para ahli kita. Namun sebenarnya kita sangat kecewa kenapa mereka tidak sanggup membuka prospek yang masyarakat petani di beberapa daerah sudah mengembangkannya.

Dalam hal Aren yang termasuk tanaman palem ini sebenarnya ada Lembaga Penelitian Kelapa dan Palma yang ada di Manado, Sulawesi Utara. Makanya Sulawesi Utara termasuk yang paling besar potensinya dalam pengembangan tanaman Aren ini. Namun yang disayangkan, kenapa hal ini belum direspon secara luas untuk diterapkan di seluruh Indonesia??? Ini yang menjadi tanda tanya besar.

Kalau dilihat fungsi lain tanaman Aren yang menghasilkan bahan pemanis sebagai alternatif bahan industri gula, mestinya lembaga penelitian seperti P3GI yang ada di Pasuruan Jawa Timur harusnya melirik ke tanaman Aren. Ternyata ini semua tidak terjadi. Karena tebu banyak masalahnya sehingga penelitian hanya terfokus ke tanaman tebu. Banyak masalah berarti banyak anggaran untuk penelitian. Kalau misalnya hanya karena anggaran kemudian hanya meneliti tebu, sampai nanti pun Aren tidakakan menjadi perhatian yang serius.

Penelitian akan sesuatu hal atau komoditi harusnya tidak berdasarkan adanya anggaran atau tidak, atau adanya masalah potensial atau tidak. Sudah seharusnya kita memilih tujuan penelitian itu adalah yang menjadi alternatif, sehingga masalah yang banyak pada komoditi tebu itu bisa selesai. Kalau suatu komoditi tidak bisa lagi diharapkan untuk menjadi alat mengangkat kesejahteraan petaninya, seharusnya kita cari alternatif baru. Aren adalah alternatif bahan pemanis yang sangat menjanjikan. (Silakan baca tulisan saya di ”Pabrik Gula berbasis Aren, kenapa tidak?” di http://kebunaren.blogspot.com/)

4. Adanya mitos bahwa pohon Aren tempatnya hantu

Mitos ini ternyata mempengaruhi pola sebaran tanaman Aren. Karena adanya anggapan yang keliru tersebut jarang kita temui pohon Aren di sekitar pekarangan rumah. Aren banyak terdapat di kebun-kebun yang jauh dari rumah, di pinggir-pinggir sungai, di lereng-lereng gunung atau bukit yang relatif jauh dari pemukiman, bahkan di dalam areal hutan. Maka ada anggapan bahwa Aren termasuk kategori tanaman hutan.

Karena sebaran tanaman Aren jauh dari rumah, maka sangat jarang orang memperhatikan potensi dan keunggulannya. Maka untuk menanam Aren di lahan dekat pemukiman mendapat tentangan dari pihak keluarga atau para tetangga.

Ada anggapan juga bahwa orang yang akan mengelola pohon Aren, apakah akan diambil ijuknya, buahnya, lidinya, atau akan diambil niranya, harus bisa mengalahkan hantu yang ada di pohon Aren tersebut. Maka ada cara khusus untuk ”merayu” pohon Aren agar mau mengeluarkan niranya. Selain para calon penyadap ini memukuli secara pelan dan bertubi-tubi, meliuk-liukkan tandan bunga, menepuki dengan tangan dengan perasaan tertentu, serta biasanya diikuti dengan nyanyian atau siulan atau bahkan mantra tertentu. Maka bisa dikatakan bahwa untuk mengelola pohon Aren ini tidak semua orang bisa, hanya orang yang ”khusus” lah yang bisa mengambil nira pohon Aren ini.

Akibat dari anggapan tersebut di atas jarang atau bahkan tidak pernah kita temui penyadap nira Aren ini orang-orang muda, pemuda atau apalagi anak-anak. Yang biasa kita temui adalah para ”pekerja” tanaman Aren ini adalah orang-orang yang sudah tua dengan penampilan yang seadanya saja yang terkesan adalah petani yang agak susah hidupnya atau bahkan petani yang miskin.

5. Aren identik dengan tuak, cap tikus dan orang mabuk

Anggapan ini memang sebagian ada benarnya, karena dibeberapa daerah seperti di Sulawesi Utara sampai sekarang masyarakat disana mengelola nira Aren untuk dijadikan minuman yang disebut tuak, atau cap tikus. Di daerah seperti Sulawesi Utara hal ini sudah menjadi tradisi, karena sebagian daerahnya memang berhawa dingin. Tuak atau cap tikus ini menjadi minuman yang bisa menghangatkan tubuh serta memberi gairah pada saat orang bekerja di lahan dengan hawa yang dingin atau sedang begadang di malam hari dengan hawa udara yang sangat dingin. Akhirnya minum tuak menjadi tradisi masyarakat yang turun menurun. Ternyata hal ini terjadi pula di daerah Sumatera Utara, yaitu di daerah dengan julukan Tanah Batak.

Kalau diamati ternyata dua daerah ini masyarakat dominan beragama nasrani atau kristen. Nah ternyata di dua daerah seperti diatas tadi meminum tuak tidak terlalu menjadi sesuatu yang ”tabu”. Beda dengan daerah yang mayoritasnya muslim, apalagi muslim yang ”fanatik” atau militan, wah jangan harap ini bisa berkembang.

Nah.. karena dikhawairkan bisa membuat banyak orang meminum tuak yang terbuat dari nira Aren, maka seolah ini menjadi penilaian yang buruk pada saat Pemerintah membuat keputusan pengembangan Aren secara besar-besaran.

Meskipun banyak juga daerah yang merupakan kantong-kantong muslim ternyata Aren juga bisa berkembang, seperti di daerah Sulawesi Selatan, mulai dari Pinrang, Sidrap, Bulukumba, Wajo, Sopeng sampai ke Tana Toraja. Namun di daerah dimana umat muslim dominan, pengelolaan nira Aren diarahkan menjadi gula merah. Hal demikian juga terjadi di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan lain-lain.


Barangkali masih ada faktor-faktor lain yang menyebabkan pengembangan Aren belum terjadi seperti Kelapa Sawit, yang belum terungkap pada tulisan di atas. Bagaimana menurut para pembaca sekalian ? Mohon komentarnya !?

Selasa, 03 Juni 2008

Nama-nama Aren di berbagai daerah, penyebaran dan aneka kegunaan Aren

Tulisan ini disarikan dari berbagai sumber

Nama-nama Daerah untuk tanaman Aren

Aren (Arrenga pinnata) mempunyai banyak nama daerah seperti : bakjuk/bakjok (Aceh), pola/paula (Karo), bagot (Toba), agaton/bargat (Mandailing), anau/neluluk/nanggong (Jawa), aren/kawung (Sunda), hanau (dayak,Kalimantan), Onau (Toraja, Sulawesi), mana/nawa-nawa (Ambon, Maluku).
Banyak nama daerah yang diberikan untuk Aren di Indonesia. Hal ini karena tingkat penyebarannya sangat luas.
Nama-nama daerah tanaman Aren di Indonesia, antara lain : bak juk (Aceh), ijuk (Gayo), pangguh (Alas), pola, paula (Karo), bagot, agotan (Toba), bargot (Angkola, Mandailing), anau (Simalur), alaha (Bajak), ache, peto (Nias), poula (Mentawai), bagat, bergat, hanau (Kerinci), kawung (Sunda), aren (Jawa, Madura), jaka, hano (Bali), pola (Sumbawa), nao (Bima), kalotu (Sumba), moka (Sawu), moke (Flores), nau, peletuk, gemuti (Timor), seho (Manado), inru (Sulawesi Selatan), enau (Kalimantan) dan segeru (Maluku). Sedangkan nama asing Aren adalah sugar palm.

Kegunaan Pohon Aren.
Pohon aren dapat dimanfaatkan, baik berfungsi sebagai konservasi, maupun fungsi produksi yang menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi.

Fungsi Konservasi
Pohon aren dengan perakaran yang dangkal dan melebar akan sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk, akan sangat efektif untuk menahan turunnya air hujan yang langsung kepermukaan tanah.
Pengelolaan dan pembudidayaan tanaman aren perlu dilakukan mengingat tanaman aren memiliki keunggulan dalam mencegah erosi tanah terutama pada daerah-daerah yang terjal karena akar tanaman aren dapat mencapai kurang lebih enam meter pada kedalam tanah, sehingga dapat tumbuh baik pada tebing-tebing dan akan sangat baik sebagai pohon pencegah erosi longsor.
Fungsi Produksi
Fungsi produksi dari pohon aren dapat diperoleh miulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah.
Akar
Di Jawa akar aren digunakan untuk berbagai Obat Tradisional (Heyne, 1927; Dongen, 1913 dalam Burkil 1935). Akar segar dapat menghasilkan arak yang dapat digunakan sebagai obat sembelit, obat disentri dan obat penyakit paru-paru.
Batang
Batang yang keras digunakan sebagai bahan pembuat alat-alat rumah tangga dan ada pula yang digunakan sebagai bahan bangunan. Batang bagian dalam dapat menghasilkan sagu sebagai sumber karbohidrat yang dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan roti, soun, mie dan campuran pembuatan lem (Miller, 1964). Sedangkan ujung batang yang masih muda (umbut) yang rasanya manis dapat digunakan sebagai sayur mayor (Burkil, 1935).
Batang aren sering dimanfaatkan untuk jembatan dan saluran air (talang) setelah dibelah memanjang dan diambil empulurnya (sagu atau pati). Batang aren juga bisa dimanfaatkan untuk galar-galar dan bubungan atap rumah.
Bagian luar batang aren atau ruyung (sunda) berwarna hitam dan sangat keras. Biasanya bagian ini dimanfaatkan untuk membuat perkakas rumah tangga dan untuk keperluan lain, seperti gagang pisau, tangkai kapak, cangkul, dan juga tongkat. Bagian ini sering digunakan untuk membuat bahan usuk atau kaso penyangga genting rumah. Karena sifatnya yang keras, bagian luar batang aren ini juga sangat baik untuk kayu bakar.
Di dalam batang aren terdapat sagu (pati) yang bisa dibuat tepung. Cara menghasilkan tepung aren tidaklah sulit. Mula-mula batang aren dipotong-potong sepanjang 1 m, kemudian dibelah dan empulur yang terdapat di dalamnya dikeruk dengan kapak pengeruk. Di pabrik, proses pengambilan empulur dilakukan dengan membelah potongan batang aren menjadi beberapa bagian, kemudian empulur diparut dengan mesin pembarut. Selanjutnya empulur hasil pemarutan tadi diremas-remas bersama air yang mengalir menuju bak penampungan dan ampasnya disingkirkan. Di dalam bak penampung, pati akan mengendap. Setelah semua pati aren mengendap, kolam (bak) dikeringkan dan pati diambil. Pati aren yang masih basah dijemur sampai benar-benar kering dan diperoleh tepung aren yang halus atau aci kawung (sunda).
Tepung aren banyak digunakan dalam pembuatan aneka jenis makanan, seperti bakso dan bihun. Ampas hasil samping dari pembuatan tepung aren ini juga sangat baik untuk media tanam jamur. Tetapi banyak pula pabrik tepung aren yang membuang ampas tersebut ke sungai atau ditumpuk saja, sehingga menimbulkan pencemaran air dan udara.
Daun
Daun muda, tulang daun dan pelapah daunnya, juga dapat dimanfaatkan untuk pembungkus rokok, sapu lidi dan tutup botol sebagai pengganti gabus.
Di daerah pedesaan, daging atau gabus dari pelepah daun aren banyak dipakai sebagai bahan pembuatan mainan anak-anak seperti mobil-mobilan. Selain itu juga baik dipakai sebagai penyumbat botol, saluran air dari logam atau bambu, dan lain-lain. Pelepah daun aren yang kering bersama daunnya banyak dimanfaatkan penduduk sebagai kayu bakar. Sedang abunya sering dimanfaatkan penduduk sebagai penyembuh luka, bedak tradisional, dan juga untuk pupuk tanaman sebab mengandung mineral yang cukup tinggi. Pelepah daun juga sering dipakai untuk alat pemikul hasil kebun.
Tulang-tulang anak daun aren banyak dipakai untuk pembuatan sapu lidi, tusuk sate dan keranjang. Daun aren yang masih muda juga digunakan sebagai pembungkus tembakau (klobot ) untuk merokok setelah dijemur atau dikeringkan. Daun aren yang tuan dapat juga digunakan untuk atap rumah seperti halnya daun nipah.

Bunga
Tangkai bunga bila dipotong akan menghasilkan cairan berupa nira yang mengandung zat gula dan dapat diolah menjadi gula aren atau tuak (Steenis et.al.,1975).

Bunga jantan
Bunga aren jantan atau langrai (Sunda), biasanya diperoleh setelah tangkai bunga dipotong untuk disadap niranya. Bunga ini dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, terutama ternak kambing.
Buah
Buahnya dapat diolah menjadi bahan makanan seperti kolang-kaling yang banyak digunakan untuk campuran es. kolak atau dapat juga dibuat manisan kolang-kaling.
Bila buah aren yang belum terlalu matang dipotong, maka akan terlihat bijinya yang kenyal berwarna putih jernih (bening). Daging biji inilah yang disebut kolang-kaling dan bisa digunakan sebagai bahan makan.
Kolang-kaling memang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Pada saat bulan puasa, permintaan kolang-kaling melonjak sangat tajam. Masyarakat yang beragama Islam sering menjadikan kolang-kaling sebagai menu khas di bulan puasa. Baik sebagai makanan untuk berbuka puasa ataupun santapan ringan setelah melakukan shalat tarawih.
Harga kolang-kaling di bulan puasa juga lebih mahal dibanding bulan-bulan lainnya. Pada tahun 1992, harga rata-rata kolang-kaling Rp 500,00/kg, sedang pada bulan puasa antara Rp 1.000,00 – Rp 2.000,00/kg.
Prospek pasar kolang-kilang ini juga cukup cerah sebagai mata dagangan ekspor. Konon Indonesia telah mengekspor kolang-kaling sejak tahun 1970-an serta terus berlanjut hingga sekarang. Negara-negara pembeli kolang-kaling Indonesia selama ini antara lain Amerika Serikat, Saudi Arabia, Belanda, Hongkong, Jepang, Taiwan, dan beberapa negara kawasan Eropa.

Kolang–kaling banyak digunakan sebagai bahan campuran beraneka jenis makanan maupun minuman. Antara lain dalam pembuatan kolak, ronde, ice jumbo, cake, minuman kaleng, es campur, manisan, dan lain-lain. Bahkan masyrakat Jawa Barat yang memiliki minuman khas berupa bajigur, selalu menambahkan kolang-kaling ke dalamnya.
Jika orang Sunda menyebut kolang-kaling itu dengan cangkaleng atau caruluk, maka warga Jakarta menyebutnya buah atep. Boleh jadi, munculnya sebutan buah atep tersebut karena ijuk tanaman ini biasa digunakan untuk atap bangunan. Sejalan dengan berkembangnya bidang upa-boga, sekarang muncul pula aneka produk makanan baru yang menggunakan kolang-kaling sebagai bahannya, yaitu kolang–kaling gengsi, kolang-kaling manja, dan kolang-kaling berjuruh.
Kolang-kaling selain bisa dimanfaatkan untuk bahan pencampuran aneka makanan dan minuman, kandungan seratnya juga baik sekali untuk kesehatan. Serat kolang-kaling dan serat dari bahan makana lain yang masuk ke dalam tubuh menyebabkan proses pembuangan air besar teratur, sehingga bisa mencegah kegemukan atau obesitas, penyakit jantung koroner, kanker usus, dan penyakit kencing manis.

Ijuk

Tanaman aren tampak menyeramkan karena batangnya diselimuti oleh-oleh bulu-bulu berwarna hitam yang dinamakan ijuk. Ijuk yang berupa serat-serat ini menempel pada batang di sekitar pangkal pelepah daun.
Semakin berkurangnya tanaman aren dalam beberapa tahun terakhir diakui pula oleh para pengrajin atau penyisir jika di berbagai daerah. Bahkan para pengrajin ijuk itu terpaksa untuk mencari tanaman aren ke tempat yang lebih jauh dari lokasi pabrik ijuknya.

Ijuk merupakan bahan yang banyak sekali digunakan untuk berbagai macam keperluan. Antara lain untuk bahan baku anyam-anyaman, seperti tali, sapu, sikat, dekorasi, atap rumah tradisional, septik tank, dan lain-lain. Atap yang terbuat dari ijuk aren ternyata mempunyai daya tahan 10 tahun lebih dan tidak cocok karena ijuk mampu menahan guyuran air hujan yang deras.

Di dalam ijuk aren juga terdapat semacam lidi yang keras sekali disebut harupat (Sunda) Pada zaman dahulu, lidi ini dipakai sebagai pena untuk menulis huruf Arab dan di Sumatera Barat alat ini dinamakan kalam. Kata kalam berasal dari bahasa arab yang artinya alat untuk menulis.
Belakangan ijuk aren banyak juga dimanfaatkan sebagai bahan bantalan kursi maupun jok kendaraan bermotor. Selain itu, ijik juga digunakan sebagai bahan kedap suara di studio rekaman dan gedung pertunjukan, penyekat panas mesin boiler, dan sebagai bahan tambahan untuk membuat lapangan olahraga.
Perkembangan ekspor ijuk di Indonesia antara tahun 1987- 1991 dapat dilihat pada tabel 10. Adapun negara-negara yang selama ini menjadi pengimpor ijuk Indonesia di antaranya adalah Amerika Serikat, Inggaris, Singapura, Srilanka, Pakistan, New Zealand, Taiwan, Jepang, Australia Sudi Arabia, Prancis, dan Belanda.


Umbut
Umbut yang terdapat di puncak aren dapat dimakan lanngsung. Tetapi akan lebih nikmat bila diolah atau dimasak terlebih dahulu dan kemudian dicampur dengan makanan lain.

Akar
Akar aren dapat dipergunakan untuk bahan kerajinan tangan yang berupa anyam- anyaman maupun bahan pembuatan cambuk.

Obat Tradisional
Bagian tertentu tanaman aren juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Dengan membuat ramuan berupa akar tanaman aren dan batang rumput alang-alang, maka kesulitan buang air besar teratasi. Caranya, ramuan ini direbus dan airnya diminum.
Tuak dari hasil fermentasi nira aren juga berguna sebagai perangsang haid. Selain itu, minuman tuak nira pun cukup ampuh untuk melawan radang paru-paru dan mejan. Gula aren sendiri sering dilibatkan dalam ramuan obat tradisional dan katanya memiliki khasiat sebagai obat demam dan sakit perut.