Oleh : Dian Kusumanto
Judul diatas terinspirasi dari tulisan dinding FB dari Ibu Evi Indrawanto sang Juragan Gula Aren dari Diva Maju Bersama Serpong. Beliau bermitra dengan banyak petani Aren yang ada di daerah sekitar beliau tinggal. Beliau sangat senang sekaligus mengkhawatirkan mana kala Revolusi Aren nanti menjadi semarak seperti Tebu dan Sawit, nasib petaninya tidak seperti rasa gulanya yang manis. Sepertinya Bu Evi ini adalah seorang Pengusaha yang sangat Nasionalis, bukan penganut Kapitalisme Laissez Faire, Kapitalisme yang membiarkan petani berhadapan dengan monster-monster Kapitalis yang siap menerkamnya.
Kata Bu Evi begini, “ ……………..Kalau menyangkut revolusi aren, alhamdulillah bila Pak Prabowo mengujudkannya. Mudah2an ini bukan janji hanya selama kampanye. Tapi akhirnya perasaan saya jadi ambigu, Pak. Antara senang dan kuatir. Senang, jika aren sdh merebak saya tidak akan kekurangan bahan baku lagi. Kuatir, kalau suatu hari nasib petani aren akan seperti nasib petani tebu. Gula mereka manis tapi nasib mereka tidak seperti itu. Tidak tahu lah Pak, kita lihat saja apa yg akan terjadi. Sementara untuk usaha sendiri, dijejalin begitu banyak informasi, memiliki teman-teman yg perduli, saya tetap yakin selalu sukses..............”.
Bagaimanapun petani adalah bagian masyarakat kita yang sangat lemah dan rentan terhadap perubahan-perubahan kebijakan, perubahan kondisi ekonomi, perubahan situasi politik. Demikian juga petani Aren, yang selama ini juga belum diperhatikan, belum diberdayakan. Namun perlu kita kembali ke belakang untuk melihat bagaimana sebenarnya yang terjadi pada petani tebu kita itu, salahnya dimana, sehingga petaninya bernasib tidak seperti rasa gulanya yang manis. Setelah itu kita melihat ke depan melalui mata kepala petani Aren kita yang akan datang.
Kebanyakan petani tebu memang banyak kelemahannya sehingga nasibnya belum manis, mungkin antara lain karena hal-hal berikut ini :
1. Penguasaan lahan rata-rata petani yang masih sangat terbatas dan minim. Rata-rata kepemilikan lahan di Jawa hanya sekitar 0,2 - 0,4 hektar.
2. Produktifitas Tebu yang semakin menurun, sekarang hanya sekitar 7-8 ton Gula Hablur per hektar per musim.
3. Harga Gula tingkat petani tidak aman, tidak ada proteksi dan masih sering menjadi korban keadaan ekonomi Nasioal, Regional dan Global.
4. Industri Gula Tebu kita yang sangat tidak efisien, baik pada penggunaan teknologi dan peralatan yang sudah usang, serta pola manajemen industri tebu yang tidak fleksibel.
5. Kebijakan Pemerintah yan belum sepenuhnya berpihak kepada Petani.
6. Posisi tawar dari petani tebu yang masih lemah dan sering dijadikan korban.
7. dll.
Saya rasa untuk pengembangan Revolusi Aren kita bisa bercermin kepada 6 hal diatas, agar nasib petani Aren kita tidak seperti nasib petani Tebu. Namun kita semua akan sangat yakin bila petani Aren kita akan bisa hidup lebih baik dan tidak seperti nasib petani tebu. Beberapa hal yang membuat kita sangat optimis adalah sebagai berikut :
1. Produktifitas dari Aren sendiri secara indogen yang sangat bagus. Tinggal bagaimana kita bisa memilihkan jenis bibit yang memang berpotensi produksi tinggi. Dengan pohon yang tidak dipelihara dan dengan jumlah pohon yang sedikit saja petani Aren sudah mendapatkan hasil yang lumayan, apalagi jika dilakukan pemeliharaan yang baik dan dengan jumlah pohon yang dipanen lebih banyak, tentu hasilnya akan sangat luar biasa. Tidaklah terlalu berlebihan seandainya setiap pohon menghasilkan nira 10 liter per hari, dan tidak berlebihan seandainya dari 200 pohon dalam setiap hektar yang rutin menghasilkan nira adalah 50% atau 100 pohon, jadi setiap hari dari setiap hektar kebun aren akan menghasilkan 1.000 liter nira.
2. Pemilikan jumlah pohon dan luas lahan yang cukup. Lahan untuk Aren adalah bukan lahan sawah, tetapi kita pilihkan lahan-lahan yang miring, lahan-lahan yang kering, lahan-lahan bekas hutan yang tidak produktif. Bisa juga kita manfaatkan lahan pekarangan atau tegalan yang selama ini belum produktif ataupun bisa juga bertumpangsari dengan tanaman tahunan lainnya.
3. Petani Aren bisa saja tidak tergantung dengan Pabrik Besar Gula, tidak seperti petani Tebu yang pasti sangat tergantung dengan Pabrik Gula. Maka petani Aren sebenarnya masih sangat bebas menentukan masuk atau tidak masuk dalam industri Gula Besar, namun memlih mengolah sendiri niranya menjadi Gula atau Alkohol atau yang lainnya. Artinya bergaining position atau posisi tawar petani Aren bisa lebih baik dari pada petani Tebu kita.
4. Belajar dari para Perajin Industri Maple Syrup di Canada dan Amerika, yang mana mereka, masing-masing perajin sudah mempunyai merek dan patent dari produknya secara sendiri-sendiri. Petani dan sekaligus perajin bisa langsung mengakses pasar Super Market ataupun langsung bertransaksi dengan para Importir di negara lain melalui Asosiasi sesama produsen diantara mereka. Jadi bisa dikatakan mereka dalam posisi tawar yang sangat kuat dalam menentukan harga dan ketentuan dalam perdagangan lainnya.
5. Teknologi yang diterapkan untuk industri produk-produk Aren haruslah yang efisien dan berorientasi pada industri kecil-kecil saja. Kalau indusri besar biar mereka berfikir sendiri. Akan semakin baik bila yang menghidupkan bisnis Aren ini semakin banyak, tidak dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan yang besar saja apalagi oleh kapitalis yang tidak nasionalis. Kalau bisa jangan sampai ini terjadi di Industri Aren kita yang akan datang.
6. Oleh karena itu Penelitian dan Pengembangan Aren harus dikelola dengan baik, bisa saja Litbang ini dikelola dan dibiayai dari Pemerintah ataupun oleh pihak independen yang didukung oleh para Asosiasi Aren. Dengan Litbang yang aktif maka segala sisi Bisnis Aren ini akan bisa terus berkembang dengan sangat efisien dan unggul, kelemahan-kelemahan yang mungkin akan terjadi bisa terdeteksi sedini mungkin. Litbang bisa jadi berfungsi sebagai intelijen bisnis Aren, baik secara teknologi, rekayasa sosio-economic, dll.
7. Kelembagaan dalam Bisnis Aren harus ditata dengan sangat baik membentuk jalinan networking yang mempunyai semangat dan ruh dalam membela kepentingan petani Aren Indonesia. Mulai dari Asosasi Petani Aren, Asosiasi Peneliti Aren Indonesia, Asosiasi Produsen Bibit Aren Indonesia, Asosiasi Produsen Gula Aren, Asosiasi Produsen Bioethanol Aren, Asosiasi Pebisnis Aren, Dewan Revolusi Aren Nasional, dll.
8. Dengan demikian mau-tidak mau Pemerintah harus berpihak kepada kepentingan petani dan para pebisnis Aren Indonesia. Karena bisa jadi para pelaku bisnis Aren nantilah yang bisa memilih dan menentukan mana-mana pejabat yang berpihak dan yang patut memimpin negeri ini. Demikian juga di daerah, para pemimpin daerah yang berpihak petanilah yang akan dipilih, yang tidak berpihak sebaiknya tidak usah dipilih.
Bagaimana menurut Anda ???
Tiap baca tulisan Pak Dian, saya mengaminkan dalam hati hehehe...
BalasHapusIya Pak, seseorang harus memulai mimpi seperti ini yang lambat laun akan menjalar ke seluruh komunitas aren nasional. Bila crowd sudah punya pemikiran yg sama, tidak ada yg tidak mungkin. Saya juga berharap petani aren menjual hasil panen mereka sdh bernilai tambah. Tidak dalam bentuk nira, tidak dalam buah aren, tidak ijuk semata, tapi sdh dalam bentuk gula, kolang-kaling siap santap dan barang-barang kebutuhan rumah tangga dan industri yang sdh siap pakai.
Mohon ijin untuk di copy and paste di blog saya ya Pak. Terima kasih sebelumnya.