Sabtu, 27 Oktober 2012

Ijuk Aren laku, Nira pun lancar dan sekolah anak pun sampai sarjana





Ijuk Aren laku, Nira pun lancar dan sekolah anak pun sampai sarjana

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto


Nan jauh di Tanah Toraja Provinsi Sulawesi Selatan, Aren memang sudah menjadi bagian ritme kehidupan masyarakat.  Baik suka maupun duka,  Aren selalu menjadi teman dan menyatu dalam seni dan budaya masyarakat Tana Toraja.   Mungkin di seantero tanah air ini, Tana Toraja lah tempat dimana Aren sudah masuk sampai ke relung budaya keseharian masyarakatnya.   Maka tidak salahlah penulis mencoba memahami Aren dari mereka yang dibesarkan dengan hasil dari tanaman Aren ini.  Salah satunya adalah Bapak David Tangdikanan, SP. Seorang Guru Pertanian di SMK Negeri 1 Nunukan.

Suatu malam yang dihiasi rintik hujan, kami datang sengaja ke rumahnya di bagian utara Kota Nunukan.  Pak David, begitu biasanya teman-teman Guru dan murid-muridnya menyebutnya, adalah asli lahir dan dibesarkan di  Tana Toraja, Sulawesi Selatan.   Di suatu Desa bernama Makale masuk kecamatan Makale dan Kabupaten Makale wilayah Tana Toraja.   Beliau adalah anak kelima dari delapan saudara.  Anak dari seorang keluarga Bapak bernama GS Tangdikanan, dimana Bapak adalah seorang Guru di suatu SD di daerah tersebut.

Pak David mengakui bahwa hampir setiap hari selalu membawa produk Nira Aren dan hasil sayuran ke pedagang di kota sambil dia berangkat ke sekolah.  Hasil dari Aren dan sayur-sayuran inilah yang menjadi tumpuan keluarganya waktu itu, termasuk untuk biaya sekolah di kota hingga semua saudara-saudaranya hampir semua menjadi Sarjana.   Keluarga Pak David adalah salah satu keluarga yang menjadikan Aren sebagai penghasilan utamanya setelah sayur-sayuran.  Di Kampungnya itu sebagian besar tetangganya adalah para petani sayuran dan perajin Aren hinga saat ini.

Harga Tuak dari Nira Aren bisa sampai Rp 10 ribu per liter

Di daerah Tana Toraja sekarang jarang yang mengolah Nira Aren menjadi Gula Merah.  Hal tersebut rupanya kurang menjadi pilihan, karena permintaan akan Nira Aren dalam bentuk Nira Segar atau Nira yang terfermentasi menjadi Toak  begitu lancer pasarnya.   Apa lagi kalau pas ada hajatan atau pas musim banyak hajatan,  Nira Aren bisa sangat mahal harganya.  Dalam keadaan biasa saja harganya bisa sekitar Rp 25 ribu per satu jerigen kecil  dengan ukuran 5 liter.  Tetapi begitu ramai permintaan harganya bisa sampai Rp  50 ribu per jerigen 5 liter.   Kalau pas ada pesta maka wadah jerigennya yang ukuran 20 liter, Tuak bisa dihargai sampai Rp 200 ribu, atau Rp 10 ribu per liter.  Bukan main mahalnya, tetapi karena diperlukan untuk pelengkap pesta maka harga tidak menjadi masalah.

Belum lama ini Pak David mendapat kabar dari kampungnya bahwa salah satu pohon Arennya sedang menghasilkan Nira yang cukup banyak sepohon bisa menghasilkan 30 liter per hari.   Padahal dari beberapa pohon yang ada sudah agak lama tidak berhasil dikeluarkan niranya.  Makanya berita tentang berhasilnya salah satu pohon dengan jumlah Nira yang cukup banyak sangat menyenangkan hatinya.  Maklum Pak David sekarang sudah jauh meninggalkan kampong halamannya, karena sekarang harus merantau ke Nunukan sebagai Guru Pertanian.   Dengan 30 liter itu berarti Bapak GS Tangdikanan yang sekarang menjadi pensiunan Guru itu akan mendapatkan penghasilan tambahan dari Nira Aren antara Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu sehari, hanya dari satu pohon Aren saja.   Oleh karena itulah Pak David sangat senang mendengan berita itu.


Pembersihan Ijuk dan hasil Nira

Pak David sempat heran kenapa waktu dia masih bersekolah itu lancar sekali nira mengalir dari tandan bunga Aren itu.   Setelah hampir semua saudaranya menjadi sarjana, pohon Aren itu masih banyak tumbuh di sekitar rumahnya.  Pohon Aren ini tumbuh dengan sendirinya secara alamiah, makanya keberadaannya tidak teratur, ada yang jaraknya berdekatan ada juga yang saling berjauhan.  Namun kebanyakan postur tubuh tanamanya ini bongsor-bongsor dan tinggi menjulang, maklum  jaraknya begitu rapat tumbuh di pekarangan rumah.   Namun beberapa waktu yang lalu agak sulit mengeluarkan Nira, padahal teknik yang dipakai sama persis dengan yang sebelumnya.  Yang berbeda adalah kalau dulu Ijuk Aren ini laku dijual, sekarang hampir tidak ada lagi pedagang yang mencari ijuk.   Makanya Ijuk Aren dibiarkan saja menempel lekat di tubuh pohon Aren itu.  Bahkan batang pohon Aren yang berijuk ini ditumbuhi banyak tanaman pakis-pakisan dan tanaman lain.  Oleh karena itulah pohon Aren kelihatan kalau terbiarkan begitu saja tanpa sentuhan.  Baru setelah pohon Aren mengeluarkan tandan dan bunga-bunganya maka pohon Aren ini mulai akan diperhatikan.   Jadi selama ini praktis Ijuk dibiarkan menempel dan pohon Aren tidak pernah dirawat secara khusus.

Namun kenapa tetangganya yang anak-anaknya masih kecil-kecil dan banyak yang masih sekolah  itu  nggak pernah mengalami kegagalan dalam mengelola tandan bunga Aren dari pohon Aren yang tumbuh di pekarangannya itu.  Air Niranya terus saja lancer mengalir dan jarang mengalami kegagalan setiap tetangganya itu mengelola pohon Arennya.  Apakah keberadaan anak-anak yang sedang perlu biaya untuk sekolahnya ini yang menyebabkan Aren terus keluar Niranya.  Seolah pohon Aren tahu bahwa sang pemiliknya itu perlu dibantu untuk banyak biaya sekolah anak-anaknya.  Apakah dia sedih melihatnya, dan tangisannya itu kemudian menjadi Nira yang bisa dijual sebagai minuman.  Tangisannya itu yang kemudian menghasilkan pendapatan bagi sang pemilik yang memang mendatanginya setiap hari, pagi dan sore.

Ternyata selain rejeki yang untuk anak-anak yang sedang sekolah itu, rupanya sang tetangga tetap rajin membersihkan ijuk pohon, sejak pohon itu masih agak muda.  Itulah mungkin yang membantu Nira lebih mudah disadap dari pohonya.  Tetangganya itu seorang petani sayuran murni dan tidak ada pekerjaan yang lainnya,  sedangkan uur masih agak muda dibanding Bapaknya yang seorang pensiunan itu.   Makanya tetanganya itu masih sempat membagi perhatian kepada pohon Aren untuk sekedar membersihkan ijuk dan kotoran lainnya dari batang pohon Aren. Meskipun tetangganya memiliki pohon tidak terlalu banyak dan pekarangan yang tidak lebih luas itu, menyebabkan dia mengelola lebih sungguh-sungguh.

Oleh karena itu Pak David dan penulis kemudian menduga bahwa sesungguhnya yang membantu agar tandan bunga itu mudah dikelola dan disadap sehingga mengeluarkan Niranya dengan mudah ialah upaya pembukaan seludang Ijuk yang menyelimuti batang pohon Aren itu.   Dengan membuka selimut Ijuk, maka batang pohon menjadi terbuka dan memungkinkan batang itu semakin membesar dan semakin ‘gemuk’.   Seperti kata Dr. Elsye dari Balit Palma, bahwa batang merupakan tempat dimana cadangan pangan hasil dari fotosintesa di daun itu disimpan.  Makanya di dalam batang itu kalau dipotong bagian dalamnya bisa menghasilkan tepung sagu  yang merupakan bentuk kemudian dari hasil metabolisme dan fotosintesa daun Aren.

Menurut Pak Sarman, seorang petani Aren dari Nunukan Kaltim,  kalau ijuk dibersihkan dari pohon sejak masih muda, maka batang pohon tersebut menjadi lebih besar dan kemudian ternyata menyebabkan tandan bunga juga lebih besar dan lebih lunak serta lebih gampang untuk disadap.  Namun yang terpenting menurut Pak Sarman adalah tandan Aren itu menjadi sangat gampang disadap, bahkan dengan sayatan yang sangat tipis saja Nira Aren itu sudah mau menetes cukup deras.  Oleh karena itu bagi Pak Sarman, membersihkan selimut Ijuk ini menjadi keharusan baginya.  Karena Pak Sarman ingin selalu mendapatkan hasil dari Nira Aren makanya dia  selalu melakukan perawatan pohon dengan membersihkan selimut Ijuk yang membalut tubuh Aren.  Pantas jika pohon Aren yang dikelolanya selalu kelihatan bersih dan lebih mudah jika akan dipanjat.

Pak David akhirnya berani menyimpulkan bahwa pembersihan Aren itulah yang secara nggak langsung bisa mempengaruhi hasil Nira Aren menjadi semakin banyak dan semakin lancar.   Dan penulis pun setuju juga, karena petani yang lainnya seperti Pak Sarman juga merasakan seperti itu.

Bagaimana pengalaman Anda ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda.