......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Kamis, 29 Juli 2010

M. Azlan Petani Aren dari Ambalat











M. Azlan Petani Aren dari Ambalat



M. Azlan adalah seorang pembuat gula aren di Dusun Maspul Desa Aji Kuning Kecamatan Sebatik Barat, Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur, Kawasan Desa Aji Kuning ini merupakan kawasan yang dekat sekali dengan garis perbatasan Negara antara RI dan Malaysia, dekat sekali dengan Kawasan Ambalat. Pulau Sebatik sendiri sebagian ikut Malaysia dan sebagian masuk wilayah Indonesia.

Pacci Dalle begitulah biasanya di panggil. Pacci Dalle adalah generasi kedua di keluarganya yang membuat gula setelah Bapaknya yaitu Almarhum Baco.
Kebiasaan membuat Gula dari penyadapan nira pohon Aren ini telah terbawa dari tanah kelahirannya di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Kebiasaan ini ternyata terbawa hingga Bapak Aco merantau ke Pulau Sebatik yang sekarang masuk wilayah Kabupaten Nunukan ini. Namun demikian memanjat pohon Aren dan membuat gula aren merupakan pekerjaan sampingan setelah penghasilan utama yaitu berkebun Kakao atau tanaman Cokelat. Meski sebagai pekerjaan sampingan membuat gula aren ini ternyata cukup membantu perekonomian keluarga.

Pacci Dalle memiliki pohon Aren kurang lebih 20 pohon. Setiap pohon Aren yang terdapat di dalam kebunnya akan mengeluarkan cairan nira aren dapat dihasilkan hampir setiap hari, namun hasil sadapan nira biasanya bervariasi tergantung dari kualitas pohon arennya. Cairan nira aren bisa didapat dari setiap pohon antara 5 sampai 40 liter/ pohon, tetapi bisa juga tidak ada sama sekali. Namun kebanyakan pohon Aren menghasilkan nira aren antara 5-10 liter/ pohon sekali sadap, sedangkan dalam satu hari dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sadap, yaitu pagi dan sore atau petang.

Maka dalam sehari Pacci Dalle ini dapat menyadap antara 10 sampai 20 liter nira Aren per pohon. Nira Aren yang sudah dikumpulkan semuanya dimasak untuk dijadikan Gula Aren. Dari setiap 10 liter cairan nira aren jika dimasak dan diolah menjadi Gula Aren bisa didapatkan 5 biji gula aren, dan dalam penjualannya setiap 2 biji gula dikemas menjadi satu bungkus. Jadi kalau 5 biji maka akan dikemas menjadi 2,5 bungkus. Adapun berat sebungkus Gula Aren ini bervariasi, namun rata-rata berisi sekitar 8 ons atau 0,8 kg.

Untuk harga satu bungkusnya (yang terdiri dari 2 biji) di kebun sudah dihargai yaitu 2.00 RM (Ringgit Malaysia). Jadi untuk penghasilan per hari per pohon aren akan menghasilkan gula Aren senilai antara 5.00 – 10.00 RM atau kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp 14.000 – Rp 28.000 per pohon per hari. Jadi seandainya 20 pohon ini dikelola semua dan menghasilkan nira setiap hari, maka potensi pendapatan Bapak M. Azlan ini bisa mencapai antara Rp 280.000 sampai Rp 560.000 per hari.

Menurut Pacci Dalle kalau gula aren ini betul-betul dikembangkan hasilnya akan sangat memuaskan. Jika lahan se hektar dijadikan kebun Aren dengan populasi 200 pohon, potensi pendapatan yang akan diperoleh itu sekitar Rp 2,8 sampai Rp 5,6 juta per hari.
Kalau demikian maka sebenarnya Aren dapat menjadi harapan baru yang jauh lebih menguntungkan dari pada Kelapa Sawit, Kakao dan lain-lain.

Sekian...........................................
Hasil wawancara Syamsul Daris (PPL Desa Ajikuning) dengan Pacci Dalle pada tanggal 5 oktober 2009 di Maspul, Desa Ajikuning, Kecamatan Sebatik Barat Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur.

Rabu, 28 Juli 2010

Potensi AREN untuk kesejahteraan rakyat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan


Potensi AREN untuk kesejahteraan rakyat di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST)  Kalimantan Selatan

(Antara/Ekonomi)

Seluas 667,5 hektare lahan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan sangat potensial untuk pengembangan tanaman aren.  Menurut Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan (Dipertabun) Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), H Sofyan di Barabai, Senin luasan lahan itu tersebar diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten tersebut.

"Dari 11 kecamatan yang ada di HST, seluruhnya memiliki lahan yang potensial sebagai pengembangan pohon aren dengan luasan yang berbeda," ujarnya di ibu kota HST itu.
Dari 11 kecamatan yang ada tercatat lahan terluas yang potensial untuk pengembangan pohon aren terletak di Kecamatan Batang Alai Timur (BAT), yaitu seluas 130 ha.


Sedang lahan yang terkecil di Kecamatan Batang Alai Utara, yaitu hanya seluas tiga hektare.
Sembilan kecamatan lain seperti Pandawan, Labuan Amas Utara (LAU) Limpasu, Haruyan, Labuan Amas Selatan (LAS), Barabai, Hantakan dan Batu Benawa masing-masing memiliki lahan potensial seluas 24 ha, 20 ha, 25 ha, 100 ha, 20 ha, 8 ha, 120 ha, 55 ha dan 50 ha.

Pohon aren merupakan tanaman yang mengandung banyak manfaat bagi masyarakat di HST, karena semua bagian dari tanaman itu dapat digunakan.  Mayoritas penduduk HST menggunakan pohon aren sebagai bahan baku pengolahan gula merah yang didapat dari hasil penyulingan nira dari pohon tersebut.

Selain itu, daun pohon aren dapat diolah menjadi atap, yang oleh masyarakat setempat disebut dengan istilah atap Rumbia, untuk kemudian dijual dengan harga antara Rp250 hingga Rp350 per satuannya.   Bukan hanya nira dan daunnya yang dapat diolah menjadi produk menghasilkan, para peternak itik di HST juga menggunakan parutan batang pohon aren sebagai campuran pakan ternak mereka.

Di HST, tepatnya di Desa Panggung, Kecamatan Haruyan merupakan sentra kerajinan sapu yang bahan bakunya berasal dan didapat dari serabut pohon aren.
Karena itulah, tahun 2008 lalu tercatat masyarakat dari Desa Panggung pernah mengajukan permohonan permintaan bibit unggul pohon aren kepada Dipertabun HST.

"Saat itu permintaan masyarakat telah kita penuhi dan bibit yang diberikan ditanam mereka untuk pemenuhan kebutuhan akan serabut pohon aren sebagai bahan baku pembuatan sapu," tambahnya.

Selain berdasarkan permintaan dari masyarakat, pihak Dipertabun juga melakukan penanaman pohon aren di beberapa wilayah yang rawan terjadi abrasi.   Manfaat pohon aren yang sangat banyak dan menghasilkan bagi masyarakat, membuat harganya sangat tinggi.  Namun sayangnya, tipikal pohon aren yang hanya dapat tumbuh pada kondisi lahan tertentu membuat tanaman tersebut sulit untuk dikembangkan.

Sumber : http://kalsel.antaranews.com/berita/192/potensi-pohon-aren


Minggu, 25 Juli 2010

Warga Jateng Diimbau Tanam Pohon Aren

Warga Jateng Diimbau Tanam Pohon Aren

(30 Maret 2010,  Ferdinand,  ANTARA/Saiful Bahri/SOLO/MI)

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengimbau warganya untuk menanam pohon aren. Selain bermanfaat menyerap air, pohon itu juga dapat memberikan manfaat ekonomi.  Imbauan itu disampaikannya kepada bupati dan wali kota serta para camat se-Solo Raya yang hadir dalam acara Forum Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan di Balai Kota Solo, Selasa (30/3). 

 "Tanaman aren itu banyak manfaatnya. Arennya untuk bahan gula, buahnya untuk bahan minuman, daunya untuk sapu lidi, serabutnya untuk sikat, akarnya sebagai penahan tanah," kata Bibit.  Bila setiap orang bisa menanam satu pohon aren saja, ujarnya, hasilnya akan sangat luar biasa. Apalagi saat ini pasar buah aren yang dikenal dengan nama kolang-kaling sedang terbuka lebar, salah satunya di Cina.

Negara tirai bambu itu membutuhkan ratusan ribu ton kolang-kaling setiap bulan. Namun yang bisa dipenuhi oleh petani Jawa Tengah saat ini baru sekitar 20%. Hal tersebut, menurut Bibit, merupakan sebuah peluang yang sangat sayang untuk dilewatkan. Karena itulah ia mengimbau agar bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.   Disamping manfaat ekonomi, gerakan satu pohon satu orang juga akan berdampak positif bagi pelestarian lingkungan. Apalagi di tengah ancaman perubahan iklim yang sudah didepan mata saat ini. 













"Sekarang kita sedang menghadapi cuaca ekstrim, banjir, longsor, terjadi di mana-mana. Alam akan semakin ganas kalau kita tidak cinta alam. Saya meminta bupati dan wali kota menggerakan itu," tegasnya. (FR/OL-01)

 Sumber  :  http://www.mediaindonesia.com/read/2010/03/03/132833/124/101/Warga-Jateng-Diimbau-Tanam-Pohon-Aren

Kamis, 15 Juli 2010

MENGHEMAT BIAYA PROSESING GULA DENGAN TEKNOLOGI MEMBRAN









MENGHEMAT BIAYA PROSESING GULA DENGAN TEKNOLOGI MEMBRAN

Oleh : Dian Kusumanto

Minggu malam tanggal 4 Juli yang lalu saya berhasil kontak dengan Dr. Ir. I Gede Wenten, seorang ahli membrane kelas dunia yang dimiliki Indonesia. Kontak lewat telepon itu saya manfaatkan untuk berkonsultasi tentang kemungkinan penerapan teknologi membrane untuk pengolahan Nira Aren menjadi Gula Aren. Beliau sangat respon dengan antusiasme penulis akan teknologi yang diyakini akan membangkitkan optimisme baru dalam industry Gula Aren di negeri ini.

Saya menanyakan kepada Beliau kira-kira kemampuan Alat RO dapat mengurangi kandungan air murni dari Nira Aren, maka beliau menjawab hingga kadar Gula dari Nira mencapai 30 %. Lalu saya juga menanyakan tentang harga Alat RO dengan kapasitas 1000 sampai 2000 liter per hari yang sudah bisa dirakit di Indonesia sendiri, yaitu tepatnya di Bandung dengan harga sekitar Rp 40 juta. Alat ini umur ekonomisnya bisa mencapai 5 tahun atau lebih. Adapun tentang Cartridge Membrane beliau mengatakan perlu diganti sekitar setahun sekali dengan biaya sekitar Rp 2,5 sampai Rp 3 juta per unit.

Nira asal dengan kadar gula 10-12 % akan diolah dengan alat RO yang dijalankan dengan tenaga listrik, karena dalam alat RO ini ada pompa bertekanan tertentu yang menekan masa larutan nira ini melewati atau menembus membrane. Namun karena nira terdiri dari gula dan air murni, maka yang bisa melewati (flush) membrane adalah hanya sebagian air saja, sedangkan gula tidak bisa menerobos membrane atau tertolak (rejection). Dengan demikian nira menjadi kental , menurut Dr. Ir. I Gede Wenten, yaitu sampai nira berkadar gula sekitar 30 %. Artinya ada sekitar 60% dari volume awal nira yang berasal dari masa air murni yang dipisahkan dari Nira, maka Nira menjadi lebih kental.

Kita patut berterima kasih dengan para Peneliti seperti Dr. Ir. I Gede Wenten ini, yang telah menghasilkan penemuan yang sangat berarti bagi Industri Gula pada umumnya, dan para perajin Gula Aren khususnya, karena teknologi ini akan dapat secara revolusioner merubah paradigma Industri Gula yang lebih hemat, efisien, berkualitas dan berdaya saing di masa datang.

Para Ahli dan Peneliti teknologi membrane yang lain juga sudah banyak yang memperhatikan pengolahan Nira. Para ahli telah melakukan penelitian tentang penggunaan membran untuk pemisahan nira dengan hasil sebagai berikut : 

1. Pengotor-pengotor non gula dengan berat molekul rendah dan air dapat terpisahkan dari gula (Zanto, dkk).
2. Menghasilakan juice dengan kemurnian yang tinggi, intensitas warna yang rendah serta bebas pati dan partikel-partikel yang tidak mudah terlarut (Kishihara, dkk).
3. Mampu mereduksi 67% zat warna dan 47% partikel non gula, penurunan viskositas 20% (Day).
4. Campuran nira dan larutan kapur dingin hasil defekasi sangat efisien dipisahkan dengan ultrafikasi pada pH 7,2 (Madsen).

Secara hitungan ekonomis bisa kita bandingkan begitu sangat efisiennya teknologi membrane ini untuk mengolah Nira Aren menjadi Gula Aren yang berkualitas. Penulis mencoba menghitung dengan asumsi-asumsi yang sudah pernah disampaikan sebelumnya, yaitu sebagai berikut.
Biaya pengolahan Nira secara tradisional yang menggunakan tungku ala kadarnya dengan bahan bakar kayu limbah untuk mengolah 1000 liter Nira, kurang lebih sebagai berikut :
1. Kayu Bakar sebanyak 1 truk (4 ton) Rp 375.000,- - Rp 400.000,-
2. Tenaga kerja 5 HOK @ Rp 40.000 = Rp 200.000,-
3. Biaya penyusutan tungku, wajan, alat-alat masak, dll. (Sengaja tidak dihitung).
4. Jumlah biaya sekitar Rp 600.000 per 1000 liter Nira, atau Rp 600 per liter.
5. Jika 5 liter Nira bisa diolah menjadi 1 kg Gula, maka biaya pemasakan dengan cara tradisional mencapai : Rp 600/liter x 5 liter/kg = Rp 3.000 /kg gula.

Pemekatan nira ditujukan untuk meningkatkan konsentrasi nira dari 13-16 Bx menjadi 55-65 Bx agar gula dapat dikristalkan yang biasa dilakukan dengan menguapkan sebagian besar air yang ada pada nira pada tekanan hampa dan temperatur rendah. RO merupakan proses berbasis membran dengan gaya dorong tekanan, biasa digunakan untuk pemisahan zat terlarut dari pelarutnya dengan memberikan tekanan di atas tekanan osmotiknya. 


Dari kajian yang telah dilakukan, aplikasi teknologi RO untuk peningkatan konsentrasi 20 Bx dapat mengurangi beban evaporasi sekitas 50% sehingga konsumsi energi dapat ditekan. Selain itu beberapa keuntungan lain penggunaan RO adalah :

1. Kebutuhan energi rendah karena tidak terjadi perubahan fase. 

2. Temperatur operasi rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan gula.

3. Perancangan sistem sederhana.

Sedangkan perkiraan biaya pengolahan Nira dengan menggunakan membrane filtrasi dan Pan Evaporator untuk pengolahan lebih lanjut terhadap 1000 liter nira, adalah sebagai berikut :

1. Biaya penyusutan alat RO dan membrane Rp 45 juta selama 5 tahun dan Cartride Membrane Rp 3 juta pertahun untuk kapasitas 300 hari x 1.000 liter nira/hari. Jadi unit cost alat RO = Rp 45 juta : 5 tahun : 300 hari/tahun = Rp 30.000 per hari, sedangkan untuk cartride membrane = Rp 3 juta : 1 tahun : 300 hari/tahun = Rp 10.000, jadi jumlah penyusutan sekitar Rp 40.000 per hari/ 1000 liter atau Rp 40/ liter nira. Biaya untuk Alat RO ini bisa mengurangi air murni dari nira hingga nira lebih kental dan berkadar gula 30 % atau berkadar air 70%.
2. Biaya pemasakan menggunakan Pan Evaporator yang hemat bahan bakar hingga menjadi Gula Kental yang siap dicetak atau diserbukkan sekitar 20% dari 4 ton kayu, atau sekitar 0,8 ton kayu dengan nilai sekitar Rp 80.000/hari/1000 liter nira, atau dengan unit cost sekitar Rp 80 per liter Nira. Sedangkan penyusutan untuk Pan Evaporatornya sendiri dihitung dengan harga sekitar Rp 30 juta selama umur ekonomis sekitar 5 tahun, yaitu Rp 6 juta per tahun atau sekitar Rp 20.000 per hari, atau dengan unit cost Rp 20 per liter nira. Jumlah unit cost bahan bakar dan alat Pan Evaporatornya menjadi Rp 100 per liter nira.
3. Tenaga kerja untuk alat RO dan Pan Evaporator 1 HOK @ Rp 75.000 = Rp 75.000 per hari/1000 liter nira, atau dengan unit cost Rp 75 per liter nira.
4. Tenaga listrik untuk pengoperasian alat RO dan yang lainnya sekitar Rp 450.000 per bulan atau Rp 15.000 per hari atau dengan unit cost Rp 15 per liter nira.
5. Jumlah biaya pemasakan menjadi sekitar Rp 230 per liter Nira.
6. Jika 5 liter Nira bisa diolah menjadi 1 kg Gula, maka biaya pemasakan dengan cara teknologi membrane dan Pan Evaporator Rp 230/liter x 5 liter/kg = Rp 1.150 /kg gula.

Sedangkan secara kualitas maka hasil produksi dengan alat RO ini akan lebih bersih, lebih cerah warnanya, lebih menarik, lebih hiegenis, dst. Maka akan dapat dengan mudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) bahkan standard dunia alias berkualitas ekspor. Dengan demikian nila harga juga akan mampu menembus harga yang lebih tinggi seperti produk serupa yang sudah beredar di pasaran dunia. Beberapa jenis palm sugar (Gula Palem) seperti Gula Kelapa Organik dari Big Tree Farm, atau Sweet Tree atau Gula Siwalan Organik dari Kamboja dibandrol dengan harga sekitar 9 US$ untuk 240 gram atau sekitar 36 US$ untuk 1 kilogram, jika dirupiahkan menjadi sekitar Rp 360.000 per kilogram.

Bagaimana pendapat Anda?

Jumat, 02 Juli 2010

Mengurangi kandungan air dari Nira Aren dengan Teknologi Membran dan Reverse Osmosis

Nira mengalir terus menerus dari pohon melalui pipa-pipa hingga ke tempat penampungan Nira Akhir di Pabrik

Pemanasan awal Nira di Pan Evaporator

Pemasakan Nira yang sudah kental (setelah melalui alat RO) di Pan Evaporator hingga menjadi Syrup dengan kadar Gula (Brix) mencapai sekitar 66 %.

Dapur Pemasakan yang sangat bersih sehingga produk hasil pengolahannya bermutu sangat baik, bersih dan hiegenis, sangat layak ke pasar Super Market dan Pasar Ekspor.

Alat ini berfungsi untuk pemompa nira agar apabila jaringan pipa tidak bisa mengandalkan gaya gravitasi, maka nira tetap akan mengalir menuju penampungan akhir dan sekaligus pengolahan Nira selanjutnya.


Alat RO untuk Nira dari pohon Maple (Maple saccharrum)  di Canada dan Amerika Bagian Utara.  Sekarang hampir setiap perajin di Canada sudah memiliki alat RO ini.


Alat RO untuk mengeluarkan massa air murni dari Nira Maple di Canada


Mengurangi kandungan air  dari Nira Aren dengan Teknologi  Membran dan Reverse Osmosis

Oleh : Dian Kusumanto


Mengolah  Nira menjadi Gula adalah tujuan utama dari perkebunan Aren.   Namun untuk mengolah Nira menjadi Gula Aren Cetak, para perajin tradisional memerlukan bahan bakar berupa kayu bakar yang sangat banyak untuk memasaknya.   Memasak Nira sebenarnya bertujuan untuk  menguapkan air dari Niranya.   Nira yang terdiri dari Gula dan Air, akan semakin mengental pada saat dimasak,  karena air dalam nira berkurang sedangkan kadar Gula semakin meningkat.    

Selama ini,  untuk mengurang kadar air Nira dilakukan dengan cara mendidihkan air, yaitu dengan memasak nira pada suhu yang tinggi dengan waktu yang lama.  Air mulai mendidih pada suhu 100 derajat Celcius,  air akan berubah menjadi uap air yang panas, dan uap air yang panas akan naik ke atas karena memiliki masa jenis yang sangat ringan.   Untuk menguapkan massa air yang sangat banyak maka memerlukan energy panas yang sangat besar dan diekspose dengan waktu yang lama.

Untuk mendidihkan Nira biasanya dilakukan dengan memanaskan Nira di atas wadah logam atau keramik.  Wadah  atau  “Pan” tempat  memanaskan, mendidihkan,  menguapkan Nira sering disebut dengan “Pan Evaporator”.   Wadah  ditaruh di atas tungku, atau pemanas yang terbuat dari tanah liat, batu atau dari logam.  Pada umumnya petani atau perajin Gula Aren menggunakan Dapur tanah liat dengan bahan bakar kayu.

Sistem Tungku dan Wadah Masak Nira yang lazim digunakan, antara lain :

  •     Sistem Tungku Tanah Liat dengan Kuali Tanah Liat
  •     Sistem Tungku Tanah Liat dengan Wadah Logam (Wajan)
  •     Sistem Tungku Tanah Liat dengan Wadah Masak dari Drum bekas
  •     Sistem Tungku Semen dengan Wajan Besar dari Logam
  •     Sistem Tungku Semen dengan Wadah Nira Drum Bekas
  •     Sistem Tungku Semen dengan Wadah masak Nira Stainlees Still
  •     Sistem Tungku Tertutup berbahan Semen dan atau Logam dengan Wadah masak Nira Logam/ stainless still.

Sistem dehidrasi Nira (pengurangan air nira)  dengan tungku daan wadah terbuka ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

 Kelebihannya adalah :

 

Kekurangannya :


  •   Biaya pembuatan (investasi)nya murah.
  •   Tidak perlu keahlian khusus dalam pembuatannya.
  •   Bahan-bahan biasanya mudah didapat,  tanah liat, bata semen, drum wajan, wadah keramik  mudah diperoleh.
  • Mudah dioperasikan oleh siapa saja, tinggal mengaduk terus menerus.

 

  •   Boros bahan bakar, memerlukan bahan bakar yang sangat banyak (4-5 kg kayu per 1 liter Nira).
  •   Memasak Nira memerlukan waktu yang lama (5-6 jam). 
  •   Kualitas Gulanya sangat bervariasi tergantung pengalaman si pemasaknya.
  •   Dapur atau tempat masaknya biasanya kotor, penuh jelaga hitam dan kurang hiegenis.  Biasanya dapur dibuat  di tengah-tengah kebun yang agak jauh dari pemukiman.
  •   Biaya operasional  (unit cost) menjadi sangat mahal, namun biasanya tidak disadari.
  •   Kurang efisien, tenaga kerja yang diperlukan banyak.  Seorang perajin biasanya hanya memiliki kemampuan mengolah Gula jadi sekitar 20-50 kg sehari.
  •   Kapasitas pengolahannya sangat terbatas.

Beberapa kemajuan system  tungku  dalam pengolahan Nira menjadi Gula  dapat kita lihat di Canada dan Amerika Utara, yaitu dalam industry Maple Syrup.    Maple (Maple Saccharrum)  adalah satu jenis pohon yang bisa mengeluarkan  Nira  (air yang mengandung Gula) yang banyak tumbuh di Canada dan Amerika Utara.    Perkembangan teknologi pengolahan Nira menjadi Gula Cair atau Syrup sangat pesat.  Oleh karena itu bisa kita jadikan rujukan untuk teknologi pengolahan Nira Aren, Nira Kelapa,  Nira Siwalan dan Nipah sebagai  Gula Sirup, Gula Semut, Gula Merah Serbuk, Gula Merah Cetak, dll.

Pada industry pengolahan Nira Maple di Canada misalnya, system tungku sudah menggunakan system tungku tertutup.  Sistem tungku tertutup memiliki  ciri sebagai berikut :

  •      Tempat perapian atau pembakaran tertutup, tidak ada celah untuk keluarnya api pembakaran.
  •      Antara tungku dan wadah penampung yang dipanaskan tertutup rapat dan tidak ada celah yang memungkinkan api (energy) keluar percuma.
  •      Biasanya dilengkapi dengan Cerobong asap yang ujungnya keluar dari ruangan tempat pemasakan, sehingga dapur bersih dari kemungkinan adanya jelaga atau debu hasil pembakaran.

Pola tungku tertutup sendiri memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :

Kelebihan

 

Kekurangan

  • Energi yang hilang diminimalkan
  • Lebih hemat bahan bakar
  • Lebih cepat
  • Mutu hasil olahan lebih bersih dan baik
  • Lebih hemat  tenaga kerja
  • Ruangan Dapur tidak panas, sehingga Pekerja lebih nyaman

 

  • Harganya Mahal
  • Biayanya pembuatannya mahal
  • Pengoperasiannya perlu ketrampilan khusus
  • Teknologi masih langka (tidak semua bengkel bisa).
  • Dll.

 

 

Pada perkembangan baru teknologi pengolahan Nira, dikenal alat yang dinamakan RO Mechine atau Alat Reverse Osmosis.  Alat RO ini berfungsi untuk memisahkan antara Nira dengan Air murninya dengan system membrane.   Penggunaan RO ini tidak memerlukan pemanasan,  namun hanya energy listrik untuk menjalankan pompa tekanan agar massa Nira yang terdiri dari air dan gula  dapat melalui atau menerobos pori-pori membrane .  Karena molekul Gula lebih besar dari pada pori-pori membrane , maka hanya molekul Air saja yang dapat lolos dari pori-pori membrane.   Sehingga sebagian massa air memisahkan diri dari Niranya,  yang menyebabkan Nira mengalami pengurangan kadar air, sehingga  meningkat kadar gulanya  atau semakin kental.

Teknologi Membran sebenarnya sudah berkembang luas untuk berbagai bidang kehidupan.   Di bidang pengolahan Nira sudah diterapkan sejak 1980-an di Canada dan Amerika Utara pada pengolahan Nira pohon Maple.  Nira pohon Maple yang memiliki kadar Gula 2 % didehidrasi dengan system membrane dengan alat RO sehingga air murni dapat dipisahkan  antara 2/3 sampai  3/4 bagian volumenya dari Nira.   Nira menjadi lebih kental dengan kadar Gula Nira sekitar 12 %.  Dari kadar gula  2% menjadi 12% berarti 6 kali lipatnya, ini seandainya diolah dengan pemanasan tentu sangat lama dan butuh bahan bakar sangat banyak.

Gambar kiri adalah Nira Tebu sebelum di filtrasi, sedangkan gambar kanan adalah Nira Tebu yang sudah difiltrasi menggunakan Teknologi Membran.  Nira yang bersih, jernih dengan warna yang sangat cerah ini diproses tanpa bahan kimia, tanpa pemanasan, dan zat aditif lainnya yang berbahaya, tetapi hanya dengan menggunakan Teknologi Membran.

Dr. Ir. I Gede Wenten dengan alat Filtrasi Membran dari Teknik Kimia ITB Bandung.


Di Indonesia sebenarnya ada Seorang ahli membrane tingkat dunia, yaitu  Dr. Ir. I Gede Wenten dari Teknik Kimia ITB Bandung.    Teknologi Membran yang dikembangkannya  sudah mencakup berbagai bidang, termasuk bidang industry Gula.   Menurut  Dr.  Ir.  I Gede Wenten,  Nira Tebu maupun Nira Aren  juga bisa menggunakan Teknologi Membran.   Nira Aren  jika dilakukan  pengolahan menggunakan alat RO  kandungan  Gula Nira dapat ditingkatkan dari 10-12% awalnya  menjadi sampai  30%.   Artinya massa air murni yang terdapat dalam larutan Nira dapat dipisahkan sebanyak sekitar 60 % (atau hampir 2/3) bagian dari Nira.    Pada proses ini tidak menggunakan energy panas, sehingga sangat hemat bahan bakar.

Alat RO sudah tidak bisa lagi mengeluarkan massa air dari dalam nira yang kandungan Gulanya sudah 30 % .  Oleh karena itu jika ingin diolah menjadi Syrup Arena tau Gula Aren Cair dengan kadar Brix atau kadar Gula 66%, maka tetap diperlukan alat penguapan air nira dengan menggunakan Pan Evaporator,  alat Vacum Evaporator,  Thin Layer Evaporator, Rotary Evaporator, Falling Thin Layer Evaporator, dll.  Karena kadar Gulanya sudah tinggi, maka untuk pemasakan hingga mencapai kadar Gula 66 %, tidak terlalu lama memasaknya.  Inilah yang dikatakan bahwa teknologi membrane  sangat membantu penghematan dalam pengolahan Nira.

Ujicoba Teknologi Membran Filtrasi untuk pengolahan Nira Tebu di salah satu Pabrik Gula di Jawa Timur.

Nira segar yang bersih, jernih dengan warna yang menarik  siap dikemas dalam botol, diproses hanya dengan Teknologi Membran tanpa pemanasan.

Tidak hanya penghematan namun Teknologi Membran ini  dapat membangkitkan ekspektasi yang luar biasa pada bisnis Aren yang cemerlang, karena beberapa hal  antara lain :

  •       Nira menjadi sangat bersih dan hiegenis, karena bisa dipisahkan dengan partikel-partikel kotoran yang mungkin terlarut.
  •       Nira bisa distrerilkan dari kandungan organisme renik yang menyebabkan mutu nira berubah.
  •       Nira bahkan bisa dikemas dan dijual dalam keadaan segar tanpa proses pemanasan.
  •       Dll.

Oleh karena itu dalam system pengolahan yang melibatkan alat RO ini maka proses pengolahan Nira menjadi Gula  Aren Cair (Palm Sugar Syrup)  adalah sebagai berikut :

  •       Nira menetes dari tandan bunga dan mengalir ke  jaringan pipa  melalui dulu APUS (alat pengaman ujung sadapan).
  •       Nira mengalir dari pipa pohon ke pipa antar pohon yang lebih besar ukurannya.
  •       Nira kemudian mengalir menuju ke penampungan akhir di pabrik pengolahan, namun di tengah perjalanan Nira melalui pompa pendorong yang berfungsi untuk mendorong Nira ini lebih kuat hingga sampai ke penampungan nira akhir di pabrik.
  •       Dari penampungan Nira di pabrik nira, sebelumnya Nira sudah melalui alat-alat penyaring  sebelum penampungan, yaitu yang berada sebelum penampungan akhir.
  •       Setelah di penampungan Nira mulai diolah dengan Alat RO Nira guna mengurangi kadar air  hingga  sekitar 60% sekaligus menaikkan kadar Gula hingga sekitar 30 %.
  •       Selanjutnya Nira kental ini diolah lanjut untuk menjadi Gula Aren Cair (Syrup) dengan Alat Pan Evaporator.    Nira kental dimasak di atas Pan sampai kadar Gula (Brix) mencapai  66 %.  Pada Pan Evaporator ini nira dipanaskan menggunakan bahan bakar kayu, minyak atau uap panas.  Nira akan mendidih dan menguapkan air yang masih terkandung di dalam nira hingga nira menjadi semakin kental.
  •       Bila sudah memenuhi syarat  mutu syrup, maka kemudian dilakukan pengemasan yang menarik dan baik untuk Gula Cair ini dengan  menggunakan wadah botol, wadah kaleng,  plastic kemasan, atau wadah lainnya.

 Dengan cara-cara seperti di atas maka produk Gula Cair kita akan sangat bermutu, tidak kalah dengan Maple Syrupnya Canada, tidak kalah dengan Arenga Syrupnya Malaysia,  dan sirup-sirup dari Negara manapun.

Bagaimana menurut Anda?

Belajar Jembatanisasi Kebun Kelapa di Phillippina untuk Kebun Aren