Krisis energy nasional dan Potensi satu liter Bioethanol dari setiap pohon Aren
Oleh : Ir. H. Dian KusumantoAkhir-akhir ini ramai lagi dibicarakan tentang rencana pemerintah yang akan menaikan harga BBM mulai 1 April nanti. Rencana itu kelihatannya sudah bulat dan malah sudah disetujui oleh sebagian anggota DPR. Beberapa ahli keuangan kita juga sudah memaklumi rencana kenaikan harga BBM itu. Namun banyak kalangan termasuk mahasiswa dan masyarakat kalangan bawah berusaha menolak dengan keras rencana kenaikan harga BBM itu.
Tapi memang begitulah adanya kita ini, mengatasi masalah-masalah yang terus menerus akan menjadi ramai dan bahkan buang-buang energy juga, sedangkan masalah mendasarnya justru sangat sedikit dibahas dan bahkan tidak pernah serius. Memang blue print kebijakan energy nasional sudah dicanangkan sejak tahun 2006 yang lalu, tetapi itu hanya menjadi mimpi di siang bolong yang kemudian kita lupa lagi. Hanya ibarat panas panas tahi ayam saja, sekarang keluar siang sudah dingin lagi.
Krisis energy nasional
Krisis energy nasional ini akan terus berulang jika kita tidak berusaha sungguh-sungguh untuk mengatasinya secara mendasar dari penyebab krisis itu sendiri. Semua orang tahu bahwa krisis energy ini terjadi karena Indonesia hanya mengandalkan BBM yang bersumber dari minyak bumi. Potensi minyak bumi yang berasal dari perut bumi itu ada batasnya dan akan semakin habis, namun kita terus mengeksploitasinya terus menerus dan habis-habisan. Kini cadangan minyak bumi itu semakin tipis saja. Celakanya lagi, kita tidak sepenuhnya dapat mengendalikannya, karena teknologi tidak sepenuhnya pula kita kuasai, kita sangat tergantung dari luar. Sedih memang!!
Harusnya kita tidak perlu berlarut-larut dengan krisis energy yang berkepanjangan seperti ini. Dan seharusnya dengan akal yang sehat dan dengan pandangan jauh menatap ke depan kita berusaha mengatasi masalah ini dengan serius dan sungguh-sungguh. Potensi sumber daya alam yang melimpah ditunjang potensi sumberdaya manusianya yang sangat hebat ini menjadi kekuatan kita untuk mengatasi krisis yang berkepanjangan ini.
Aren menjadi alternative yang paling masuk akal
Kita sudah tahu bahwa Nira Aren yang dihasilkan oleh pohon Aren itu bias dikelola menjadi aneka macam produk seperti minuman segar, gula cair, gula cetak, gula serbuk bahkan juga gula pasir yang putih. Kita juga sudah paham bahwa Nira Aren juga bias dijadikan tuak, saguer, balok, cap tikus dan juga alcohol serta bioethanol. Bahkan kita juga sudah tahu bahwa produksi nira dari pohon Aren adalah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan pohon-pohon lain yang sama-sama menghasilkan nira yang manis itu.
Setiap Pohon Aren bisa menghasilkan 10 liter, 15 liter, 20 liter bahkan sampai 40 liter nira dalam setiap harinya. Sedangkan tanaman lain tidak sebanyak itu, Pohon Kelapa hanya menghasilkan nira antara 3-5 liter per hari, Pohon Lontar atau Siwalan juga sekitar 3-5 liter per hari, Pohon Nipah malah lebih sedikit lagi hanya sekitar 0,5-1 liter per hari. Bahkan pohon Maple yang banyak di Negara Canada dan Kawasan Amerika Utara itu juga hanya menghasilkan nira yang tidak terlalu banyak dan bahkan kadar gula niranya Maple juga hanya 2%.
Nira pohon Aren seperti juga nira Kelapa dan Siwalan mengadung gula yang lumayan tinggi antara 10-17 %. Oleh karena itu Nira Aren, Kelapa dan Siwalan berpotensi besar untuk dikelola menjadi Biofuel, dalam hal ini adalah Bioethanol. Menurut beberapa penelitian untuk membuat 1 liter Bioethanol FGA (full grade alcohol) dengan kadar 99,5% itu dapat dibual dari antara 12-15 liter Nira Aren. Jadi kalau setiap pohon Aren bisa menghasilkan antara 12-15 liter nira setiap hari, maka artinya setiap pohon Aren juga berpotensi menghasilkan Bioethanol 1 liter setiap harinya atau 360 liter dalam setiap tahunnya.
Bioethanol adalah alternative bahan bakar nabati yang bisa mengganti atau mensubstitusi kebutuhan BBM seperti Premium (Bensin) dan Minak Tanah. Kita tahu bahwa produksi BBM nasional per tahun sekitar 44,5 juta kiloliter, sedangkan konsumsi sekitar 62,3 kiloliter. Dengan demikian diperkirakan ada defisit sekitar 17,8 juta kiloliter yang harus diimpor. Saat ini masih diperlukan impor premium sebesar 12 juta kiloliter dan solar sebesar 3 juta kiloliter per tahun, dan angka itu akan cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan laju konsumsi BBM. Angka tadi menunjukkan bahwa kebutuhan premium lebih besar dari pada solar yaitu empat kali lipatnya. Sedangkan minyak tanah kebutuhannya “hanya” sekitar 12% dari Solar atau sebesar 3% dari kebutuhan Premium.
Jika Bioethanol diproyeksi untuk mensubstitusi Premium dan Minyak Tanah maka kita sebenarnya dapat mengandalkanya dari potensi Pohon Aren ini. Seandainya kita ingin mensubstitusi impor Premium sebesar 12 juta kilo liter atau 12 milyar liter per tahun (atau 33 juta liter per hari) itu dengan mengandalkan Pohon Aren, maka akan diperlukan pohon Aren sebanyak 33 juta pohon Aren yang produktif. Kalau setiap hektar bisa ditanam 200 pohon maka 33 juta pohon itu akan ditanam dengan luasan kebun Aren seluas 167.000 hektar.
Dengan asumsi ini maka untuk mensubstitusi impor premium sebanak 12 juta kilo liter per tahun kita bisa mengandalkan 167.000 hektar kebun Aren yang produktif.
Namun sebenarnya angka impor itu hanya sekitar seperempat atau gampangnya sekitar 25% dari kebutuhan nasional kita. Artinya jika kita ingin mengganti secara keseluruhan kebutuhan Premium dengan Bioethanol dari Pohon Aren maka kta perlu membangun kebun Aren seluas empat kali dari 167.000 hektar, yaitu seluas 668.000 hektar. Angka ini tidak sampai satu juta hektar, hanya 668 ribu hektar saja!
Apa potensi kita ada? Maka jawabnya kita semua juga tahu : Ada!
Terus apa yang belum ada? Maka jawabnya kita juga sudah tahu : Niat yang bulat itu yang belum ada!
Bagaimana menurut Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas komentar Anda.