PRODUKTIVITAS NIRA DAN FREQUENSI SADAPAN POHON AREN
Oleh : Dian Kusumanto
Lama tidak mengunjungi kebun Aren rasanya memang merindukan. Minggu pagi tadi akhirnya kesempatan itu menjadi takdirNya. Ada pelajaran yang menarik dari Sang Guru Aren saya, yaitu Bapak Sarman, seorang petani, penyadap nira Aren yang setiap hari selama puluhan tahun berakrab dengan pohon Aren. Sulitnya medan menuju kebun tidak menyurutkan langkah saya. Biasa, seperti di daerah lain juga, populasi pohon Aren selalu tumbuh berkembang di tempat yang jauh dari pemukiman.
Beliau masih seperti beberapa bulan yang lalu, masih energik dan selalu bersemangat kalau penulis datang. Saya mengabarkan kalau di Majalah Tani Merdeka ada publikasi tentang Aren, yang gambarnya dulu diambil di kebun itu. Waktu itu sang wartawan yaitu Mas Ardi Winangun dan sang fotografernya Mas Mustafa Kemal cukup lama mewancarai dan membuat foto di kebunnya.
Pagi tadi saya sengaja bertemu untuk menanyakan beberapa hal yang sebenarnya adalah pertanyaan yang belum bisa saya jawab. Pertanyaan yang datangnya dari beberapa pembaca atau pengunjung blog ini melalui alamat email saya. Ternyata jawaban dari Sang Guru Aren ini menjadi pengetahuan yang baru bagi penulis, dan kami ingin memaparkan disini mudahan juga bermanfaat bagi para Aren mania. (memangnya fans sepakbola apa?!)
Oleh : Dian Kusumanto
Lama tidak mengunjungi kebun Aren rasanya memang merindukan. Minggu pagi tadi akhirnya kesempatan itu menjadi takdirNya. Ada pelajaran yang menarik dari Sang Guru Aren saya, yaitu Bapak Sarman, seorang petani, penyadap nira Aren yang setiap hari selama puluhan tahun berakrab dengan pohon Aren. Sulitnya medan menuju kebun tidak menyurutkan langkah saya. Biasa, seperti di daerah lain juga, populasi pohon Aren selalu tumbuh berkembang di tempat yang jauh dari pemukiman.
Beliau masih seperti beberapa bulan yang lalu, masih energik dan selalu bersemangat kalau penulis datang. Saya mengabarkan kalau di Majalah Tani Merdeka ada publikasi tentang Aren, yang gambarnya dulu diambil di kebun itu. Waktu itu sang wartawan yaitu Mas Ardi Winangun dan sang fotografernya Mas Mustafa Kemal cukup lama mewancarai dan membuat foto di kebunnya.
Pagi tadi saya sengaja bertemu untuk menanyakan beberapa hal yang sebenarnya adalah pertanyaan yang belum bisa saya jawab. Pertanyaan yang datangnya dari beberapa pembaca atau pengunjung blog ini melalui alamat email saya. Ternyata jawaban dari Sang Guru Aren ini menjadi pengetahuan yang baru bagi penulis, dan kami ingin memaparkan disini mudahan juga bermanfaat bagi para Aren mania. (memangnya fans sepakbola apa?!)
Gambar : Pak Sarman didampingi anaknya sedang menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis.
Pertanyaan 1 : Untuk suatu keperluan, bisakah penyadapan Aren dihentikan selama 36 jam, atau baru 36 jam kemudian disadap lagi ?
Jawaban Pak Sarman : Tidak bisa. Kalau 24 jam masih memungkinkan, artinya jika awalnya disadap jam 06 pagi maka bila sore tidak disadap dan baru besok yaitu jam 06 pagi hari berikutnya baru disadap, masih bisa. Sebenarnya yang ideal itu 12 jam sekali atau 2 kali dalam sehari, yaitu pagi hari antara jam 06 pagi sampai jam 08 pagi, kemudian sore antara jam 05 sore sampai jam 06 sore.
Kalau kita terlambat mengiris batang tangkai bunga sadapan, maka biasanya air nira akan menjadi lambat keluarnya. Air nira yang semula mengalir deras lama-kelamaan berkurang alirannya dan kemudian menetes-netes saja. Apabila terlalu lama kemudian berhenti menetes.
Kenapa berhenti menetes ? Pada ujung batang tangkai bunga sadapan itu ada semacam saluran-saluran air nira yang sangat kecil yang kemudian tertutup, tersumbat oleh air nira yang kemudian seperti mengental. Air nira yang seperti mengental inilah yang menyebabkan nira hanya menetes-netes atau bahkan berhenti menetes karena tidak sanggup melewati saluran kapiler (pembuluh tapis atau phloem-red) yang ada di batang tangkai bunga sadapan.
Seperti apa rupa air nira yang mengental itu?
Air nira yang mengental itu sepertinya ia membawa partikel tepung dari dalam batang aren. Seolah-olah, karena aliran air nira terhambat, maka tekanan air nira menguat sehingga dapat membawa tepung pati batang aren seolah mengaduk dan terlarut di aliran air nira. Partikel tepung yang bercampur dengan air nira menyebabkan massa air nira menjadi mengental dan alirannya melambat. Lama kelamaan seperti menumpuk dan menyumbat sehingga aliran air nira menjadi terhenti.
Apa akibatnya kalau ini berlangsung lama?
Kalau berlangsung terlalu lama akan dapat merusak saluran kapiler air nira, ibarat bagian tubuh manusia yang terpotong yang akhirnya membusuk sedikit-demi sedikit. Kalau terlalu lama akhirnya batang tangkai bunga tersebut tidak bisa lagi mengeluarkan air nira, karena saluran kapilernya sudah rusak dipenuhi oleh partikel air nira aren yang mengental dan sulit dikeluarkan dari saluran kapiler itu.
(Sebenarnya saya sedang membayangkan, kalau suatu saat nanti perkebunan aren sudah mulai produksi, saya ingin meliburkan tenaga kerja (karyawan) penyadapan libur selama 36 jam, begitu lho?!)
Kalau begitu ya diatur saja dari pergantian tenaga kerjanya, jangan mengorbankan pohon nira arennya. Karena kalau produksinya terhenti kita mesti menunggu lagi munculnya tandan bunga selanjutnya atau di bawahnya. Itu pun kita masih khawatir, kalau-kalau macetnya aliran air nira pada batang tangkai bunga di atasnya berpengaruh pada tangkai yang di bawahnya seterusnya. Jadi pohon bisa tidak berproduksi nira lagi.
Kok akibatnya bisa begitu?
Bisa saja terjadi pengaruh yang melebar akibat tidak kita sadapnya air nira yang macet tadi, tangkai-tangkai tandan yang di bawahnya tidak mau mengeluarkan niranya. Kalau sudah begitu kerugiannya menjadi sangat banyak, sebab yang semestinya setiap tangkai bisa disadap sampai 3 bulan, kadang bisa sampai 7 bulan itu macet berproduksi.
(Sayang sekali memang! Kalau sehari 10 liter saja berapa ruginya, 10 liter kali 3 sampai 7 bulan kali 30 hari, berarti kerugiannya sekitar antara 900 sampai 2100 liter nira. Wah.. banyak sekali ! Iya memang sayang sekali, kalau di Nunukan ini 1 bolol Aqua besar (isi 1,5 liter) nira dihargai Rp 4.000,- per botol. Kalau 900 liter berarti ada 600 botol, kalau 2100 liter berarti ada 1400 botol dikalikan Rp 4000,-, berarti kerugiannya antara Rp 2,4 juta sampai dengan Rp 5,6 juta setiap tangkai bunga yang tidak disadap).
Memang setiap tangkai bisa disadap sampai lama begitu ?
Bisa, tergantung keahlian para penyadap, selain itu tergantung juga dengan pisaunya. Pisau sadap harus tajam sekali dan mengirisnya harus ahli dan sabar, sehingga mengirisnya sangat tipis sekali. Kalau bisa setipis kertas. Kalau begitu bisa sampai 7 bulan, seperti orang tua saya dulu. (Rupanya dulu orang tua Pak Sarman sering membantu menyadap pada saat Pak Sarman ada keperluan yang lain).
(Ternyata orang tua Pak Sarman pada waktu di kampungnya dulu, yaitu di Enrekang Sulsel, adalah penyadap nira pohon Aren. Karena memang daerah Enrekang itu banyak sekali pohon Aren).
Sebenarnya apa saja yang membuat penyadapan tangkai bunga berlangsung lama?
Ya tergantung dari panjangnya tangkai bunganya itu sendiri serta keahlian orang yang menyadap. Jadi, pohon yang subur yang berbatang besar dan tinggi dengan daun yang hijau segar dan banyak, akan mengeluarkan tangkai bunga dengan ukuan besar dan panjang. Semakin panjang dan besar tangkai bunga, akan semakin banyak pula nira yang dikeluarkan. Pohon yang berbatang kecil biasanya tangkai tandan bunganya juga akan kecil dan pendek, seandainya tangkainya besar dia akan pendek juga. Artinya batang yang kokoh besar dengan daun yang hijau segar berpengaruh terhadap produksi air niranya nanti.
Bagaimana dengan pohon Aren yang pendek atau pohon Aren genjah?
Memang ada pohon Aren yang pendek, yang umurnya juga agak cepat. Barangkali sekitar 5 tahun sudah bisa diambil hasilnya. Pohon genjah demikian biasanya juga umur produktifnya juga tidak terlalu lama, tidak seperti yang pohonnya tinggi. Jumlah ruas-ruas daunnya juga lebih sedikit, berarti jumlah calon tandan bunganya juga sedikit. Selain itu biasanya tandan bunganya juga tidak terlalu panjang, sehingga penyadapannya juga tidak akan lama.
(Berarti pohon Aren Genjah potensi produksinya juga akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang berumur panjang).
Kembali kepada kasus air nira yang mengental. Bagaimana cara untuk memperbaiki keadaan ini?
Air nira mengental memang bisa saja terjadi pada saat awal penyadapan. Setelah perlakuan pemukulan yang berturut-turut (periodik) dilakukan, kemudian tangkai bunga Aren menunjukan tanda-tanda sudah bisa mengeluarkan air nira. Maka mulailah kita mengiris tandan bunga pada tangkai paling ujung. Adakalanya air nira mengalir langsung dengan keadaan encer dan bagus, namun adakalanya juga air nira agak mengental. Kalau begitu kita harus melakukan beberapa perlakuan agar niranya kembali encer dan lancar mengalirnya.
Ada cara yang biasa dilakukan Pak Sarman dan para penyadap Aren di Nunukan, yang merupakan ilmu pengetahuan yang diturunkan dari orang tuanya terdahulu di kampungnya di Enrekang Sulsel. Caranya cukup sederhana, yaitu :
Cara yang pertama dengan menggunakan kunyit. Kunyit dipotong kemudian pada bekas potongannya itu digosok-gosokkan pada bekas luka sayatan sadap pada tangkai bunga Aren. Menggosok bekas luka sayatan ini dilakukan dengan cara mengiris sayatan baru dan kemudian menggosoknya dengan kunyit. Ini dilakukan berulang-ulang pagi dan sore sebagaimana jadwal penyadapan. Untuk penyembuhannya kadang memerlukan waktu sampai 4 (empat) hari. Namun sebelunya perlu dilakukan juga upaya pembersihan atau pencucian wadah penampung nira Aren. Kalau perlu dicuci dengan pasir agar bersih sekali dan tidak meninggalkan bekas dan dibilas dengan air panas. (Kalau bahasa ilmiahnya disterilisasi).
Cara kedua, bisa dengan menggunakan daun sirih yang dilumatkan kemudian digosok-gosokkan pada bekas sayatan sadap di tangkai bunga Aren tadi. Dua cara ini bisa dipilih salah satunya, tergantung bahan mana yang lebih mudah diperoleh. Sama caranya dengan yang menggunakan kunyit tadi, yaitu dilakukan penggosokan dengan daun sirih pada bekas luka irisan sadap pada setiap pagi dan sore. Upaya ini dilakukan sampai sembuh, yang ditandai bahwa nira kembali mengalir lancar dan encer. Hal ini biasanya memerlukan waktu sekitar 4 (empat) hari.
Cara yang ketiga adalah dengan mencari rumput alang-alang, kemudian dipilin-pilin menjadi agak panjang dan diikatkan di batang pohon. Cara ketiga ini menurut Pak Sarman biasa dilakukan bersamaan dengan cara penggosokan di atas. Alang-alang yang sudah dipilin memanjang tadi biasanya diikatkan pada batang pohon tidak jauh dari tangkai bunga yang mengalami masalah tadi. Bisa pada sisi atas, bisa juga pada sisi bawah dari tangkai bunganya.
Pertanyaan 1 : Untuk suatu keperluan, bisakah penyadapan Aren dihentikan selama 36 jam, atau baru 36 jam kemudian disadap lagi ?
Jawaban Pak Sarman : Tidak bisa. Kalau 24 jam masih memungkinkan, artinya jika awalnya disadap jam 06 pagi maka bila sore tidak disadap dan baru besok yaitu jam 06 pagi hari berikutnya baru disadap, masih bisa. Sebenarnya yang ideal itu 12 jam sekali atau 2 kali dalam sehari, yaitu pagi hari antara jam 06 pagi sampai jam 08 pagi, kemudian sore antara jam 05 sore sampai jam 06 sore.
Kalau kita terlambat mengiris batang tangkai bunga sadapan, maka biasanya air nira akan menjadi lambat keluarnya. Air nira yang semula mengalir deras lama-kelamaan berkurang alirannya dan kemudian menetes-netes saja. Apabila terlalu lama kemudian berhenti menetes.
Kenapa berhenti menetes ? Pada ujung batang tangkai bunga sadapan itu ada semacam saluran-saluran air nira yang sangat kecil yang kemudian tertutup, tersumbat oleh air nira yang kemudian seperti mengental. Air nira yang seperti mengental inilah yang menyebabkan nira hanya menetes-netes atau bahkan berhenti menetes karena tidak sanggup melewati saluran kapiler (pembuluh tapis atau phloem-red) yang ada di batang tangkai bunga sadapan.
Seperti apa rupa air nira yang mengental itu?
Air nira yang mengental itu sepertinya ia membawa partikel tepung dari dalam batang aren. Seolah-olah, karena aliran air nira terhambat, maka tekanan air nira menguat sehingga dapat membawa tepung pati batang aren seolah mengaduk dan terlarut di aliran air nira. Partikel tepung yang bercampur dengan air nira menyebabkan massa air nira menjadi mengental dan alirannya melambat. Lama kelamaan seperti menumpuk dan menyumbat sehingga aliran air nira menjadi terhenti.
Apa akibatnya kalau ini berlangsung lama?
Kalau berlangsung terlalu lama akan dapat merusak saluran kapiler air nira, ibarat bagian tubuh manusia yang terpotong yang akhirnya membusuk sedikit-demi sedikit. Kalau terlalu lama akhirnya batang tangkai bunga tersebut tidak bisa lagi mengeluarkan air nira, karena saluran kapilernya sudah rusak dipenuhi oleh partikel air nira aren yang mengental dan sulit dikeluarkan dari saluran kapiler itu.
(Sebenarnya saya sedang membayangkan, kalau suatu saat nanti perkebunan aren sudah mulai produksi, saya ingin meliburkan tenaga kerja (karyawan) penyadapan libur selama 36 jam, begitu lho?!)
Kalau begitu ya diatur saja dari pergantian tenaga kerjanya, jangan mengorbankan pohon nira arennya. Karena kalau produksinya terhenti kita mesti menunggu lagi munculnya tandan bunga selanjutnya atau di bawahnya. Itu pun kita masih khawatir, kalau-kalau macetnya aliran air nira pada batang tangkai bunga di atasnya berpengaruh pada tangkai yang di bawahnya seterusnya. Jadi pohon bisa tidak berproduksi nira lagi.
Kok akibatnya bisa begitu?
Bisa saja terjadi pengaruh yang melebar akibat tidak kita sadapnya air nira yang macet tadi, tangkai-tangkai tandan yang di bawahnya tidak mau mengeluarkan niranya. Kalau sudah begitu kerugiannya menjadi sangat banyak, sebab yang semestinya setiap tangkai bisa disadap sampai 3 bulan, kadang bisa sampai 7 bulan itu macet berproduksi.
(Sayang sekali memang! Kalau sehari 10 liter saja berapa ruginya, 10 liter kali 3 sampai 7 bulan kali 30 hari, berarti kerugiannya sekitar antara 900 sampai 2100 liter nira. Wah.. banyak sekali ! Iya memang sayang sekali, kalau di Nunukan ini 1 bolol Aqua besar (isi 1,5 liter) nira dihargai Rp 4.000,- per botol. Kalau 900 liter berarti ada 600 botol, kalau 2100 liter berarti ada 1400 botol dikalikan Rp 4000,-, berarti kerugiannya antara Rp 2,4 juta sampai dengan Rp 5,6 juta setiap tangkai bunga yang tidak disadap).
Memang setiap tangkai bisa disadap sampai lama begitu ?
Bisa, tergantung keahlian para penyadap, selain itu tergantung juga dengan pisaunya. Pisau sadap harus tajam sekali dan mengirisnya harus ahli dan sabar, sehingga mengirisnya sangat tipis sekali. Kalau bisa setipis kertas. Kalau begitu bisa sampai 7 bulan, seperti orang tua saya dulu. (Rupanya dulu orang tua Pak Sarman sering membantu menyadap pada saat Pak Sarman ada keperluan yang lain).
(Ternyata orang tua Pak Sarman pada waktu di kampungnya dulu, yaitu di Enrekang Sulsel, adalah penyadap nira pohon Aren. Karena memang daerah Enrekang itu banyak sekali pohon Aren).
Sebenarnya apa saja yang membuat penyadapan tangkai bunga berlangsung lama?
Ya tergantung dari panjangnya tangkai bunganya itu sendiri serta keahlian orang yang menyadap. Jadi, pohon yang subur yang berbatang besar dan tinggi dengan daun yang hijau segar dan banyak, akan mengeluarkan tangkai bunga dengan ukuan besar dan panjang. Semakin panjang dan besar tangkai bunga, akan semakin banyak pula nira yang dikeluarkan. Pohon yang berbatang kecil biasanya tangkai tandan bunganya juga akan kecil dan pendek, seandainya tangkainya besar dia akan pendek juga. Artinya batang yang kokoh besar dengan daun yang hijau segar berpengaruh terhadap produksi air niranya nanti.
Bagaimana dengan pohon Aren yang pendek atau pohon Aren genjah?
Memang ada pohon Aren yang pendek, yang umurnya juga agak cepat. Barangkali sekitar 5 tahun sudah bisa diambil hasilnya. Pohon genjah demikian biasanya juga umur produktifnya juga tidak terlalu lama, tidak seperti yang pohonnya tinggi. Jumlah ruas-ruas daunnya juga lebih sedikit, berarti jumlah calon tandan bunganya juga sedikit. Selain itu biasanya tandan bunganya juga tidak terlalu panjang, sehingga penyadapannya juga tidak akan lama.
(Berarti pohon Aren Genjah potensi produksinya juga akan lebih sedikit dibandingkan dengan yang berumur panjang).
Kembali kepada kasus air nira yang mengental. Bagaimana cara untuk memperbaiki keadaan ini?
Air nira mengental memang bisa saja terjadi pada saat awal penyadapan. Setelah perlakuan pemukulan yang berturut-turut (periodik) dilakukan, kemudian tangkai bunga Aren menunjukan tanda-tanda sudah bisa mengeluarkan air nira. Maka mulailah kita mengiris tandan bunga pada tangkai paling ujung. Adakalanya air nira mengalir langsung dengan keadaan encer dan bagus, namun adakalanya juga air nira agak mengental. Kalau begitu kita harus melakukan beberapa perlakuan agar niranya kembali encer dan lancar mengalirnya.
Ada cara yang biasa dilakukan Pak Sarman dan para penyadap Aren di Nunukan, yang merupakan ilmu pengetahuan yang diturunkan dari orang tuanya terdahulu di kampungnya di Enrekang Sulsel. Caranya cukup sederhana, yaitu :
Cara yang pertama dengan menggunakan kunyit. Kunyit dipotong kemudian pada bekas potongannya itu digosok-gosokkan pada bekas luka sayatan sadap pada tangkai bunga Aren. Menggosok bekas luka sayatan ini dilakukan dengan cara mengiris sayatan baru dan kemudian menggosoknya dengan kunyit. Ini dilakukan berulang-ulang pagi dan sore sebagaimana jadwal penyadapan. Untuk penyembuhannya kadang memerlukan waktu sampai 4 (empat) hari. Namun sebelunya perlu dilakukan juga upaya pembersihan atau pencucian wadah penampung nira Aren. Kalau perlu dicuci dengan pasir agar bersih sekali dan tidak meninggalkan bekas dan dibilas dengan air panas. (Kalau bahasa ilmiahnya disterilisasi).
Cara kedua, bisa dengan menggunakan daun sirih yang dilumatkan kemudian digosok-gosokkan pada bekas sayatan sadap di tangkai bunga Aren tadi. Dua cara ini bisa dipilih salah satunya, tergantung bahan mana yang lebih mudah diperoleh. Sama caranya dengan yang menggunakan kunyit tadi, yaitu dilakukan penggosokan dengan daun sirih pada bekas luka irisan sadap pada setiap pagi dan sore. Upaya ini dilakukan sampai sembuh, yang ditandai bahwa nira kembali mengalir lancar dan encer. Hal ini biasanya memerlukan waktu sekitar 4 (empat) hari.
Cara yang ketiga adalah dengan mencari rumput alang-alang, kemudian dipilin-pilin menjadi agak panjang dan diikatkan di batang pohon. Cara ketiga ini menurut Pak Sarman biasa dilakukan bersamaan dengan cara penggosokan di atas. Alang-alang yang sudah dipilin memanjang tadi biasanya diikatkan pada batang pohon tidak jauh dari tangkai bunga yang mengalami masalah tadi. Bisa pada sisi atas, bisa juga pada sisi bawah dari tangkai bunganya.
Cara yang keempat. Ada juga petani lain yang menyarankan untuk melakukan melubangi batang pohon di bagian bawahnya. Alasannya agar pati sagu tidak ikut keluar bersama nira, yang akhirnya menyebabkan nira menjadi mengental. Menurut Pak Sarman, air nira yang terkumpul biasanya agak pekat dan menyisakan endapan yang terasa seperti tepung sagu yang licin kalau diremas dengan jari. Lubang yang dibuat tidak terlalu lebar dan tidak terlalu dalam, cukup untuk bisa memberi jalan keluar bagi ‘sagu’ yang berlebih. Ini merupakan cara terakhir yang sebenarnya Pak Sarman belum pernah melakukannya.
Apakah “penyakit” air nira mengental ini dialami oleh setiap pohon?
Tidak. Tidak setiap pohon mengalami gangguan ini. Yang sering terjadi, adalah karena wadah penampungan itu kotor (terkontaminasi-red). Wadah air nira yang kotor bisa menyebabkan air nira mengental. Cara mengatasinya yang dengan menggunakan cara-cara di atas, sekaligus dengan membersihakan wadah penampung nira, dengan cara dicuci yang bersih bahkan dengan menggunakan pasir atau serbuk abu dapur dan dibilas dengan air panas. Jangan lupa menggosok-gosok luka bekas irisan sadap itu dengan kunyit atau daun sirih serta mengikatkan alang-alang sebagai tanda pohon yang sedang bermasalah.
(Bersambung)
salamz.. :-)
BalasHapusgud info...
kamu kenal dgn dato HARIS ya?
Untuk di olah menjadi apakah Pohon Aren tersebut ?
BalasHapus