MENCETAK MILYARDER DARI KEBUN AREN
(Bagian 1)
Oleh : Dian Kusumanto
Beberapa waktu yang lalu saya mendapat laporan dari Saudara Alianto dari Kabupaten Paser Kalimantan Timur tentang Perajin Gula Aren di sekitar Sungai Kandilo. Di sepanjang Sungai Kandilo Kabupaten Paser dikenal banyak ditumbuhi pohon Aren secara liar. Pohon-pohon Aren tersebut berkembang biak sejak dari dahulu kala tanpa campur tangan manusia. Para Perajin Gula yang berada di sekitar Sungai Kandilo tinggal mencari pohon mana yang akan mereka sadap untuk diambil niranya kemudian dimasak dijadikan Gula Aren.
Menurut pengamatan Saudara Alianto terhadap 2 orang perajin yang diwawancarainya, mereka rata-rata setiap orang perajin hanya mengelola 6 pohon Aren untuk disadap. Dari 6 pohon rata-rata akan dihasilkan Gula Aren dalam bentuk cetak sebanyak antara 20 – 30 biji setiap harinya. Atu biji Gula Aren Cetak beratnya tidak sampai 1 kg, seringkali hanya sekitar 8 ons. Harga jual Gula Aren dari petani adalah Rp 5.000 per biji. Sehingga pendapatan kotor setiap perajin yang rata-rata mengelola 6 pohon itu antara Rp 100.000 sampai Rp 150.000 per hari. Atau kalau dihitung produktifitas setiap pohon dapat menghasilkan sekitar Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per pohon per hari.
Potensi yang sangat menguntungkan ini ternyata hanya sebagai pekerjaan sampingan masyarakat setempat, dan tidak terpikir untuk dijadikan pekerjaan utama. Ini sangat aneh bin ajaib, heran kan?
Kalau menurut logika bisnis kan tinggal memperbanyak jumlah pohon yang akan disadap. Jika ada 100 pohon yang disadap berarti akan berpeluang memiliki penghasilan Rp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta per hari. Atau kalau mau 200 pohon maka potensi pendapatan per hari menjadi Rp 3 juta sampai Rp 5 juta. Nah… ?! Kalau setahun maka kita akan menjadi seorang Milyarder.
Namun pasti ada suatu kendala yang dialami oleh perajin, sehingga dia tidak bias menerapkan logika bisnis seperti hitungan di atas. Godaan berpenghasilan besar, apalagi menjadi Milyarder tentu sangat besar. Namun rupanya kendala yang dialami ternyata lebih besar, sehingga para perajin Gula hanya mengelola hanya sekitar 6 pohon saja. Beberapa kendala klasik itu antara lain adalah sebagai berikut :
- Penyadapan Aren dianggap hanya sebagai sambilan saja.
- Semakin sulit dan semakin jauh untuk mencari kayu bakar.
- Kapasitas alat pengolahan sangat terbatas.
- Pengelolaan usaha hanya secara individual belum berkelompok atau korporasi.
Keadaan seperti di atas adalah kondisi rata-rata petani dan perajin Aren di seluruh negeri ini. Mereka belum sanggup keluar dari kondisi tersebut, dari sejak dahulu kala. Belum ada gerakan yang sanggup mengentas keadaan ini, sehingga petani Aren belum dapat merubah nasibnya. Meskipun potensi produktifitas per pohonnya tinggi dan jumlah pohon yang tersedia banyak, para petani belum mampu mengelolanya semua.
Dari 4 kendala di atas, maka langkah untuk meretasnya tidak lain adalah merubah pola usaha yang harus berorientasi antara lain kepada :
- Usaha Aren sebagai bisnis utama
- Pola korporasi atau berkelompok
- Menerapkan teknologi yang efisien dalam penggunaan bahan bakar
- Pengelolaan kebun yang tertata sehingga tenaga kerja maksimal dan efisien
Dengan merubah orientasi seperti diatas, maka potensi Aren sebagai usaha tani (agribisnis) sangat besar dalam menyumbangkan pendapatan bagi para petani Aren. Setiap petani bisa meningkatkan jumlah pohon yang dikelolanya. Dari yang semula 6 sampai 10 pohon per orang, menjadi sekitar 100 sampai 200 pohon setiap orang. Maka penghasilan juga akan meningkat dari yang biasanya ‘hanya’ Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu menjadi Rp 1,5 juta sampai Rp 5 juta per orang per hari. Maka dari bisnis Aren ini nanti dengan pengelolaan baru akan lahir milyarder-milyarder baru dari kebun-kebun aren, karena pengolahan gula Arennya juga di dalam kebun.
(Insya Allah bersambung)
mudah-mudahan secepatnya ada yang berkebun aren dan berproduksi gula aren dari hasil kebun tersebut, sebaiknya dalam bentuk semut atau cair
BalasHapusDi Tomohon Sulut, beberapa tahun lalu dibangun pabrik gula aren. Produknya sudah sempat aku beli di Nederland.Bernama "Gula Masarang" Aku kebetulan tinggal disini. Tahun kemarin aku libur ke tempat itu, pabriknya sudah hancur total, padahal investasinya begitu besar. Apa kendala di Indonesia??????
BalasHapus