MINAHASA. Innova hitam keluaran tahun 2006 melaju kencang dari Minahasa Utara menuju Manado. Kecepatan rata-rata mobil tersebut 50-100 km per jam setiap hari. Johan Arnold Mononutu menggunakan 10-15% bahan bakar bioetanol dari nira aren.“Tidak ada keluhan apa-apa, malahan suara mesin lebih halus dan tarikan lebih kencang karena setara Pertamax Plusplus,”ujar Johan.
Johan Arnold Mononutu menggunakan bioetanol sejak tahun 2007 ketika berhasil memproduksi bahan bakar nabati dari nira aren berkadar 99,9%. Selain digunakan sebagai bahan bakar untuk ekndaraan johan memanfaatkannya untuk kompor.”Cuma, untuk kompor cukup memakai bioetanol berkadar 60%,” ungkapnya.
Dengan menggunakan biotenal lanjut Johan, menghasilkan api berwarna biru, tanpa jelaga dan lebih irit karena konversi minyak tanah dan bioetanol 2:1 yang artinya, 1liter bioetanol mampu menggantikan 2 liter minyak tanah. “kesuksesan ini telah mendorong kelompok nelayan di Desa Kema, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa mengganti minyak tanah dengan bioetanol untuk lampu-lampu petromaknya,”tutur Johan.
Untuk memproduksikan bioetanol dari nira aren menurut Johan tidaklah sulit, dengan menggunakan seperangkat alat destilasi rakitan sendiri yang terbuat dari besi nirkarat (stainless steel) yang terdiri dari pipa kondensator serta selang-selang plastic. “sekarang dengan volume tangki lebih besar dan pengaturan suhu otomatis, dalam sehari atau 10 jam kerja kami mampu menghasilkan 500 liter bioetanol,” tambah Johan.
Bioetanol bagi masyarakat Minahasa Utara bukanlah barang baru, mereka sudanh mengenal sejak zaman Belanda bahkan mungkin jauh sebelumnya. Dihampir beberapa kecamatan seperti Kauditan dan Telawaan memproduksikan energy hijau tersebut sebagai mata pencaharian. Di Desa Tamaluntung Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, sekitar 200 KK yang mengolah nira aren menjadi bioetanol berkadar alcohol 40-50% yang mereka sebut “Cap Tikus”. Cap Tikus merupakan minuman keras tradisional masyarakat Minahasa.
Potensi bioetanol dari pohon aren di Tamaluntung sangat besar. Penggerak Ekonomi Pedesaan di kabupaten Minahasa Utara, Renald Tuhwidan menuturkan, jumlah produktif berumur 7 sampai 30 tahun tidak kurang dari 50.000 batang, yang belum produktif tidak terhitung. Semuanya tumbuh dengan liar. Dari pohon aren yang produktif itu hanya 60-70% yang telah dimanfaatkan, selebihnya pohon tidak disadap. Dengan masa produksi 4-6 bulan setiap pohon akan menghasilkan 20 liter nira. Terbayangkan jika seluruh pohon aren dimanfaatkan sebagai bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. (SF)
Minggu, 01 April 2012
SPBU Bioethanol penggati bensin dan minyak tanah dari kebun Aren
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar