PROSPEK AREN DI TENGAH GONJANG GANJING KELAPA SAWIT
Oleh : Dian Kusumanto
Gejolak ekonomi global sedang terjadi. Mulanya adalah dari krisis keuangan lembaga bisnis perumahan di Amerika Serikat. Krisis yang sebenarnya hanya terjadi lokal di Amerika tersebut rupanya semacam fenomena gunung es. Yang sebenarnya terjadi adalah telah menurunnya ekonomi di Amerika Serikat paska era arogansinya sebagai polisi dunia, sehingga mempengaruhi kemampuan pembayaran kredit perumahan. Perusahaan perumahan adalah salah satu dari sekian banyak ‘gunung es’ yang muncul dahulu pada saat es atau salju penutupnya mulai mencair.
Kenapa efek tersebut sampai kepada bisnis kelapa sawit? Sebenarnya tidak hanya kelapa sawit yang terkena dampaknya tapi sangat luas, hanya di Indonesia kelapa sawit termasuk komoditi perkebunan yang paling menonjol, sehingga bisnis kelapa sawit menjadi korban imbas krisis yang paling besar.
Gonjang ganjing harga kelapa sawit ibarat kejadian atau fenomena tsunami yang terjadi pada Desember 2006 yang lalu. Pada awal gejala tsunami, air laut di pantai mengalami surut yang sangat jauh namun kemudian air laut itu kembali lagi tidak hanya ke bibir pantai tapi sampai jauh ke daratan. Semula keadaan harga sawit berangsur naik-naik terus sampai sangat tinggi dalam beberapa bulan, namun kemudian pada saat terjadinya krisis global sekarang ini harganya menurun. Menurunnya harga ini melampaui harga semula ‘bibir pantai’ , bahkan jatuh sampai sangat rendah seperti sekarang ini.
Pada saat semua orang tercengang dengan keadaan bisnis kelapa sawit banyak orang latah untuk ikut menanam atau berinvestasi. Jadi sifat emosional para pebisnis kita terpancing nalurinya untuk berbondong-bondong “berkelapa sawit ria”. Sayang naluri yang didasari sifat emosional dan ‘latah’ ini kemudian dikecewakan oleh tsunami harga kelapa sawit. Harusnya para investor bisa berhitung dan menghitung prospek, arah trend bisnis, dan potensi suatu komoditi berdasarkan perhitungan dan asumsi yang teruji dan akurat. Kalau berhitung dengan prospek, arah trend dan potensi suatu komoditi barangkali sikap emosional dan latah itu tidak banyak mengecewakan.
Kalau diperbandingkan antara kelapa sawit dengan Aren, maka sebenarnya Aren juga memiliki kelebihan-kelebihan dan keunggulan yang bisa mengalahkan kelapa sawit. Untuk menjadi komoditi utama program pengembangan komoditi perkebunan oleh swasta dan pemerintah di Indonesia, Aren mempunyai peluang yang sangat besar. Namun kenapa itu belum terjadi, beberapa alasannya sudah pernah diulas pada tulisan-tulisan yang lalu. Kelebihan dan keunggulan antara komoditi Aren dan kelapa sawit dalam hitungan bisnis masa depan disajikan berikut ini.
Persaingan komoditi dunia
Kelapa sawit termasuk komoditi bahan industri minyak nabati dan biofuel (biodiesel) yang dapat menyaingi peran kedele dan kacang tanah di Amerika, bunga matahari dan canola di Eropa, kelapa di Amerika Latin, Afrika dan beberapa negara Asia Selatan. Industri kelapa sawit pernah diserang oleh berbagai isu bahaya kesehatan tubuh (kanker) dari minyak sawit, isu lingkungan hidup, penebangan hutan atau gerakan eco labeling, dsb. Penyerangan dengan berbagai isu itu layaknya black campaign dari para pesaingnya seperti industri minyak kedelai, kacang tanah, minyak kelapa.
Kelapa sawit memang tidak salah menjadi pilihan pengembangan komoditi penghasil minyak yang diandalkan, sebab produktifitasnya yang sangat tinggi dibanding dengan komoditas penghasil minyak lainnya. Kelapa sawit ternyata memiliki berbagai keunggulan ekonomi yang cukup tinggi dan dengan dampak ekonomi yang sangat luas. Tabel di bawah ini membandingkan potensi produktivitas minyak nabati dari beberapa jenis tanaman dengan kelapa sawit.
Jenis tanaman -------------Produktifitas (kg/hektar/tahun)
Kelapa Sawit (+ inti) -------2.500 – 5.000 (sampai 6.000)
Kelapa --------------------- 600 – 1.500
Zaitun --------------------- 500 – 1.000
Jarak Pagar ---------------1.000 – 3.000
Bijan/ Wijen --------------- 340 – 1.000
Kacang tanah -------------- 340 – 440
Kedelai -------------------- 230 – 400
Rape ---------------------- 300 – 600
Safflower ------------------ 550 – 800
Bunga matahari ----------- 280 – 700
Dari tabel di atas terlihat kelapa sawit memiliki produktifitas paling tinggi diantara tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Oleh karena itu pantas kalau dulu menjadi andalan pilihan komoditas perkebunan yang mengalahkan jenis tanaman lainnya. Demikian juga dalam era bioenergi sekarang ini, kelapa sawit memiliki potensi untuk bahan baku biodiesel yang cukup besar. Bahkan pilihan kepada kelapa sawit ini juga didasari karena indutri hulunya yang sangat luas yaitu industri oleo pangan, oleo kimia, industri barang jadi sampai dengan industri bioenergi.
Sebenarnya produk kelapa sawit sangat fleksibel pada industri hilirnya. Namun sayang, di Indonesia industri hilir kelapa sawit masih belum sehebat hasil CPOnya, sehingga nilai tambahnya belum sehebat yang dirasakan oleh negeri tetangga kita, meskipun jumlah produksi CPOnya sama atau bahkan sudah lebih besar. Inilah yang mungkin menyebabkan gonjang-ganjing harga terjadi. CPO adalah barang ekspor untuk bahan mentah untuk berbagai industri hilir di luar negeri. Indonesia sangat terpengaruh oleh keadaan industri pengolahan CPO di luar negeri, krisis ekonomi menyebabkan permintaan CPO menurun drastis, maka berakibat pada harga CPO yang merosot tajam.
Barangkali kondisi gejolak harga tidak akan terlalu parah seandainya CPO itu lebih banyak diolah di dalam negeri. Tumbuhnya industri besar dan industri menengah dan kecil di bidang pengolahan TBS dan CPO (industri Oleo pangan, Oleo Industri, Industri berbahan baku oleo kelapa sawit sampai dengan industri bio energi), akan mengungkit produktifitas dan aktifitas ekonomi riil yang berdampak sangat luas. Namun sayang keadaan itu belum seluruhnya terjadi di daerah-daerah penghasil minyak kelapa sawit di Indonesia. Harusnya palm oil cluster industry muncul di mana-mana sentra perkebunan kelapa sawit itu berada.
Belajar dari kekurangan-kekurangan pada program pengembangan komoditi kelapa sawit di atas, menjadi pelajaran untuk program pengembangan Aren di berbagai daerah se Indonesia. Artinya Aren cluster industry harus menyatu dalam pengembangan perkebunan Aren. Dalam sekala kecil pun seharusnya kita juga mengarahkan perkebunan Aren berkembang diiringi dengan industri pengolahan Aren terpadu. Harus ada alur proses dan alur kemitraan dari perkebunan yang dikelola masyarakat, pekebun kecil dan menengah dengan industri pengolahan yang berskala kecil, menengah sampai besar.
Justru disinilah peran pemerintah di Pusat sampai di daerah-daerah, yaitu memayungi seluruh stake holder dalam skema kebersamaa dalam menghadapi situasi pasar global. Jangan sampai terjadi, bahwa pemerintah daerah sampai pusat malah yang membuat kesalahan-kesalahan yang menyebabkan iklim investasi komoditas dengan regulasi-regulasi yang kontra produktif.
Bagaimana peran dan potensi Aren?
Di beberapa tulisan terdahulu potensi ekonomi Aren sudah banyak ditulis, bahkan potensinya dapat mengungguli berbagai komoditi sejenis lainnya, bahkan mengungguli komoditi kelapa sawit. Kelapa sawit bisa jadi paling unggul dibandingkan komoditi sejenisnya (seperti tabel di atas). Namun bagaimana kalau dibandingkan dengan Aren? Mari kita hitung dimana keunggulan-keunggulan potensial dari Aren dibandingkan kelapa sawit.
Tabel jenis komoditi, hasil olahan, produktifitas (per hektar per tahun) dan nilai devisa yang dihasilkan.
Komoditi ---------Hasil Olahan --Provitas (/ha/th) --Harga (Rp/kg) --Nilai (Rp/ha/th)
Kelapa Sawit -----TBS ------------15 – 25 ton ------------1.000 -------------15 – 25 juta
----------------------------------------------------------------- 750 --------------11,25 – 18,75 juta
------------------------------------------------------------------500 --------------7,5 – 12,5 juta
----------------------CPO ------------3 – 5 ton --------------6.000 -------------18 – 30 juta
----------------------------------------------------------------4.000 -------------12 – 20 juta
----------------------------------------------------------------3.000 --------------9 - 15 juta
----------------------------------------------------------------2.000 --------------6 - 10 juta
--------------------Biodiesel --------3 – 5 ton -------------4.000 -------------12 – 20 juta
----------------------------------------------------------------5.000 -------------15 – 25 juta
----------------------------------------------------------------6.000 -------------18 – 30 juta
Aren -------------Gula Aren -------36 – 72 ton ----------4.000 -------------124 – 248 juta
------------------(Gula Putih) ----------------------------- 5.000 -------------180 – 360 juta
---------------------------------------------------------------- 8.000 ------------248 - 496 juta
---------------------------------------------------------------10.000 ------------360 – 720 juta
------------------Bioethanol -------21,6 – 43,2 ton ------- 6.000 ------------129,6 – 259,2 juta
---------------------------------------------------------------- 8.000 ------------172,8 – 345,6 juta
--------------------------------------------------------------- 10.000 ----------- 216 - 432 juta
--------------------------------------------------------------- 12.000 ----------- 259,2 – 518,4 juta
Di lihat dari estimasi potensi hasil devisa dari tabel di atas, maka pada hitungan yang paling rendah di Aren dibandingkan yang paling tinggi di kelapa sawit, keunggulan Aren masih jauh lebih besar. Potensi hasil nilai rupiah kelapa sawit tertinggi adalah Rp 30 juta/ha/tahun, sedangkan Aren pada nilai terendah Rp 124 juta/ha/tahun. Bisa dikatakan perbandingan nilainya adalah 1 berbanding 4, kelapa sawit 1 dan Aren 4. Jadi Aren punya potensi ekonomi paling rendah adalah 4 kali lipatnya kelapa sawit. Kalau dibandingkan dengan nilai tertinggi Aren yang mencapai Rp 518 juta, maka angka perbandingannya menjadi 1 : 17, artinya keunggulan Aren adalah 17 kali lipatnya kelapa sawit.
Angka-angka di atas masih bisa disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi sebenarnya, artinya fluktuasi nilai kelipatan itu bisa sangat bervariasi. Silakan disesuaikan dengan angka-angka asumsi yang berlaku pada keadaan lainnya. Namun yang jelas prospek Aren terbukti masih lebih unggul dinilai dari potensi hasil dengan asumsi-asumsi sementara yang terjadi sekarang ini. Tetapi bagaimana kalau kondisinya sudah berubah.
Pada saat Aren sudah berkembang dengan pesatnya nanti, mungkin pada hitungan 10 sampai 15 tahun lagi, pada saat perkebunan Aren sudah mencapai puluhan ribu bahkan ratusan ribu hektar. Nanti komoditi Aren akan bersaing dengan komoditi lain di pasar dunia. Industri gula dunia akan mengalami pergolakan dan dinamika yang cukup hebat. Aren sebagai komoditi penghasil gula paling potensial akan bersaing dengan komoditi tebu, jagung, bit, ubi-ubian, sorgum, dll.
Gula dari Aren akan bersaing dengan gula dari tebu, gula dari jagung, dari bit, gula dari ubi-ubian dan sorgum. Dalam kancah persaingan yang ketat, maka faktor efesiensi dan komparasi nilai lebih suatu produk akan membantu kekuatan dalam persaingan. Campur tangan politik global juga akan mewarnai kompetisi ini, namun pemenangnya pasti yang mempunyai keunggulan komparatif di berbagai hal. Oleh karena itu skema pengembangan Aren harus juga memberi trend kepada arah keunggulan komparatif itu. Artinya semua pihak yang terlibat (seluruh stake holder) pada komoditi Aren ini harus bersatu padu untuk membangun keunggulan komparatif ini.
Artinya pengembangan Aren dari awalnya haruslah dikontrol sedemikian rupa agar tetap dalam skema kerja pengembangan dan pembangunan yang mengarah pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif secara global. Seandainya nanti akan terjadi tsunami ekonomi global, dengan berbagai keunggulannya bisnis Aren tidak akan terpuruk seperti keadaan bisnis kelapa sawit sekarang ini. Oleh karenanya Dewan Aren Nasional diharapkan bisa menjadi lokomotif penggerak pengembangan Aren menuju keunggulannya.
Bagaimana menurut Anda?
Terima kasih atas infonya....
BalasHapusSemoga sukses.....