Pakai Sulis, Susu Bisa Awet 6 Bulan
Tanpa perlu dimasak, cukup dengan tenaga listrik, Sulis bisa mengawetkan susu hingga tahan enam bulan dalam freezer. Bagaimana cara memproses susu agar awet?
VARIA.id, Jakarta – Ide-ide kreatif bisa datang dari mana pun. Bisa dari referensi buku, internet, teman, maupun pengalaman pribadi. Seperti yang terjadi pada Hadi Apriliawan.
Berangkat dari keprihatinan terhadap orang tuanya yang berprofesi sebagai penjual susu sapi perah, ia menciptakan inovasi mesin pengolahan susu. Alat ciptaannya adalah mesin pasteurisasi atau alat pengawet susu.
Konsep kerja alat yang diberi nama Sulis (susu listrik) ini adalah mengawetkan susu dengan mengandalkan aliran listrik. Susu dimasukkan dalam tabung berbahan alumunium yang bisa menampung 10 liter susu. Susu tersebut dipanasi terlebih dahulu dengan listrik pada suhu 50 derajat celcius.
Lalu, susu dialirkan ke tabung yang lain. Proses selanjutnya berupa kejut listrik yang diberikan pada susu. Pada proses ini ada semacam pipa-pipa besi yang dialiri listrik.
Setelah itu, susu dimasukkan ke tabung lain yang berfungsi sebagai pendingin. Pada sisi ini, ada semacam pipa dengan kran untuk mengalirkan hasil output.
”Dengan proses ini, bakteri yang terkandung seperti salmonella dan E.coli mati. Tetapi, tidak menghilangkan protein yang terkandung. Kalau cuma dimasak, bakteri belum tentu mati, protein yang terkandung juga berkurang,” ungkap Hadi Apriliawan kepadaVARIA.id, di Jakarta, Sabtu, 14 Maret 2015.
Menurut Hadi, setelah bakteri mati, susu yang sudah diproses dengan alat ciptaannya mampu tahan lama. Dia memperkirakan, susu bisa tahan sampai enam bulan jika disimpan dalam freezer.
“Alat ini juga bisa digunakan untuk bahan lain, yang penting berbentuk cairan. Misalnya, jus buah,”ujar dia.
Lahir dari Keprihatinan
Hadi mengungkapkan, ide pembuatan ini tercetus karena keprihatinnya terhadap pekerjaan orang tuanya. Putra pasangan Tumirin dan Sudarmi ini selalu mendengar keluhan orang tuanya saat masih duduk di bangku SMA.
Orang tuanya yang beternak sapi perah mengeluhkan harga jual susu selalu rendah.
“Pembeli biasanya membeli dengan harga murah. Mereka sengaja membeli agak sore hari. Karena mereka tahu, susu yang diperas pagi tidak akan tahan lama hingga sore hari,” kenang Hadi.
Berangkat dari situ, Hadi kemudian mencari referensi untuk membuat alat pengawet susu. Namun, upaya yang dilakukan Hadi terhenti karena terbentur anggaran.
Ide yang sudah lama tercetus itu kembali muncul saat Hadi mendapat tugas praktik dari kampusnya, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Hadi mengusulkan alat pengawet susu saat mengajukan bahan ujian akhir akademi.
Berbekal uang tabungan dan bantuan dari kampus, pemuda kelahiran Banyuwangi, 21 April 1989 ini mengawali pembuatan mesin pengawet susu. “Pelan-pelan saya garap, penelitian saya sampai dua tahun,” ujarnya.
Tabel Produksi Susu Nasional
Meski belum terlalu sempurna, saat kuliah Hadi kerap mengikutkan mesin rancangannnya di perlombaan tentang teknologi. Hadiah yang didapat dari memenangi lomba digunakan untuk mengembangkan mesin pengawet susu.
“Waktu mesin pertama, modalnya sangat besar. Bisa sampai ratusan juta, soalnya bongkar pasang. Saya baru menemukan, ternyata perbedaan kejut listrik untuk benda padat dan benda cair terletak pada voltase, untuk benda cair lebih rendah,” jelasnya.
Tepat bulan April 2011, mesin rancangan Hadi selesai. Setelah dikenalkan ke publik, beberapa peternak di kampungnya mulai melirik mesin buatan Hadi. Mereka meminta untuk dibuatkan.
Hadi membanderol alat pengawet susu buatannya seharga Rp 12,5 juta untuk kapasitas 10 liter.
“Alat ini pertama kali dan satu-satunya di Indonesia,” klaim dia.
Dia menambahkan, sejak 2013 lalu, dia mulai mematenkan brand Sulis atau Milk Electricity di bawah naungan CV Inovasi Anak Negeri. Hadi mengungkapkan, sejauh ini sudah lebih dari 50 alat pengawet susu terjual.
“Laporan penjualan 2014, omzet penjualan Milk Electricity dan alat-alat pertanian lain mencapai Rp 1,2 miliar per tahun. Keuntungan kami sekitar 50-60 persen,” ujarnya berbungah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar