Ijuk Aren
laku, Nira pun lancar dan sekolah anak pun sampai sarjana
Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto
Nan jauh di Tanah Toraja Provinsi Sulawesi Selatan, Aren
memang sudah menjadi bagian ritme kehidupan masyarakat. Baik suka maupun duka, Aren selalu menjadi teman dan menyatu dalam
seni dan budaya masyarakat Tana Toraja.
Mungkin di seantero tanah air ini, Tana Toraja lah tempat dimana Aren
sudah masuk sampai ke relung budaya keseharian masyarakatnya. Maka tidak salahlah penulis mencoba memahami
Aren dari mereka yang dibesarkan dengan hasil dari tanaman Aren ini. Salah satunya adalah Bapak David Tangdikanan,
SP. Seorang Guru Pertanian di SMK Negeri 1 Nunukan.
Suatu malam yang dihiasi rintik hujan, kami datang sengaja
ke rumahnya di bagian utara Kota Nunukan.
Pak David, begitu biasanya teman-teman Guru dan murid-muridnya
menyebutnya, adalah asli lahir dan dibesarkan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Di suatu Desa bernama Makale masuk kecamatan
Makale dan Kabupaten Makale wilayah Tana Toraja. Beliau adalah anak kelima dari delapan saudara. Anak dari seorang keluarga Bapak bernama GS
Tangdikanan, dimana Bapak adalah seorang Guru di suatu SD di daerah tersebut.
Pak David mengakui bahwa hampir setiap hari selalu membawa
produk Nira Aren dan hasil sayuran ke pedagang di kota sambil dia berangkat ke
sekolah. Hasil dari Aren dan
sayur-sayuran inilah yang menjadi tumpuan keluarganya waktu itu, termasuk untuk
biaya sekolah di kota hingga semua saudara-saudaranya hampir semua menjadi
Sarjana. Keluarga Pak David adalah
salah satu keluarga yang menjadikan Aren sebagai penghasilan utamanya setelah
sayur-sayuran. Di Kampungnya itu
sebagian besar tetangganya adalah para petani sayuran dan perajin Aren hinga
saat ini.
Harga Tuak dari Nira Aren bisa sampai Rp 10 ribu per liter
Di daerah Tana Toraja sekarang jarang yang mengolah Nira Aren
menjadi Gula Merah. Hal tersebut rupanya
kurang menjadi pilihan, karena permintaan akan Nira Aren dalam bentuk Nira
Segar atau Nira yang terfermentasi menjadi Toak
begitu lancer pasarnya. Apa lagi
kalau pas ada hajatan atau pas musim banyak hajatan, Nira Aren bisa sangat mahal harganya. Dalam keadaan biasa saja harganya bisa
sekitar Rp 25 ribu per satu jerigen kecil dengan ukuran 5 liter. Tetapi begitu ramai permintaan harganya bisa
sampai Rp 50 ribu per jerigen 5 liter. Kalau pas ada pesta maka wadah jerigennya
yang ukuran 20 liter, Tuak bisa dihargai sampai Rp 200 ribu, atau Rp 10 ribu
per liter. Bukan main mahalnya, tetapi
karena diperlukan untuk pelengkap pesta maka harga tidak menjadi masalah.
Belum lama ini Pak David mendapat kabar dari kampungnya
bahwa salah satu pohon Arennya sedang menghasilkan Nira yang cukup banyak
sepohon bisa menghasilkan 30 liter per hari.
Padahal dari beberapa pohon yang ada sudah agak lama tidak berhasil
dikeluarkan niranya. Makanya berita tentang
berhasilnya salah satu pohon dengan jumlah Nira yang cukup banyak sangat
menyenangkan hatinya. Maklum Pak David
sekarang sudah jauh meninggalkan kampong halamannya, karena sekarang harus
merantau ke Nunukan sebagai Guru Pertanian.
Dengan 30 liter itu berarti Bapak
GS Tangdikanan yang sekarang menjadi pensiunan Guru itu akan mendapatkan
penghasilan tambahan dari Nira Aren antara Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu
sehari, hanya dari satu pohon Aren saja.
Oleh karena itulah Pak David sangat senang mendengan berita itu.
Pembersihan Ijuk dan hasil Nira
Pak David sempat heran kenapa waktu dia masih bersekolah itu
lancar sekali nira mengalir dari tandan bunga Aren itu. Setelah hampir semua saudaranya menjadi
sarjana, pohon Aren itu masih banyak tumbuh di sekitar rumahnya. Pohon Aren ini tumbuh dengan sendirinya
secara alamiah, makanya keberadaannya tidak teratur, ada yang jaraknya
berdekatan ada juga yang saling berjauhan.
Namun kebanyakan postur tubuh tanamanya ini bongsor-bongsor dan tinggi
menjulang, maklum jaraknya begitu rapat
tumbuh di pekarangan rumah. Namun beberapa waktu yang lalu agak sulit
mengeluarkan Nira, padahal teknik yang dipakai sama persis dengan yang
sebelumnya. Yang berbeda adalah kalau
dulu Ijuk Aren ini laku dijual, sekarang hampir tidak ada lagi pedagang yang
mencari ijuk. Makanya Ijuk Aren
dibiarkan saja menempel lekat di tubuh pohon Aren itu. Bahkan batang pohon Aren yang berijuk ini
ditumbuhi banyak tanaman pakis-pakisan dan tanaman lain. Oleh karena itulah pohon Aren kelihatan kalau
terbiarkan begitu saja tanpa sentuhan.
Baru setelah pohon Aren mengeluarkan tandan dan bunga-bunganya maka
pohon Aren ini mulai akan diperhatikan.
Jadi selama ini praktis Ijuk dibiarkan menempel dan pohon Aren tidak
pernah dirawat secara khusus.
Namun kenapa tetangganya yang anak-anaknya masih kecil-kecil
dan banyak yang masih sekolah itu nggak pernah mengalami kegagalan dalam
mengelola tandan bunga Aren dari pohon Aren yang tumbuh di pekarangannya
itu. Air Niranya terus saja lancer mengalir
dan jarang mengalami kegagalan setiap tetangganya itu mengelola pohon
Arennya. Apakah keberadaan anak-anak
yang sedang perlu biaya untuk sekolahnya ini yang menyebabkan Aren terus keluar
Niranya. Seolah pohon Aren tahu bahwa
sang pemiliknya itu perlu dibantu untuk banyak biaya sekolah anak-anaknya. Apakah dia sedih melihatnya, dan tangisannya
itu kemudian menjadi Nira yang bisa dijual sebagai minuman. Tangisannya itu yang kemudian menghasilkan
pendapatan bagi sang pemilik yang memang mendatanginya setiap hari, pagi dan
sore.
Ternyata selain rejeki yang untuk anak-anak yang sedang
sekolah itu, rupanya sang tetangga tetap rajin membersihkan ijuk pohon, sejak
pohon itu masih agak muda. Itulah
mungkin yang membantu Nira lebih mudah disadap dari pohonya. Tetangganya itu seorang petani sayuran murni
dan tidak ada pekerjaan yang lainnya,
sedangkan uur masih agak muda dibanding Bapaknya yang seorang pensiunan
itu. Makanya tetanganya itu masih
sempat membagi perhatian kepada pohon Aren untuk sekedar membersihkan ijuk dan
kotoran lainnya dari batang pohon Aren. Meskipun tetangganya memiliki pohon
tidak terlalu banyak dan pekarangan yang tidak lebih luas itu, menyebabkan dia
mengelola lebih sungguh-sungguh.
Oleh karena itu Pak David dan penulis kemudian menduga bahwa
sesungguhnya yang membantu agar tandan bunga itu mudah dikelola dan disadap
sehingga mengeluarkan Niranya dengan mudah ialah upaya pembukaan seludang Ijuk
yang menyelimuti batang pohon Aren itu.
Dengan membuka selimut Ijuk, maka batang pohon menjadi terbuka dan
memungkinkan batang itu semakin membesar dan semakin ‘gemuk’. Seperti kata Dr. Elsye dari Balit Palma,
bahwa batang merupakan tempat dimana cadangan pangan hasil dari fotosintesa di
daun itu disimpan. Makanya di dalam
batang itu kalau dipotong bagian dalamnya bisa menghasilkan tepung sagu yang merupakan bentuk kemudian dari hasil
metabolisme dan fotosintesa daun Aren.
Menurut Pak Sarman, seorang petani Aren dari Nunukan
Kaltim, kalau ijuk dibersihkan dari
pohon sejak masih muda, maka batang pohon tersebut menjadi lebih besar dan
kemudian ternyata menyebabkan tandan bunga juga lebih besar dan lebih lunak
serta lebih gampang untuk disadap. Namun
yang terpenting menurut Pak Sarman adalah tandan Aren itu menjadi sangat
gampang disadap, bahkan dengan sayatan yang sangat tipis saja Nira Aren itu
sudah mau menetes cukup deras. Oleh
karena itu bagi Pak Sarman, membersihkan selimut Ijuk ini menjadi keharusan baginya. Karena Pak Sarman ingin selalu mendapatkan
hasil dari Nira Aren makanya dia selalu
melakukan perawatan pohon dengan membersihkan selimut Ijuk yang membalut tubuh
Aren. Pantas jika pohon Aren yang
dikelolanya selalu kelihatan bersih dan lebih mudah jika akan dipanjat.
Pak David akhirnya berani menyimpulkan bahwa pembersihan
Aren itulah yang secara nggak langsung bisa mempengaruhi hasil Nira Aren
menjadi semakin banyak dan semakin lancar.
Dan penulis pun setuju juga, karena petani yang lainnya seperti Pak
Sarman juga merasakan seperti itu.
Bagaimana pengalaman Anda ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda.