......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Senin, 29 September 2008

PENGEMBANGAN AREN DAN KEKHAWATIRAN MARAKNYA MINUMAN KERAS

PENGEMBANGAN AREN DAN KEKHAWATIRAN MARAKNYA MINUMAN KERAS

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kalau Aren nanti berkembang dikhawatirkan akan marak juga minuman keras (miras) berupa tuak atau cap tikus dan lain-lain. Apalagi kalau penyadap juga tidak sanggup mengolah sendiri niranya untuk dijadikan gula, maka paling gampang yaa.. melepasnya kepada para penampung nira untuk dijadikan tuak atau miras cap tikus.

Kekhawatiran seperti ini akan mempengaruhi kebijakan pengembangan Aren di suatu daerah. Bisa saja para anggota DPRD enggan untuk menyetujui rencana pengembangan Aren di wilayahnya karena sebab kekhawatiran tersebut. Demikian juga para pimpinan wilayah tidak mau menanggung resiko manakala makin maraknya miras tindak kriminal akan semakin meningkat, dan itu adalah akibat dari kebijakannya. Tentu tidak akan ada artinya seandainya pembangunan fisik dan ekonomi dilaksanakan namun pembangunan di bidang moral tidak mengimbanginya.

Kekhawatiran semacam itu akan tetap menjadi benang kusut manakala kita tidak mencoba mengurai kenapa kita mesti khawatir. Kekhawatiran adalah sejenis ketakutan manakala akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Ketakutan adalah termasuk penyakit kelemahan jiwa manusia karena tidak mengetahui atau memahami keadaan yang sedang dan akan terjadi. Seandaianya manusia mengetahui semakin banyak apa yang sedang dan akan terjadi dan memahami cara-cara untuk mengatasinya, maka ketakutan tersebut akan semakin berkurang atau hilang. Berkurang dan hilangnya ketakutan menimbulkan keberanian dan keyakinan dalam menghadapi kejadian yang akan datang.

Jadi…. untuk mengikis kekhawatiran dan ketakutan akan maraknya miras nanti seandainya Aren sudah berkembang, maka kita perlu mempelajari dan mencarikan jalan keluar dari sebab-sebab yang menimbulkan kekhawatiran terjadi. Kita akan mencoba mengurai benang kusut itu dari permasalahan yang terjadi dari petani Aren tradisional kita sekarang ini.


Menjual Nira segar lebih pratis dari pada harus mengolah lagi menjadi Gula Aren.

Repotnya mengelola Nira menjadi Gula

Para petani dan penyadap Aren ini kadang sudah bekerja cukup keras di kebun dan tidak mampu lagi tenaganya untuk mengolah nira menjadi gula. Belum lagi mencari kayu bakar untuk memasak gula, kemudian perlu tenaga mengolah gula secara tradisional yang mencapai 4-5 jam setiap proses, selanjutnya pengemasan gula dan mengirimkannya ke pedagang gula, dan seterusnya. Rentetan pekerjaan seperti itu yang menyebabkan petani (yang sebenarnya cukup rasional) akhirnya memilih jalan pintas mejualnya dalam bentuk Nira Aren Segar, atau Nira Aren yang terah terfermentasi, tanpa mengolah dan bahkan dijemput langsung oleh pedagang di kebun.

Namun sebenarnya di relung hati nurani para petani dan penyadap nira Aren ini, merasa ikut bersalah juga seandainya berakibat semakin maraknya miras di tempatnya. Seperti yang dialami oleh Bapak Sarman di Nunukan, beliau sebenarnya juga seorang imam musholla di tempatnya. Untuk mengurangi rasa bersalahnya, Pak Sarman menjual nira dalam keadaan masih manis, atau dia menyebutnya sebagai tuak manis. Namun apa boleh dikata, sebab kayu bakar semakin susah dicari, tenaga yang membantu memasak juga tidak ada, anak-anak sudah sekolah/kuliah di luar daerah, apalagi harga pembelian Nira Aren Segar juga cukup tinggi.

Teknologi yang sangat sederhana menjadi sebab masih susahhnya cara kerja dalam proses pengolahan gula. Ditambah lagi karena belum adanya persatuan diantara para perajin Nira Aren, maka proses menjadi terpencar-pencar dalam skala yang kecil-kecil dan tidak efisien. Kayu bakar sebagai bahan bakar sistem pengolahan tradisional semakin sulit dicari, semakin lama semakin jauh dan mahal. Ini semakin menciutkan nyali bagi pengolahan nia Aren menjadi gula.

Diversifikasi produk, kelembagaan petani Aren, citra produk dari Nira Aren dan upaya penegakan hukum

Ada beberapa skema atau upaya untuk mengurangi atau meniadakan kekhawatian tadi, antara lain upaya diversifikasi produk olahan yang bernilai tinggi dan memiliki pangsa pasar yang luas. Tentu saja upaya diversifikasi produk ini perlu kerja keras dari semua pihak, karena in butuh waktu yang sangat panjang. Kalau perlu kita iklankan di TV nasional, produk yang sebenarnya biasa-biasa saja menjadi berbeda dengan sesamanya karena seringnya dicitrakan melalui iklan TV. Contoh seperti produk gula putih merek GULAKU, tepung beras ROSE BRAND, permen RELAXA, Sirup ABC, Sirup COCO PANDAN, dll.

Pencitraan produk dari Nira Aren sebenarnya harus dimulai dari hulu sampai dengan hilirnya dan terakhir diiklan TV. Dari mulai membuat SOP (standard operasional prosedur) di dalam kegiatan budidaya dan pemeliharaan kebun Aren, SOP pengelolaan nira sampai dengan pengemasan produknya dan pemasarannya. Semua harus dikelola tidak secara tradisional lagi, sudah harus profesional. Oleh karena itu petani harusnya dihimpun atau terhimpun dalam suatu korporasi seperti kelompok tani, koperasi, atau ada pengusaha yang menghimpunnya baik secara kelompok ataupun terpisah-pisah.

Pada skala yang lebih luas misalnya tingkat kabupaten, dibentuk Asosiasi Petani Aren tingkat kabupaten. Selanjutnya akan dibentuk Asosiasi Aren Tingkat Nasional, yang antara lain bertugas untuk membangun citra produk-produk dari Aren Indonesia pada tingkat nasional dan dunia. Selain itu Asosiasi ini juga bisa mendorong Pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangan Aren di masa yang akan datang.

Selain itu juga dengan upaya penegakan hukum, karena sebenarnya minuman beralkohol harus dibatasi dan diawasi peredarannya. Penegakan aturan ini dimulai dengan pembentukan peraturan-peraturan yang dituangkan dalam suatu Perda di setiap daerah beserta implementasinya di lapangan, termasuk kepada produk-produk minuman beralkohol yang dihasilkan dari Nira Aren ini. Sesekali dilakukan sweeping oleh petugas pengawas PERDA, biasanya SATPOL PP, bagi mereka yang melanggar ketentuan akan perdagangan miras termasuk tuak pahit ini.

Perda ini bisa berbeda nuansanya antara daerah satu dengan yang lain. Contoh seperti di SULUT, dimana minum Cap Tikus sudah menjadi hal biasa dan membudaya, bahkan mungkin tuntutan dari iklimnya yang memang dingin. Demikian juga di daerah SUMUT yang mana nira Aren biasa dikonsumsi menjadi TUAK atau BALOK. Akan berbeda dengan daerah yang mana komunitas muslimnya kuat menjalankan syari’ah seperti di SULSEL atau di ACEH. Akan berbeda juga dengan daerah BANTEN atau bahkan dengan Kalimantan Timur. Nah… inilah Indonesia!!!

Nira sebenarnya bisa dikembangkan atau didiversifikasikan menjadi aneka produk yang sangat beragam, antara lain :
1. Nira Aren Segar
2. Nira Aren Segar aneka rasa & aroma
3. Syrup Aren Murni
4. Syrup Aren aneka rasa & aroma
5. Gula Aren Cetak Murni (aneka bentuk dan ukuran)
6. Gula Aren Cetak dengan aneka rasa & aroma
7. Gula Aren Serbuk (gula Aren semut)
8. Gula Aren Serbuk (gula Aren semut) dengan aneka rasa & aroma
9. Aneka minuman instan berkhasiat (kombinasi dengan beragam ramuan minuman berkhasiat obat)
10. dan lain-lain.

Kalau toh di suatu daerah Nira Aren hanya dijual dalam bentuk Tuak atau Cap Tikus, sebenarnya menunjukkan bahwa di daerah tersebut belum tergarap dengan baik target pasar di luar penggemar Tuak atau Cap Tikus ini. Sebenarnya akan lebih banyak penggemar Nira Aren Segar kalau para produsen Nira ini bisa menciptakan pencitraan yang baik akan produknya. Kalau dipikirkan sebenarnya nggak susah susah amat sih, tapi kalau nggak ada yang memulai yang berinisiatif mencoba-coba, yang berani rugi dulu, yang beresiko sebagai Sang Pencetus, Sang Pelopor, Sang Pemula.

Jangan khawatir karena nanti juga sejarah yang akan mencatat jasa-jasa bagi para Pelopor tadi. Kalau toh kita ikhlas dengan upaya-upaya kita dan hanya karena ingin bermanfaat bagi sesama itu saja sudah cukup. Tuhan saja Yang Maha Mengetahui. Tapi bagi sang pelopor yang sukses maka brand image akan melekat selamanya. Contoh kalau kita ingat air dalam kemasan kita menyebutnya dengan air AQUA, plaster penutup luka maka yang disebut pasti HANDYPLAST, pompa air orang menyebut dengan SANYO, dll. Artinya nama produk itu sudah melekat dengan merk sang pelopornya.

Pasar produk minuman seperti Nira Aren Segar atau tuak manis (atau legen, bhs. Jawa) sebenarnya bisa dijajagi, kalau seandainya teknologi pengawetan dan pengemasannya sudah paten. Di daerah Jawa Timur seperti di sekitar Surabaya, Gresik, Lamongan dan Tuban dikenal legen sebagai minuman segar yang dijajakan kepada para pengguna jalan. Legen yang dijajakan disini berasal dari tanaman Lontar atau Siwalan, masih se keluarga dengan tanaman Aren, yaitu dari keluarga Palma.

Nira segar Siwalan dengan jerigen-jerigen plastik 20 literan dengan kendaraan mobil pick up setiap pagi didistribusikan kepada penjaja langganannya di warung-warung, penjual legen dipinggir jalan, di tempat-tempat keramaian seperti pabrik, terminal, pasar, sekolah dan lain-lain. Namun minuman ini harus habis hari itu juga, kalau tidak habis biasanya dimasak atau direbus agar tidak masam atau mengalami fermentasi, dan besuknya bisa dijual kembali. Sang penjual biasanya juga menyiapkan ES BATU, sebab Legen akan lebih nikmat kalau diminum dalam keadaan dingin, segar sekali. Di terminal-terminal bus juga dijajakan legen manis dalam kemasan botol aqua tanggung, atau botol aqua besar untuk oleh-oleh.

Tentu saja pengemar minuman yang menyegarkan, yang berkhasiat obat, dan bisa menyembuhkan penyakit tertentu ada dimana-mana, dan jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan dari penggemar tuak. Karena konsumen minuman segara itu dari semua kalangan tidak memandang anak-anak maupun orang dewasa, tidak memandang yang ekonominya biasa-biasa sampai orang-orang yang kaya. Oleh karena perlu digali dan dikembangkan produk Nira Aren Segar ini sehingga menjadi komoditi yang bisa menjadi kebutuhan banyak orang dan dapat diandalkan oleh para perajin nira.

Kalau nira dari Siwalan bisa dijual dalam bentuk segar dan manis, bukan sebagai minuman yang memabukkan atau minuman keras (miras), maka nira Aren pasti bisa juga dijual dalam bentuk nira yang manis, segar dan tidak memabukkan, yaitu Legen Aren. Legen Aren sebenarnya adalah Nira Aren yang kondisinya tetap tidak berubah, tetap segar dan belum mengalami fermentasi atau perubahan kimia dan fisiknya. Oleh karena itu perlu dicari teknologi pengawetan Nira Segar atau Legen Aren ini perlu dicari dan terus menerus diperbaiki, demikian juga bentuk-bentuk pengemasannya yang menarik. Karena Nira Aren yang masih segar sebenarnya memiliki banyak khasiat obat dan sering untuk upaya penyembuhan penyakit tertentu.

Oleh karena itu harus dibuat brand image yang bagus tentang Legen Aren ini, sebagai Nira Aren Segar, atau apa namanya, namun dengan menyebut nama itu akan tercitra suatu produk minuman yang semua orang merasa senang, aman dan tidak khawatir. Ini sudah dimulai oleh Ibu Evi dan Bapak Indrawanto dengan DIVA’S Maju Bersamanya, kemudian Bapak Suparno Jumar dengan Kedai Halimunnya, dan lain-lain. Selamat bagi yang sudah memulainya semoga selalu tetap berjaya.

 
Gula Cair Kental dan Gula Semut Aren dari Kedai Halimun Bogor


Gula Aren Kristal, Syrup Kalamansi dan Syrup Gula Aren dari DIVA’s Maju Bersama Serpong

Perkembangan di negeri tetangga Malaysia juga sudah cukup baik, seperti yang dilakukan oleh Datuk Harris Mohd. Salleh sang pemilik Balung River Plantation. Selain sebagai perkebunan yang tertata rapi yang juga dijadikan Eco Resort yang dilengkapi dengan fasilitas Agrowisata yang menarik, juga pabrik industri pengolahannya. Balung River Plantation ini berada di Negara Bagian Sabah (tetangga berbatasan dengan Kabupaten Nunukan) selain Aren dan pabrik pengolahannya, juga ditanami Kelapa Sawit, Pohon Jati, Buah Naga dan kebun Misai Kucing (Kumis Kucing), Mengkudu (Noni) dan pengolahannya. Kebun aneka komoditi dengan pabrik pengolahannya yang ditata rapi dan menarik menjadi obyek pariwisata (Agrowisata) akan menjadi nilai lebih yang dapat mendatangkan tambahan pendapatan. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah terciptanya pencitraan terhadap produk yang dihasilkan. Brand Image akan tercipta dan terjaga dengan konsep keterpaduan seperti di Balung River Plantation ini.


Balung Arenga Pinnata Syrup is all natural - no chemicals or preservatives are added. In conclusion, arenga pinnata consumption is a traditional and homeopathic remedy and shall ultimately revitalize the body. “We are having our own plantation over 5, 000 acres at Balung, Tawau, Sabah, Malaysia” kata Datuk Harris Mohd Salleh, pemilik Balung River Plantation atau juga dikenal dengan Kebun Rimau Sdn BHD.
http://www.borneoquest.com/BalungEco.htm


Apa yang sudah dilakukan oleh beberapa usahawan di atas bisa menjadi pelajaran bagi kita, seandainya kita ingin membina para petani Aren kita. Bagaimana kita menciptakan antar petani dalam suatu kawasan itu bersatu membentuk kelompok tani. Ini permulaan pembinaan yang sangat penting. Karena dengan membentuk kelompok kita bias mengatur kawasan hamparan ini lebih menarik, selain itu dalam mengelola hasil Nira dan yang lain dari Aren bias lebih efisien. Kalau produk dari kelompok ini dikelola dengan bagus, bisa berdaya saing, mempunyai nilai lebih, maka sebenarnya kita telah membangun citra produk.

Apalagi bila kita bisa mengelola kawasan perkebunan Aren milik kelompok tani ini menjadi suatu obyek yang memiliki citra baik yang pantas untuk dikunjungi sebagai tempat wisata alternatif. Kebun Aren dengan barisan tanaman yang tertata, para penyadap yang bekerja secara unik dengan keteraturan rutintasnya, dan para perajin gula Aren dengan kesibukannya di unit-unit pengolahan gula dengan tempat yang teratur rapi bersih dan baik penataannya. Ini bisa jadi tambahan pendapatan serta pencitraan akan merk dari produk yang dihasilkan bagi para pengelolanya.

Bagaimana menurut Anda, Bapak/ Ibu/ Saudara sekalian para pemerhati dan praktisi Aren?
Penulis : Ir. Dian Kusumanto

Minggu, 21 September 2008

MENUJU EFISIENSI BAHAN BAKAR INDUSTRI GULA AREN RAKYAT

MENUJU EFISIENSI BAHAN BAKAR INDUSTRI GULA AREN RAKYAT

Sudah agak lama saya mengendapkan pemikiran tentang kenapa industri gula Aren rakyat tidak begitu berkembang, bahkan terkesan semakin menurun dan ditinggalkan. Begitu juga pada saat mengulang kajian tentang kenapa Aren tidak berkembang seperti Kelapa Sawit. Rupanya hal ini barangkali saling berkaitan, saling berjalin berkelindan, seperti benang kusut.

Prospek produktifitas yang sangat potensial belum tercerahkan dengan benar, mungkin belum banyak yang terpanggil untuk turut mengurai benang kusut tadi. Beberapa hal yang cukup mengganggu sebenarnya secara teknologi relatif sangat gampang diatasi bahkan sudah ada solusinya. Yang saya maksud adalah banyaknya penggunaan bahan bakar untuk mengolah nira menjadi gula Aren.

Mari menghitung kebutuhan kayu bakar

Di beberapa daerah seperti di Sulawesi Selatan, misalnya rata-rata setiap keluarga mengelola antara 20-40 liter nira setiap hari. Nira sebanyak itu dimasak dalam suatu kuwali atau wajan besar yang dipanaskan di atas tungku dari tanah atau semen. Setiap kali pemasakan nira sampai menjadi gula memakan waktu sekitar 4-5 jam per proses. Dalam memasak nira menjadi gula para perajin ini terus menerus melakukan pengadukan, dengan maksud agar panasnya merata dan cairan panas cepat mengental.

Para perajin Gula Aren tradisional ini dalam setiap prosesnya bisa menghabiskan kayu bakar yang cukup banyak bisa mencapai antara 20-40 kg kayu bakar. Atau katakanlah antara nira yang dimasak dengan kayu bakar yang diperlukan berbanding 1 : 1, artinya untuk memasak setiap 1 liter nira sehingga menjadi gula memerlukan 1 kg kayu bakar. Rasio nira : kayu bakar dalam pemasakan gula ini tentu sangat bervariasi antara perajin satu dengan lainnya. Angka di atas untuk memudahkan cara kita menghitung atau membayangkan kebutuhan kayu bakarnya.

Maka bisa dibayangkan kalau setiap petani harus menyediakan kayu bakar 20-40 kg setiap hari, berarti sekitar 600-1.200 kg kayu bakar per bulan. Dalam satu tahun kebutuhan kayu bakar akan mencapai 7.200-14.400 kg kayu bakar per tahun per orang perajin.  

Kalau dihitung dengan rasio nira : kayu bakar bisa lebih mudah untuk menghitung produksi dari suatu areal perkebunan aren. Jika setiap hektar dari kebun Aren dapat disadap nira 1000-2000 liter per hari, maka akan diperlukan kayu bakar antara 1-2 ton katu bakar per harinya atau 360 – 720 ton kayu bakar per tahun per hektar kebun Aren. Kalau satu truk dapat memuat kayu bakar sekitar 5 ton berarti diperlukan 72-144 truk kayu bakar per hektar per tahun. Nah.... itu baru 1 hektar, kalau 10 hektar, 100 hektar, 1000 hektar dan seterusnya. Waah......mungkin hutan kita akan menjadi gundul dalam waktu yang sangat cepat hanya untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar guna mengolah nira aren menjadi gula.

Dari gambaran tadi kita dapat menyimpulkan betapa beratnya beban lingkungan dan beban masyarakat petani dalam mengumpulkan kayu bakar, jika teknologi yang digunakan tidak hemat bahan bakar. Pola tradisional dalam memasak nira menjadi gula ini bisa menjadi faktor negatif dalam pengembangan Aren di tingkat masyarakat petani, ditingkat penyusun kebijakan dan di tingkat praktisi pembina di lapangan.  

Inilah barangkali yang menjadi penghambat akan pengembangan Aren oleh petani tradisional kita. Petani menjadi agak sulit jika mengembangkan melebihi kemampuannya dalam mengadakan tenaga penyadap dan tenaga untuk memasak gula. Kalau sekiranya seluruh anggota keluarga sudah dikerahkan petani enggan atau masih belum berani memanggil tenaga dari luar sistem keluarganya. Oleh karena itulah kepemilikan pohon Aren masing-masing keluarga petani kita masih sangat rendah. Belum ada penelitian tentang berapa rata-rata kepemilikan pohon Aren masing-masing petani kita.  

Di Nunukan Kalimantan Timur, di tempat penulis ini tinggal para petani sebenarnya memiliki lahan yang rata-rata sangat luas. Namun pohon Aren yang ditanam tidak terlalu banyak rata-ratanya sekitar 10-20 pohon per keluarga. Seperti juga yang diungkapkan oleh Pak Pawisa seorang mantan petani Aren dari Sulawesi Selatan yang sekarang menjadi petani sawah di Sei Jepun, Nunukan Selatan, dia mengatakan kalau petani memiliki 10 pohon Aren yang produktif saja sudah lumayan penghasilannya, sudah bisa mencukupi keluarganya. Kalau misalnya rata-rata mengeluarkan nira 10 liter per pohon berarti sudah ada 100 liter setiap harinya, berapa tenaga dari keluarganya yang dikerahkan untuk menyadap pohon sekaligus, memasak nira, mencari kayu bakar, dan seterusnya.

Oleh karena itu petani akan memilih alternatif yang paling gampang, tanpa harus repot mengolah atau memasak menjadi gula, yaitu menjualnya menjadi tuak manis. Sebenarnya di hati kecilnya petani tidak ingin menjadi sebab maraknya minuman keras tradisional ini. Apa boleh buat, karena tingkat kesulitannya yang tinggi untuk mencari kayu, memasak nira menjadi gula juga butuh tenaga yang cukup berat, maka terpaksa nira dijual saja karena toh sudah ada yang datang membelinya di kebun. Belum lagi keadaan sekarang mencari kayu sudah semakin sulit, semakin lama juga akan semakin jauh. Mengandalkan dari kebun sendiri juga tidak mungkin karena kebutuhan kayu bakarnya juga setiap hari, nanti lama kelamaan akan habis juga.

Petani Aren kita kebanyakan belum melembagakan diri dalam suatu kelompok tani Aren, hampir semuanya masih sangat tradisional dalam mengembangkan usaha tani Aren. Hal ini memang tidak pernah dirancang sebelumnya, sebab pohon Aren yang dikelolanya adalah warisan dari alam, tidak pernah terpikir menanam dengan pola perkebunan yang teratur dan dalam jumlah banyak. Syukur sekali kalau ada koperasi yang menghimpun petani Aren menampung Gulanya. Mungkin bisa dihitung dengan jari adanya koperasi yang menghimpun nira dari para petani, kemudian koperasi dengan kilangnya mengolah menjadi gula. Kalau ada yang demikian kesulitan-kesulitan petani dapat diatasi, yaaa.. meskipun petani hanya menerima pembayaran dari hasil nira saja.

Teknologi tungku hemat energi

Yang menjadi kendala besar bagi para petani Aren adalah teknologi yang masih sangat sederhana dalam mengolah nira menjadi Gula, sehingga berakibat pada :
~ kebutuhan bahan bakarnya tinggi
~ butuh tenaga yang banyak dan kuat
~ menyita waktu untuk mengerjakan yang lain
~ sumber bahan bakar semakin lama semakin sulit dan mahal

Dari sebab-sebab di atas menjadikan Aren sulit berkembang menjadi komoditi andalan keluarga tani, maka kemudian menyebabkan :
~ karena dikelola kebanyakan jauh dari rumah
~ produk hasil olahan mutunya, penampilannya belum standard
~ belum banyak kreasi produk olahan dari Aren
~ pasar produk gula Aren agak sulit berkembang pasarnya.

Teknologi tungku yang hemat energi, hemat kayu bakar diyakini akan dapat mengurangi tingkat kesulitan petani dalam mengolah nira menjadi gula. Pada industri gula kelapa rakyat di Banyuwangi Jawa Timur sudah dikenal model tungku koloni yang hemat energi kayu bakar. Satu tungku yang sangat panjang terdapat wajan atau kuwali sekitar antara 4,6,8 bahkan 10 sampai dengan 12 buah, tergantung dari berapa banyak jumlah nira kelapa yang disadap.  

Penulis bersyukur sempat menjadi pedagang gula kelapa, sehingga masih ingat betul model tungkunya. Ingin rasanya mengulang nostalgia mengelilingi kebun-kebun kelapa rakyat untuk berburu gula kelapa. Kenapa berburu karena hampir tidak ada perajin gula kelapa yang terbebas dari para tengkulak atau juragan. Semuanya sudah punya hutang, sudah terikat kontrak menjual gula hanya kepada para tengkulak tersebut, berapapun harga pasaran ketika itu. Sehingga kalau pedagang baru ingin mendapatkan gula kelapa, yaa..... mesti bergerilya mencari perajin yang mau menjual gulanya kepada kita, meski dinaikkan sedikit dari harga yang diambil oleh tengkulak. Eh.. ngelantur.....

Adapun bentuk tungku yang diyakini dapat menghemat bahan bakar adalah sebagai berikut :

Model THE DK1


Keterangan gambar :
1. Tungku ini terdiri dari 4 kuwali atau 4 wajan yang disusun rapat sehingga tidak ada celah atau lubang sehingga api atau panas tungku keluar.
2. Cerobong asap ada di bagian paling belakang tungku dibuat meninggi dan bertutup di atas lubangnya namun masih ada celah bagi udara untuk keluar.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, yang di bagian atas menjadi tempat masuknya bahan bakar yang dibuat dari susunan plat-plat besi baja atau besi beton supaya ada jalan bagi abu jika kayu sudah terbakar untuk turun ke bagian bawah. Lubang tungku bagian bawah digunakan untuk mengambil abu sisa pembakaran kayu, sehingga tidak menutupi perapian.
4. Tungku model ini sudah ada sejak dulu pada perajin-perajin gula kelapa di Kabupaten Banyuwangi, Blitar Jawa Timur. Bahkan jumlah kuwali dari setiap tungku bisa mencapai 10-12 buah, sehingga tungku ni kelihatan sangat panjang.

Dengan model tungku semacam ini energi panas menjadi sangat efisien tidak terbuang, karena memang tidak ada celah api atau panas keluar dari tungku, kecuali energi panas itu sudah melewati kuwali-kuwali yang berderet-deret, baru terbuang melewati cerobong yang berada di belakang tungku. Semakin lama api menyala di tungku, maka ruang udara di cerobong juga akan semakin panas, sehingga berat jenis udara mengembang mengakibatkan daya hisap yang semakin kuat agar udara (O2) yang segar masuk lewat lubang di bagian depan tungku. Karena kencangnya daya hisap udara panas ini bahkan menimbulkan suara yang bergemuruh, sehingga kita tidak perlu lagi untuk mengipasi api. Mengipasi api hanya pada saat pertama kali tungku akan dinyalakan, setelah tungku panas tidak diperlukan lagi, bahkan kita perlu mengurangi daya hisap udara panas itu dengan sedikit menutup celah lubang dengan bahan bakar yang ada.

Pemasakan nira yang utama adalah pada kuwali atau wajan yang pertama, karena panasnya yang langsung dari api bahan bakar, sedang kuwali yang nomor dua dan seterusnya memanfaatkan panas yang berlebih dari perapian pada kuwali petama. Kalau jumlah niranya masih banyak maka akan diisikan pada kuwali-kuwali selanjutnya, dengan harapan akan mendapat pemanasan yang lumayan sebelum mencapai pengadukan di kuwali pertama. Pengadukan dilakukan bisanya hanya dilakukan pada kuwali yang pertama tapi adakalanya kalau cukup panas pengadukan juga dilakukan sampai kuwali yang kedua.  
Proses pembuatan gula dengan tungku model ini bisa menghemat waktu yang sangat banyak, apalagi kalau nira yang disadap cukup banyak. Kalau setiap kuwali itu bisa menampung sampai 20-40 liter, maka tinggal disesuaikan saja berapa hasil nira harian terbesar dengan berapa kuwali yang harus dipasang dalam tungku itu, atau bahkan berapa tungku yang harus dibuat.  

Penghematan pemakaian kayu bakar juga akan sangat dirasakan, karena tungku ini sangat fleksibel dengan hasil produksi nira dari kebun. Atau bahkan kalau kurang kita bisa menampung atau membeli nira dari petani yang lain. Hampir tidak ada lagi kekhawatiran, kecemasan kelebihan produksi nira akan merepotkan kita. Sedikit atau banyaknya nira tidak menyebabkan perajin khawatir tidak sempat mengolahnya. Bahan bakar tungku ini tidak hanya kayu bakar, namun bisa juga menggunakan limbah gergajian kayu, tahi gergaji, sekam padi, limbah cangkang kelapa sawit, dan lain-lain.

Model dari THE (Tungku Hemat Energi) di atas dapat dikembangkan dengan beberapa pola, beberapa alternatif pola pengembangan tungku itu adalah sebagai berikut :

Model THE DK2

Keterangan gambar :

1. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder.
2. Cerobong asap sama.
3. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu.
4. Model tungku kedua ini menggabungkan kuwali-kuwali nomor 2 dan seterusnya menjadi satu kuwali yang panjang, untuk meniadakan proses memindahkan nira dari kuwali satu menuju kuwali yang ada di depannya. Agar tenaga hanya terfokus pada kuwali yang pertama, sebab tingkat kekentalan yang tepat harus dikontrol dengan cermat supaya mutu gula yang dicetak nanti pas sesuai standard yang ditetapkan. Besarnya kapasitas kuwali kedua yang panjang ini tergantung dari kira-kira produksi nira maksimal yang dihasilkan oleh petani tersebut.
5. Yang agak sulit adalah mencari bentuk kuwali yang memanjang ini, kecuali jika memesannya pada bengkel. Kuwali panjang ini dapat juga dibuat dari drum yang dibelah separuh kemudian disambung-sambungkan sampai panjang yang dikehendaki. Kalau tinggi suatu drum sekitar 90 cm maka kalau 3 drum utuh yang dibelah menjadi enam bagian kuwali, maka jika disambung akan menjadi sekitar 5 meteran, yang bisa menampung sampai 500 liter nira.

Teknologi mempercepat olah nira menjadi gula

Mempercepat proses pengolahan nira ke gula adalah langkah taktis yang bisa mengurangi kebutuhan bahan bakar yang semakin langka dan semakin mahal. Kalau ingin industri rakyat gula Aren bisa bersaing dan tumbuh sebagai industri yang efisien maka langkah perbaikan teknologi dan manajemen pengolahan nira ke gula menjadi upaya utama yang sangat strategis.
Memahami bahan dasar yang berupa Nira yang rasanya manis tersebut menjadi penting. Nira sebenarnya air tanaman yang mengandung gula atau bahan yang manis. Untuk memperoleh gulanya kita harus mengurangi kandungan airnya dengan cara dipanaskan. Kenapa dipanaskan? Karena air akan menguap menjadi uap air yang melayang ke udara jika sudah mencapai suhu minimal 100 derajat Celcius. Semakin banyak air yang menguap semakin cepat juga cairan nira mengental, karena kandungan airnya semakin sedikit.

Sebenarnya selain panas yang mencapai diatas 100 derajat Celcius penguapan air menjadi uap air akan sangat dipengaruhi oleh luas permukaan penguapan. Jadi pada pengembangan teknologi mempercepat olah nira ke gula selain panas yang cukup juga didalam prosesnya dilakukan tidak sekedar mengaduk, tapi selain meratakan suhunya ke bahan nira, proses juga memperluas permukaan penguapan.
 
Upaya memperluas permukaan penguapan sambil terus dipanaskan secara merata ini merupakan dasar pengembangan tungku yang kedua. Ada beberapa alternatif model tungku, yaitu :

a. Model THE DK 3
 
Keterangan gambar :
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu 
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali utama dan 1 penampung nira berupa kuwali yang memanjang berbentuk separuh silinder, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas air yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah ke kuwali yang pertama untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.

b. Model THE DK4

 

Keterangan gambar :
1. Di bagian depan tungku ada dua lubang, sama seperti model tungku terdahulu 
2. Cerobong asap sama.
3. Tungku ini terdiri dari 1 kuwali besar, ditambah unit yang mensirkulasi nira panas kemudian mengalirkan dari tangga-tangga nira yang berbentuk lingkaran-lingkaran yang kecil di bagian atas kemudian semakin besar di bagian bawahnya, dengan maksud agar luas permukaan penguapan bertambah. Dengan luas permukaan penguapan yang semakin luas uap air panas yang menguap semakin cepat, sehingga nira dapat semakin cepat mengental karena kandungan airnya cepat menguap ke udara. Kalau sudah cukup kental nira segera dipindah untuk dilakukan pengadukan dan kemudian kalau sudah cukup derajat kekentalannya kemudian diambil untuk pencetakan menjadi gula cetak atau gula semut.
4. Yang agak sulit adalah mencari unit yang bisa mensirkulasi air nira panas, selain memerlukan bantuan pompa juga mengatur tangga-tangga penipisan aliran untuk memperluas permukaan air nira panas sehingga uap air yang panas terpisah dari nira. Kapasitas kuwali sirkulasi ini mampu menampung sampai 500 liter nira atau dapat disesuaikan tergantung dari kebutuhannya.

Teknologi prosesing gula sistem kontinyu

Teknologi ini adalah perbaikan dari model pengolahan yang berbasis tungku seperti di atas. Sebenarnya prinsip yang digunakan adalah sama yaitu pemanasan, sirkulasi dan permukaan penguapan yang diperluas. Namun pada teknologi THE di atas sistem pengolahan nira menjadi gula adalah sistem terputus atau batch. Kelemahan sistem terputus ini energi yang diperlukan untuk satu siklus pengolahan relatif sama meskipun bahan baku yang diolah hanya separuhnya. Padahal pada masa-masa tertentu kdang terjadi lonjakan produksi nira yang kadang berflukuasi. Sistem terputus menjadi kurang fleksibel dan dianggap masih relatif kurang efisien, meskipun sudah sangat efisien jika dibanding dengan sistem tradisional yang selama ini dianut oleh para perajin gula Aren tradisional.

Teknologi ini mengadopsi sistem spray dryer pada pembuatan susu bubuk atau pembuatan tepung santan. Semula nira ditampung dalam wadah penampungan yang cukup besar, dalam penampungan ini nira sudah mendapatkan perlakuan pemanasan awal. Oleh karenanya penampung nira ini dibuat dari plat logam dengan bahan yang anti karat, juga sudah dilengkai dengan sistem pemanasan. 

Selanjutnya dengan bantuan pompa, nira dialirkan melalui pipa stainless still berbentuk spiral. Pipa spiral yang sangat panjang ini dipanaskan di dalam ruang pemanasan yang tinggi, dengan maksud agar nira yang mengalir di dalam pipa spiral ini terekspose oleh panas yang sangat tinggi sehingga begitu keluar suhu nira ini sudah mampu meguapkan air yang dikandung dalam pipa spiral ini. Dengan bantuan pompa maka air yang sudah cukup panas keluar dari pipa spiral kemudian disemprotkan dengan semprotan yang sangat halus yang diatur dengan suatu nozel di ujung pipa spiral, dan disemprotkan mengarah ke bawah dari posisi di atas wadah penampung.  

Penyemprotan halus ini dimaksud agar semakin memperluas permukaan penguapan dari air yang terkandung dalam nira. Dengan kondisi yang panas dan partikel nira yang halus air akan menguap meninggalkan nira, sehingga kandungan air pada nira dengan drastis dapat berkurang. Dengan demikian semprotan nira tinggal menyisakan nira yang sudah hampir menjadi serbuk gula.  

Proses ini dapat disesuaikan dengan produk yang dikehendaki, maksudnya jika hanya berupa sirup gula maka tingkat kekentalannya diatur dengan pengaturan pada kecepatan semprot atau nozel. Demikian juga jika dikehendaki untuk pembentukan serbuk gula yang cukup halus pengaturan-pengaturan tingkat panas, kecepatan semprot, ukuran nozel semprot, dan lainnya akan ditentukan sesuai pengalaman dan uji coba.

Gambar skema sistem prosesing gula dengan sistem kontinyu dengan pemanasan tekanan dan penyemprotan halus (spray dryer) ini sebagai berikut :


Dengan penerapan teknologi seperti di atas maka diharapkan gairah untuk pengembangan industri gula aren rakyat dapat kembali marak. Dengan demikian penanaman pohon aren secara besar-besanan dengan pola perkebunan pun tidak akan khawatir lagi dengan kesulitan-kesulitan pengolahan niranya. Usaha penampungan kemudian pemrosesan nira dengan menggunakan teknologi semacam di atas tadi akan semakin menggairahkan petani. Dengan demikian semakin dekatlah kita dengan cita-cita berjaya kembalinya Aren di Indonesia. Bravo Aren Indonesia !!
(Oleh : Dian Kusumanto)