Sistem Agribisnis Aren di Kecamtan Mungka Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat
A. Tujuan Strategis Pengembangan Agribisnis aren di Kecamatan Mungka
oleh : Aris Samudra
Berdasarkan informasi dari Kecamatan Mungka, salah satu misi Kecamatan Mungka yaitu mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis pertisipasi masyarakat, serta penciptaan lapangan kerja. Hal tersebut memberikan rekomendasi terhadap pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka. Pengembangan agribisnis aren dapat meningkatkan pendapatan petani aren sehingga berkontribusi terhadap perekonomian Kecamatan Mungka. Selain itu, pengembangan agribisnis aren mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan pengembangan tersebut bersifat partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan yang ditumbuhi tanaman aren sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, UPT Pertanian Kecamatan Mungka juga memiliki misi strategis dalam mengembangkan pertanian di Kecamatan Mungka, yaitu mengembangkan tanaman perkebunan yang potensial sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi tingkat pengangguran di Kecamatan Mungka. Salah satu tanaman perkebunan yang terdapat di Kecamatan Mungka adalah tanaman aren
Berdasarkan informasi dari Kecamatan Mungka, salah satu misi Kecamatan Mungka yaitu mewujudkan pembangunan yang adil, ramah lingkungan dan berbasis pertisipasi masyarakat, serta penciptaan lapangan kerja. Hal tersebut memberikan rekomendasi terhadap pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka. Pengembangan agribisnis aren dapat meningkatkan pendapatan petani aren sehingga berkontribusi terhadap perekonomian Kecamatan Mungka. Selain itu, pengembangan agribisnis aren mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan pengembangan tersebut bersifat partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar hutan yang ditumbuhi tanaman aren sehingga mampu mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, UPT Pertanian Kecamatan Mungka juga memiliki misi strategis dalam mengembangkan pertanian di Kecamatan Mungka, yaitu mengembangkan tanaman perkebunan yang potensial sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi tingkat pengangguran di Kecamatan Mungka. Salah satu tanaman perkebunan yang terdapat di Kecamatan Mungka adalah tanaman aren
Berdasarkan hasil wawancara dengan UPT Pertanian Kecamatan Mungka,
adapun tujuan strategis pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka
adalah meningkatkan produksi gula aren yang berkualitas di Kecamatan
Mungka sehingga mampu meningkatkan pendapatan petani aren di Kecamatan
Mungka. Arah pengembangan agribisnis aren yang dirumuskan oleh Kecamatan
Mungka menitikberatkan pada pengembangan agribisnis tanaman aren dengan
sistem tumpang sari/agroforesti. Selain itu, pengembangan agribisnis
aren di Kecamatan Mungka menciptakan sistem pengolahan gula aren secara
berkelompok sehingga mampu meningkatkan produktivitas, pemanfaatan
teknologi tepat guna dan menjaga tingkat kemurnian gula aren tanpa
campuran di Kecamatan Mungka.
B. Deskripsi Agribisnis aren di Kecamatan Mungka
B.1 Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem agribisnis hulu menggambarkan tentang kios-kios sarana
produksi yang menyediakan bibit, pupuk, peptisida, dan alat-alat
pertanian. Menurut Hermawan (2008), subsistem agribisnis hulu menyangkut
kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup perencanaan,
pengelolaan dari sarana produksi, teknologi, dan sumberdaya agar
penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat
waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, dan tepat produk. Oleh
karena itu, subsistem agribisnis hulu yang ideal dalam pengembangan
sistem agribisnis aren di Kecamatan Mungka, sebaiknya menyediakan
alat-alat dan mesin pertanian serta industri sarana produksi yang
digunakan dalam usahatani aren, sehingga penyediaan sarana produksi
tersebut memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat
mutu, dan tepat produk.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan UPT Pertanian Kecamatan Mungka, Kecamatan
Mungka memiliki kios-kios sarana produksi yang menyediakan pupuk,
peptisida, dan obat-obatan. Namun hal tersebut tidak pernah dimanfaatkan
oleh petani aren untuk membudidayakan tanaman aren, sehingga subsistem
agribisnis hulu dengan subsistem usahatani tidak saling berketerkaitan.
Padahal, petani bisa memperoleh pupuk melalui distributor pupuk
bersubsidi yang terdapat di Kecamatan Mungka. Ketersediaan kios-kios
sarana produksi yang terdapat di Kecamatan Mungka merupakan kekuatan
dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Pedagang saprodi di Kecamatan Mungka, Pedagang
saprodi tersebut menyediakan pupuk meliputi pupuk urea, pupuk NPK,
pupuk KCL, dan pupuk ZA. Pupuk tersebut biasanya dibeli oleh petani
langsung ke kios-kios pedagang saprodi secara tunai. Namun, petani aren
di Kecamatan Mungka tidak pernah membeli pupuk untuk dimanfaatkan dalam
usahatani mereka. Dalam pemupukan tanaman aren, Petani aren biasanya
menggunakan abu dari kayu bakar yang digunakan sebagai bahan bakar dalam
memasak gula aren. Menurut Sunanto (1993), Pemupukan dilakukan untuk
merangsang pertumbuhan agar lebih cepat. Pemupukan
dilakukan pada tanaman berumur 1-3 tahun dengan memberikan
seperti pupuk urea, NPK, pupuk kandang, dan KCL yang
ditaburkan pada sekeliling batang pohon aren yang telah digemburkan
tanahnya. Oleh karena itu, ketersediaan pupuk di kios-kios sarana
produksi di Kecamatan Mungka merupakan kekuatan dalam pengembangan
agribisnis di Kecamatan Mungka.
Selain
itu, pedagang saprodi juga menyediakan peptisida seperti deltametrin
dan sihalotorin. Peptisida tersebut dibeli oleh petani kakao untuk
membasmi kumbang penggerek batang. Berdasarkan hasil wawancara dengan
Petani , tanaman aren selalu diserang oleh kumbang penggerek batang.
Namun, Petani aren tidak pernah melakukan penyemprotan peptisida untuk
mengatasi hama tersebut. Ketersediaan peptisida di kios-kios sarana
produksi di Kecamatan Mungka yang mampu mengatasi hama pengganggu pada
tanaman aren merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis aren di
Kecamatan Mungka. Ketersediaan input produksi seperti pupuk dan
peptisida cukup tersedia, sehingga penyaluran input produksi tersebut
lancar dan harga sangat terjangkau oleh petani. Oleh karena itu, petani
aren mampu memanfaatkan input produksi tersebut dalam membudidayakan
tanaman aren. Penyaluran input produksi yang lancar dan harga yang
terjangkau oleh petani merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis
aren di Kecamatan Mungka.
Selain
pupuk dan peptisida, berdasarkan hasil wawancara dengan Pedagang
saprodi di Kecamatan Mungka, Pedagang saprodi juga menyediakan alat-alat
pertanian seperti parang, cangkul, pisau, dan lain-lain. Berdasarkan
informasi dari Petani , Petani membeli alat-alat pertanian digunakan
untuk perawatan tanaman aren, penyadapan nira pada tanaman aren, dan
pengolahan gula aren. Petani sangat mudah mendapatkan alat-alat
pertanian yang digunakan dalam penyadapan tanaman aren dan mengolah
nira aren menjadi gula aren di kios-kios sarana produksi dan
pasar-pasar Kecamatan atau di Pasar Payakumbuh dengan harga yang
terjangkau. Oleh karena itu, ketersediaan alat-alat pertanian di
kios-kios sarana produksi Kecamatan Mungka yang dimanfaatkan petani aren
merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka.
Berdasarkan
informasi dari Dinas Perkebunan Kab. Lima Puluh Kota, kios-kios sarana
produksi di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya Kecamatan Mungka belum
ada yang mampu menyediakan bibit unggul tanaman aren dan
penelitian-penelitian tentang bibit unggul tanaman aren di Kabupaten
Lima Puluh Kota juga belum mendapatkan perhatian yang serius serta dalam
pengadaan bibit unggul belum ditemui petani-petani yang menyediakan
bibit unggul. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani , petani masih
menggunakan bibit yang berasal dari seleksi alam (Musang). Ketersediaan
bibit yang berasal dari seleksi alam tersebut belum bisa dikatakan
sebagai bbit unggul dan bibit tersebut memiliki jumlah yang tidak bisa
dipastikan sehingga menghambat kemampuan petani dalam mengembangkan
skala usahatani petani aren di Kecamatan Mungka. Oleh karena itu,
ketersediaan bibit unggul yang belum ada merupakan kelemahan dalam
pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Namun, daerah Banten dan Kalimatan Timur menyediakan biji dan bibit
unggul tanaman aren sehingga mampu menyediakan pasokan biji dan bibit
unggul kepada setiap wilayah-wilayah yang membutuhkan (Kusumanto, 2008).
CV.Multivalent Prima yang terdapat di Semarang juga menyediakan bibit
unggul tanaman aren sehingga mampu dimanfaatkan Kecamatan Mungka untuk
ketersediaan bibit unggul di Kecamatan Mungka. Ketersediaan bibit unggul
tersebut merupakan peluang bagi kios-kios sarana produksi dalam
pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka sehingga tersedianya
bibit unggul tanaman aren di Kecamatan Mungka.
B. 2 Subsistem Agribisnis Usahatani
Subsistem agribisnis usahatani (On Farm Agribusiness)
merupakan kegiatan proses produksi mulai dari pengolahan tanah,
penanaman, perawatan dan pemungutan hasil. Petani aren masih saja
melakukan pembudidayaan aren dengan sangat tradisional. Petani aren
tidak melakukan penyeleksian benih dan pembibitan serta pengembangan
luas tanam tanaman aren. Petani aren hanya merawat tanaman aren yang
tumbuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, kegiatan usahatani aren di
Kecamatan Mungka tidak optimal sehingga produktivitas tanaman nira di
Kecamatan Mungka belum maksimal.
Usahatani
aren menggambarkan tentang penggunaan dan pengelolaan faktor-faktor
produksi (lahan, tenagakerja, modal, teknologi dan manajemen) dalam
proses membudidayakan tanaman aren yaitu persiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan tanaman, pemupukan dan pemungutan hasil.
Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan dan hasil wawancara dengan petani , petani
tidak memiliki luas lahan yang luas dan khusus untuk penanaman tanaman
aren. Lokasi tanaman aren yang dimiliki oleh petani menyebar di
perkarangan, lereng-lereng perbukitan dan kebun petani . Tanamana aren
biasanya merupakan tanaman pendamping tanaman lain seperti kakao dan
karet. Oleh karena itu, petani hanya memiliki
beberapa batang tanaman aren. Jumlah batang aren yang dimiliki oleh
petani masih sedikit sehingga jumlah produksi gula aren masih belum
bisa memenuhi permintaan pasar yang sangat tinggi. Padahal,
masih banyak lahan-lahan kosong yang potensial yang dapat dimanfaatkan
dalam pengembangan tanaman aren di Kecamatan Mungka.
Selain
itu, petani juga tidak pernah melakukan pengolahan lahan terlebih
dahulu dalam membudidayakan tanaman aren. Tanaman aren tumbuh di
perkarangan atau di lereng-lereng perbukitan tanpa penyiapan lahan dan
pengolahan lahan. Menurut Soeseno (1992), akar tanaman aren akan sulit
menembus butiran tanah dan akar tanaman aren akan menjadi kerdil
apabila lahan yang akan ditanami tanaman aren tidak gembur dan tidak ada
perlakuan dalam pengolahan tanah sehingga menghambat pertumbuhan
tanaman aren dan berpengaruh terhadap produksi nira yang dihasilkan
tanaman aren. Oleh karena itu, proses pengolahan lahan sangat penting
sehingga penanaman tanaman aren tanpa ada pengolahan lahan sebelumnya
merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka.
Berdasarkan
hasil pengamatan di lapangan, tanaman aren di Kecamatan Mungka
merupakan tanaman yang tidak dibudidayakan sehingga tanaman aren
merupakan tanaman liar yang penyebaran pertumbuhannya dilakukan melalui
seleksi alam dengan bantuan binatang (Musang). Oleh karena itu, bibit
tanaman aren yang tumbuh tersebar secara tidak teratur dan berkelompok.
Selain itu, bibit aren yang tumbuh tidak terdapat dalam jumlah yang
besar dan bibit yang tumbuh tersebut belum bisa dipastikan bibit unggul.
Bibit unggul yang tidak tersedia menghambat petani dalam mengembangkan
skala usahanya dan produksi nira yang dihasilkan petani di Kecamatan
Mungka belum maksimal. Jadi, bibit aren yang berasal dari seleksi alam
yang tidak termasuk kedalam kategori bibit unggul merupakan kelemahan
dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Petani , tanaman aren di Kecamatan Mungka hanya
menghasilkan rata-rata 15 liter per batang dalam satu kali penyadapan.
Menurut Kusumanto (2008), Produktivitas aren beragam antar tanaman,
umumnya pohon dengan ukuran batang besar dan tinggi merupakan penghasil
nira yang banyak. Produksi nira tertinggi dijumpai pada penyadapan
mayang yang pertama, kemudian akan menurun pada mayang berikutnya.
Produksi nira optimal berkisar 20-30 liter/hari/pohon dengan diameter
batang kecil dan pendek atau penyadapan pada mayang kedua, produksi nira
akan berkurang, berkisar 10–20 liter/hari. Namun apabila petani aren
di Kecamatan Mungka menggunakan bibit unggul maka tanaman aren mampu
mencapai produktivitas optimal .Bibit unggul mampu menghasilkan 25-30
liter nira per batang dalam sekali penyadapan dan masa produksi yang
lebih cepat (CV.Multivalent Prima). Oleh karena itu, ketersediaan bibit
unggul merupakan permasalahan yang sangat penting dalam pengembangan
agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan petani , petani tidak pernah melakukan
penanaman tanaman aren secara teratur sehingga perencanaan dalam
penanaman tanaman aren baik dari segi jumlah maupun pola tanam tidak
pernah dilakukan. Pada umumnya, petani hanya memindahkan tanaman aren
yang tumbuh liar ke perkarangan rumah petani atau ke kebun petani
sebagai tanaman pendamping, tanaman pagar dan tanaman pelindung yang
ditanam secara tumpang sari dengan tanaman coklat dan tanaman karet.
Selain pola penanaman tumpang sari, petani juga melakukan penanaman
dengan pola penanaman agroforesti yaitu menanam tanaman aren di sekitar
lereng-lereng perbukitan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani ,
pola penanaman tanaman aren dengan menggunakan pola tanam tumpang sari
dilakukan karena umur produksi tanaman aren yang cukup lama. Tanaman
aren di Kecamatan Mungka mulai memproduksi nira pada umur 8-10 tahun
sehingga dengan pola tanam tumpang sari, petani bisa memanfaatkan hasil
dari tanaman lain yang ditanam. Oleh karena itu, umur produksi tanaman
aren yang cukup lama merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis
aren di Kecamatan Mungka.
Dalam
budidaya tanaman aren, petani hanya melakukan penyiangan dan
pemupukan. Petani menyiangi tumbuhan pengganggu dan membersihkan
kotoran-kotoran yang menempel di batang tanaman aren yang dilakukan di
setiap hari sewaktu petani melakukan penyadapan nira. Selain
itu, petani aren juga melakukan pemupukan dengan menggunakan Abu yang
di lakukan satu bulan sekali. Debu tersebut berasal dari kayu bakar yang
digunakan untuk memasak nira menjadi gula aren. Berdasarkan informasi
dari petani , tanaman aren yang dilakukan penyiangan dan pemupukan
dengan debu lebih memberikan hasil yang maksimal dibandingkan dengan
pohon aren yang tumbuh liar tanpa pemeliharaan. Hal tersebut
membukitikan bahwa tanaman aren sangat membutuhkan budidaya dan
perawatan yang optimal sehingga mampu meningkatkan produktifitas.
Oleh karena itu, petani aren di Kecamatan Mungka masih menggunakan
teknik budidaya yang masih sangat tradisional karena petani tidak
melakukan pengolahan lahan, seleksi bibit unggul, penanaman, penyiangan
dan pemupukan yang optimal sehingga sangat mempengaruhi produktivitas
tanaman aren. Menurut Kusumanto (2008), Apabila tanaman aren
dibudidayakan dengan
bibit yang unggul, pemeliharaan yang intensif, pemupukan yang cukup,
pengelolaan manajemen kebun yang memadai, maka hasilnya akan lebih baik
dari pada yang sekarang ini dihasilkan dari pohon yang alami bahkan yang
tumbuh liar dengan jarak yang tidak beraturan. Tanaman aren yang tidak dibudidayakan merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan petani , proses penyadapan nira yang dilakukan
oleh petani meliputi tahap (1) persiapan penyadapan, (2) pemukulan
tandan bunga jantan, (3) pemotongan ujung tandan bunga jantan, (4)
penyadapan. Proses persiapan penyadapan nira yang dilakukan oleh petani
dengan membersihkan batang aren dari ijuk dan kotoran lain serta
membuka pelepahnya. Selain membersihkan batang aren, petani memasang
tangga yang terbuat dari buluh sebagai alat untuk memanjat pohon aren
sewaktu penyadapan nira. Setelah pohon aren siap disadap, petani
melakukan pemukulan terhadap tandan bunga jantan yang siap untuk
disadap niranya. Pemukulan tandan bunga jantan dilakukan menggunakan
kayu dengan arah memutar mulai dari ujung ke arah pangkal, kemudian
sebaliknya sebanyak 3-6 kali putaran yang dilakukan secara perlahan dan
hati-hati serta menggoyang-goyangkan tandan bunga jantan secara
perlahan. Proses tersebut bertujuan untuk memperbesar pori-pori dan
melunakkan tandan bunga jantan, sehingga nira mudah keluar.
Setelah
pemukulan tandan bunga jantan, petani memotong ujung tandan bunga
jantan dengan menggunakan pisau. Sebelumnya, dirijen atau bambu
digantungkan dekat tandan tersebut sehingga air nira yang keluar
tertampung didalam bumbung atau dirijen tersebut. Petani akan
mengaitkan katrol dirijen atau bambu sehingga setelah bumbung atau
dirijen tersebut penuh maka petani akan menurunkan menggunakan katrol
tersebut.
Selain
itu, ketersediaan tenaga kerja dalam penyadapan nira masih sedikit.
Dalam penyadapan nira, petani hanya mampu menyadap 4-6 batang aren per
hari. Dalam satu batang tanaman aren, petani dapat menyadap tanaman
aren tersebut dua kali dalam satu hari. Pada
umumnya, penyadapan nira dilakukan oleh kaum laki-laki (Lampiran 14).
Ketersediaan tenaga kerja yang masih sedikit tersebut di sebabkan karena
penyebaran tanaman aren yang tidak teratur, proses penyadapan nira yang
masih tradisional memiliki resiko yang sangat tinggi dan membutuhkan
tenaga yang maksimal dalam memanjat batang aren yang tinggi yaitu 10-20
meter. Menurut Kusumanto (2008), keadaan kebun aren yang tidak
beraturan, setiap satu orang tenaga penyadap paling-paling hanya sanggup
menangani 10-20 pohon aren saja setiap harinya (pagi dan sore), yang
dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan berpengalaman. Kalau tenaga yang
baru dan belum berpengalaman mungkin hanya bisa menyadap 5-10 pohon
saja. Oleh karena itu, penyebaran tanaman aren yang tidak teratur di
pekarangan petani ditambah proses penyadapan yang masih sangat
tradisional akan berakibat proses penyadapan tanaman aren menjadi tidak
efektif dan efisien. Hal tersebut merupakan kelemahan dalam pengembangan
agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Menurut
Kusumanto (2008), proses penyadapan nira dapat dilakukan dengan
menggunakan sistem jembatanisasi. Sistem jembatanisasi dapat dilakukan
apabila tanaman aren memiliki pola tanam yang teratur dan memiliki jarak
yang dekat antara satu tanaman dengan tanaman lain dengan jarak antara 4
- 6 meter, dipasang 2 (dua) baris bambu yang sambung menyambung dari
satu pohon ke pohon lain sampai di pohon yang paling ujung. Penyadap
nira hanya memanjat naik pada satu pohon di awal, berpindah ke pohon
satu ke pohon berikutnya melalui jembatan bambu yang dibuat di atas
pohon, dan kemudian turun pada pohon yang paling ujung. Sedangkan untuk
naik dan turunnya wadah penampung nira dan niranya, mereka menggunakan
tali yang ditarik ulur dari atas atau dari bawah pohon.
Dengan
menerapkan jembatanisasi antar pohon dan sekaligus pipanisasi nira
sampai ke tempat pengolahan, maka banyak sekali keuntungan yang akan
diperoleh. Sebab banyak sekali pekerjaan yang biasanya dilakukan pada
pola konvensional tidak dilakukan lagi. Waktu yang diperlukan untuk
mengerjakan penyadapan hingga nira sampai di penampungan menjadi lebih
pendek, sehingga setiap pekerja bisa mengerjakan dengan jumlah pohon
yang lebih banyak. Selain itu, mutu nira yang di hasilkan lebih baik dan
lebih alami, karena nira langsung mengalir dan ditampung ditempat
pengolahan dalam waktu singkat. Nira tidak lagi mengalami perubahan
karena terkumpul tanpa perlakukan selama sekitar 10-14 jam di wadah
penampungan nira yang menggunakan sistem tradisional. Dengan demikian
mutu gula pasti lebih baik dan tentu akan menaikkan nilai daya saing dan
nilai jualnya.
Sistem
jembatanisasi merupakan inovasi teknologi dalam proses penyadapan
tanaman aren di Kecamatan Mungka sehingga proses penyadapan nira menjadi
efektif dan efisien yang akan berdampak terhadap peningkatan produksi
dan kualitas produk yang di hasilkan di Kecamatan Mungka. Oleh karena
itu, sistem jembatanisasi merupakan peluang dalam mengembangkan
agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan petani , selain nira aren yang diolah menjadi
gula aren, petani juga bisa memanfaatkan ijuk, kolang-kaling dan sagu
yang dimiliki tanaman aren sehingga memberikan pendapatan tambahan bagi
petani. Namun, ijuk, kolang-kaling dan sagu tidak memiliki pasar yang
jelas sehingga petani hanya memenuhi permintaan terhadap produk
tersebut apabila ada permintaan secara langsung ke tempat petani . Pada
tahun 1999, petani aren di Kecamatan Mungka pernah menjual ijuk kepada
pedagang sebanyak 10 Ton dengan harga jual 1.000/Kg. Ijuk
tersebut akan di ekspor ke Jerman dengan standar kualitas dan
kebersihan yang telah ditentukan. Selain itu, petani juga menjual buah
kolang-kaling pada Bulan Ramadhan dengan harga 9.000/Kg.
Apabila tanaman aren sudah tidak produktif lagi, petani resonden dapat
menjual sagu yang terdapat di dalam batang aren yang pada umumnya
dimanfaatkan konsumen untuk pakan kuda dan pembuatan tepung dengan harga
Rp 200.000,-/Batang. Nilai ekonomis
yang dimiliki tanaman aren selain pemanfaatan nira menjadi gula aren
mampu memberikan pendapatan tambahan kepada petani . Hal tersebut
merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka.
C. Subsistem Agribisnis Hilir
Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah
hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk siap
untuk dimasak maupun dikonsumsi beserta kegiatan pemasarannya baik pada
pasar domestik maupun internasional.
C. 1. Pengolahan Nira menjadi Gula Aren
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani , kegiatan pengolahan nira
menjadi gula aren dilakukan oleh petani itu sendiri sehingga kegiatan
usahatani aren dan pengolahan gula aren merupakan kegiatan utama petani
aren di Kecamatan Mungka. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
petani aren di Kecamatan Mungka melakukan pengolahan secara sendiri.
Petani yang melakukan pengolahan gula secara sendiri sebesar 50 % dan
sebesar 50 % pengolahan gula aren di lakukan oleh tenaga kerja dalam
keluarga lainnya (perempuan). Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam
pengolahan nira menjadi gula aren hanya satu orang tenaga kerja dalam
keluarga sehingga produksi gula aren yang dihasilkan oleh petani aren di
Kecamatan Mungka masih sedikit dan belum bisa memenuhi kebutuhan pasar
yang berasal dari dalam maupun dari luar Kecamatan Mungka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani , proses pengolahan nira
menjadi gula aren dilakukan dengan cara memasak nira aren tersebut
menggunakan kuali yang berukuran besar. Proses pengolahan nira menjadai
gula aren meliputi : (1) penampungan nira, (2) penyaringan nira, (3)
pemasakan, (4) percetakan. Setelah nira aren disadap, nira aren tersebut
dikumpulkan didalam ember. Sebelum nira aren tersebut dimasak, nira
disaring dengan menggunakan penyaringan yang berguna untuk memisahkan
nira aren dengan kotoran yang ikut sewaktu penyadapan. Penyaringan nira
dari kotoran dilakukan sebanyak 2 kali. Setelah proses penyaringan, aren
dimasak menggunakan kuali besar di atas tungku api yang berbahan bakar
kayu bakar. Seluruh petani menghabiskan kayu bakar dengan biaya sebesar
Rp 300.000 per bulan kira-kira 1/8 m3 / Hari. Nira aren
sebanyak 40-45 liter mampu menghasilkan 5 Kg gula aren dengan lama
proses memasak selama 1.5 jam. Setelah nira aren dimasak, nira akan
menjadi kental dan berwarna merah kecoklat-coklatan sehingga nira yang
kental tersebut akan dimasukkan kedalam cetakan yang berdiameter 5 cm.
Sebelum dimasukkan kedalam cetakan, cetakan tersebut direndam terlebih
dahulu ke dalam air untuk memudahkan pelepasan gula aren dari cetakan.
Cetakan aren yang berdiameter 5 cm tersebut menghasilkan gula aren
dengan berat 0.23-0.25 kg gula aren. Setelah gula aren kering dan
dingin, gula aren tersebut di bungkus dengan daun pisang dan siap untuk
dipasarkan. Satu bungkus gula aren tersebut memiliki berat 1 Kg.
Proses
pengolahan nira menjadi gula aren di Kecamatan Mungka masih sangat
tradisional dan sederhana sehingga proses tersebut tidak efisien dan
efektif. Selain itu, proses pengolahan gula aren yang menggunakan kayu
bakar merupakan proses pengolahan yang tidak ramah lingkungan. Proses
pengolahan nira menjadi gula aren yang sangat sederhana dan masih
menggunakan kayu bakar merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis
aren di Kecamatan Mungka.
Pabrik Gula Aren di Masarang Sulawesi Utara memanfaatkan
energi panas bumi untuk mengolah nira menjadi gula aren sehingga petani
aren di Masarang tersebut tidak perlu menggunakan kayu bakar untuk
mengolah gula aren. Selain itu, gula aren yang dihasilkan memiliki
standar kebersihan, kualitas dan kemasan (Kompas.com, 2009). Selain itu,
teknologi pengolahan gula aren yang menggunakan alat atau mesin RO
mampu meningkatkan kandungan gula aren dari 10-12% menjadi 30%
artinya massa air murni yang terdapat dalam larutan nira dapat
dipisahkan sebanyak sekitar 60 % (atau hampir 2/3) bagian dari
nira. Proses pengolahan ini tidak menggunakan energi panas sehingga
sangat hemat bahan bakar. Oleh karena itu, teknologi membran yang
menggunakan alat RO mampu meningkatkan produksi gula aren, menghemat
bahan bakar, nira menjadi
sangat bersih dan hiegenis, karena bisa dipisahkan dengan
partikel-partikel kotoran yang mungkin terlarut, nira bisa distrerilkan
dari kandungan organisme renik yang menyebabkan mutu nira berubah, dan
nira bisa dikemas dan dijual dalam keadaan segar tanpa proses pemanasan
(Kusumanto, 2010). Teknologi pengolahan gula aren yang efektif dan
efesien tersebut merupakan peluang yang bisa dimanfaatkan dalam
pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani , produk gula aren yang
dihasilkan oleh petani aren di Kecamatan Mungka berupa gula cetak atau
balok yang memiliki bentuk fisik seperti tabung yang memiliki tinggi 4
cm dan diameter alas 7 cm. Produk gula aren yang dihasilkan petani aren
di Kecamatan Mungka masih sangat tradisional yang dikemas dengan daun
pisang. Bentuk produk tanaman aren yang masih sangat tradisional dan
tidak menarik tidak mampu memasuki pasar modern ataupun pasar
internasional yang selalu memiliki standar kebersihan, standar kualitas
dan kemasan terhadap produk gula aren. Oleh karena itu, bentuk produk
gula aren yang sangat tradisional dan tidak menarik merupakan kelemahan
dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara dengan petani , gula aren yang berasal
dari Kecamatan Mungka masih bersifat murni tanpa campuran. Oleh karena
itu, konsumen sangat menyukai gula aren yang berasal dari Kecamatan
Mungka karena gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka memiliki
kualitas yang bagus dan aroma yang khas. Kemurnian gula aren tanpa
campuran merupakan kekuatan dalam pengembangan agribinis aren di
Kecamatan Mungka. Namun, gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka
tidak menggunakan kemasan yang bagus, bersih dan menarik. Promosi
terhadap produk gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka juga tidak
pernah dilakukan sehingga hal tersebut dapat menyebabkan konsumen tidak
mengetahui keunggulan gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka.
Kegiatan promosi dan memberikan kemasan yang menarik memberikan nilai
tambah bagi produk tersebut sehingga gula aren yang berasal dari
Kecamatan Mungka yang tidak memiliki kemasan yang menarik dan tidak ada
kegiatan promosi merupakan kelemahan dalam pengembangan agribisnis aren
di Kecamatan Mungka.
Walaupun
kemasan gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka tidak bagus,
bersih dan menarik serta belum adanya kegiatan promosi, gula aren yang
dihasilkan selalu habis terjual dengan harga yang cukup tinggi yaitu Rp
10.000/ kg yang di jemput oleh pedagang pengumpul ke tempat pengolahan yang dimiliki oleh petani .
C. 2. Keuangan Petani
Modal
dalam berusahatani merupakan unsur produksi yang paling penting, tanpa
modal segalanya tidak akan berjalan dengan baik. Kecukupan modal
mempengaruhi ketepatan waktu dan takaran dalam menggunakan modal. Selain
itu, modal juga sangat menentukan tingkat atau macam teknologi yang
diterapkan (Daniel, 2002). Berdasarkan hasil wawancara dengan petani ,
petani menggunakan modal sendiri dalam melakukan usahataninya walaupun
telah tersedia lembaga keuangan penunjang seperti BPR di tingkat
Kecamatan. Peluang tersebut belum dimanfaatkan oleh petani karena modal
untuk mengusahakan tanaman aren tidak terlalu besar sehingga petani
merasa masih memiliki modal yang cukup dari hasil panen sebelumnya.
Modal yang diperlukan petani dalam usahatani aren berkisar Rp 600.000 – Rp 700.000.
Modal tersebut terdiri dari biaya investasi alat-alat penyadapan dan
pengolahan gula aren, biaya tenaga kerja (biaya yang diperhitungkan/
bulan) dan biaya operasi (biaya pembelian kayu bakar/bulan). Alat-alat
yang digunakan dalam usahatani aren yaitu, parang, batu asahan, kuali,
sendok, dirijen, baskom, katrol, plastik dan pencetak gula aren dengan
biaya investasi awal rata-rata sebesar Rp 279.500,-.
Selain itu, penyusutan alat-alat tersebut juga diperhitungkan dengan
membagi 2, yaitu biaya penyusutan alat penyadapan nira dengan biaya
rata-rata sebesar Rp 20.775,-/tahun dan biaya penyusutan alat pengolahan nira menjadi gula aren dengan biaya rata-rata sebesar Rp 36.319,-/tahun. Biaya tenaga kerja dan biaya bahan bakar (Kayu bakar) adalah Rp 737.750,-/bulan dan Rp 300.000,-
/bulan. Namun, biaya tenaga kerja merupakan biaya yang diperhitungkan
karena menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Oleh karena itu, modal
yang diperlukan petani dalam mengusahakan usaha tani aren masih bisa
dipenuhi oleh petani tersebut.
Berdasarkan Lampiran 17, biaya rata-rata petani dalam mengusahakan usahatani aren sebesar Rp 1.043.515,-/Bulan dengan penjualan rata-rata sebesar 3.225.000,-/bulan sehingga keuntungan bersih rata-rata yang diperoleh petani sebesar Rp 2.181.484,-
/bulan dengan nilai B/C sebesar 3,06. Oleh karena itu, usahatani aren
layak untuk dilaksanakan dan sangat potensial untuk dikembangkan dengan
mempertimbangkan permintaan pasar tehadap gula aren masih belum bisa
dipenuhi sehingga keuntungan yang cukup tinggi diperoleh petani yang
masih mengusahakan tanaman aren dengan tradisional dan jumlah tanaman
yang masih sedikit merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis aren
di Kecamatan Mungka.
C.3. Pemasaran Gula aren
Pemasaran merupakan kegiatan penting dalam aktivitas pertanian terutama
pada sistem agribisnis. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang ,
pemasaran gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka ini dipasarkan di
dalam Kecamatan Mungka maupun di luar Kecamatan Mungka yaitu
Payakumbuh, Bukittinggi, Riau (Rengat), dan Jambi. Di daerah pemasaran
gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka tersebut juga terdapat gula
aren yang berasal dari kecamatan-kecamatan yang menghasilkan gula aren
di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Kecamatan Sago Halaban, Suliki,
Luhak, Payakumbuh dan lain-lain. Selain itu, di daerah pemasaran tesebut
juga terdapat gula aren yang berasal dari Kabupaten Pasaman Barat dan
Tanah Datar. Hal ini menimbulkan persaingan yang merupakan ancaman bagi
pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka. Berdasarkan informasi
pedagang , pesaing-pesaing yang terdapat dari luar Kecamatan Mungka
tidak mempengaruhi penjualan pedagang yang berasal dari Kecamatan Mungka
sehingga gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka selalu habis
terjual dan selalu terjadi peningkatan permintaan.
Pedagang dari komoditi gula aren ini merupakan pedagang pengumpul yang
memasarkan gula aren ke daerah Bukittinggi dan daerah Riau (Rengat).
Hal tersebut mewakili bahwa daerah pemasaran terbesar gula aren yang
berasal dari Kecamatan Mungka adalah Bukittinggi. Berdasarkan informasi
pedagang yang memasarkan gula aren ke Bukittinggi, permintaan gula aren
yang berasal dari Kecamatan Mungka masih belum bisa terpenuhi walaupun
begitu banyak gula aren yang berasal dari daerah lain yang memasarkan
gula aren di Bukittinggi. Permintaan terhadap gula aren yang berasal
dari Kecamatan Mungka selalu meningkat sehingga merupakan peluang yang
harus dimanfaatkan untuk mengambangkan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka. Selain itu, berdasarkan informasi pedagang yang memasarkan gula
aren ke daerah Riau (Rengat), permintaan gula aren di Propinsi Riau
juga sangat prospektif yang disebabkan karena masyarakat di Propinsi
Riau suka mengkonsumsi gula aren untuk kebutuhan makanan dan minuman.
Oleh karena itu, permintaan pasar yang belum bisa terpenuhi serta sudah
di pasarkan antar propinsi merupakan peluang yang harus dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Pedagang pengumpul yang meminjam uang kepada pedagang besar dapat
mengakibatkan tekanan dan harga yang bisa dipermainkan oleh pedagang
besar kepada pedagang pengumpul tersebut sehingga pedagang pengumpul
selalu dirugikan oleh pedagang besar.
Tabel 11. Identitas Pedagang komoditi di Kecamatan Mungka
Kegiatan pada daerah pemasaran gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka memiliki saluran tataniaga sebagai berikut :
1. Petani Pedagang pengumpul Pedagang besar Pedagang pengecer Konsumen
2. Petani Pedagang Pengumpul Pedagang pengecer Konsumen
3. Petani Pedagang pengumpul Pedagang pengecer lokal
4. Petani Konsumen
Petani
lebih menyukai pendistribusian pada saluran tataniaga yang pertama dan
kedua karena pedagang pengumpul membeli gula aren dalam jumlah besar
serta menjemput gula aren tersebut langsung ke tempat pengolahan gula
aren sehingga petani tidak perlu memikirkan lagi biaya transportasi dan
gula aren yang di produksi petani langsung habis terjual.
Walaupun
tidak menimbulkan permasalahan bagi petani, tetapi sebenarnya
pendistribusian dengan saluran tataniaga yang panjang juga menimbulkan
dampak kepada petani. Menurut Cahyono (1996) pemasaran dengan saluran
tataniaga yang panjang yaitu dari petani sebagai produsen disalurkan
kepada pedagang pengumpul, dari pedagang pengumpul kemudian disalurkan
ke pedagang besar. Selanjutnya ke pedagang pengecer untuk
didistribusikan ke konsumen. Pemasaran dengan saluran tataniaga yang
panjang dapat menyebabkan rendahnya harga pada tingkat petani/produsen
dan tingginya harga pada tingkat konsumen sehingga sangat berpengaruh
terhadap daya beli konsumen yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terhambatnya proses pemasaran dan pendapatan petani/produsen menjadi
rendah. Saluran tataniaga yang panjang pada pemasaran gula aren
merupakan ancaman dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka.
Saluran
tataniaga yang paling efisien antara saluran tataniaga I dengan saluran
tataniaga II adalah saluran tataniaga no 2 yang memiliki margin
tataniaga yang paling besar sebesar 0.71. Selain itu, saluran tataniaga
no 2 juga memberikan proporsi keuntungan yang adil dan memiliki saluran
tataniaga yang paling pendek.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, daerah
pemasaran gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka hanya di pasar
tradisional. Produk gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka tidak
pernah mamanfaatkan peluang pasar yang ada di pasar modern dan pasar
internasional (ekspor). Peluang ekspor gula aren ke luar negri sangat
besar. Pada saat ini, Jepang meminta pasokan
gula merah sebanyak 500 ton per bulan akan tetapi jumlah tersebut tidak
terpenuhi. Kelompok Tani Sariwangi tersebut baru dapat memenuhi
permintaan 50 ton per bulan. Sebanyak 90 persen atau 450 ton belum
terpenuhi.(Kompas online, 2010). Selain itu, Pabrik gula aren Masarang
berhasil menebus pasar ekspor ke Jerman dengan harga Rp 110.000,-/Kg.
Harga jual gula aren tersebut sangat menguntungkan bagi petani dan
memiliki prospek yang baik dalam mengembangkan usaha gula aren. Oleh
karena itu, peluang ekspor gula aren ke luar negri harus dimanfaatkan
dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara petani dan pedagang , informasi harga jual gula aren
oleh petani berdasarkan informasi pasar yang diterima dari pedagang
pengumpul. Walaupun kondisi tersebut pada umumnya dapat merugikan petani
karena pedagang pengumpul dapat mempermainkan harga gula aren, namun
petani tidak pernah merasa di rugikan. Harga beli gula aren yang
diterima petani berdasarkan harga pasar yaitu seharga Rp 10.000,-/Kg.
Harga gula aren tersebut cendrung tetap kecuali pada bulan ramadhan,
harga gula aren meningkat pada petani berkisaran Rp 14.000,-/kg – Rp 15.000,-/Kg.
Namun
harga jual gula aren pada pedagang pengumpul bervariasi. Pedagang
pengumpul yang menjual gula aren kepada pedagang besar di pasar Aur
Kuning Bukittinggi dengan harga Rp 12.000,-/ Kg sedangkan pedagang pengumpul menjual gula aren ke pedagang di Riau (Rengat) dengan harga berkisaran Rp 14.000,-/Kg.
Oleh karena itu, pedagang pengumpul yang menjual gula aren ke Riau
lebih besar mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh oleh
pedagang pengumpul cukup besar. Pemasaran daerah Rengat, keuntungan
rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 1.016.277,-/Minggu sedangkan pada daerah Bukittinggi, keuntungan rata-rata yang diperoleh adalah Rp 397.583,-/Minggu.
Kegiatan
pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul menggunakan
fasilitas-fasilitas yang masih sederhana, yaitu kendaraan, gerobak,
karung dan timbangan. Pedagang pengumpul menggunakan kendaran untuk
menjemput gula aren di tempat pengolahan gula aren. Kemasan gula aren
yang akan di pasarkan berupa karung yang berisi 50 kg gula aren per
karung. Dalam pendistribusian gula aren ke pasar, pedagang pengumpul
gula aren mengalami kerugian komoditas akibat rusak sebesar 0.06 % dari
jumlah gula aren yang didistribusikan. Walaupun kerugian tersebut masih
sangat kecil, namun hal tersebut bisa di katakan salah satu kelemahan
dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka akibat pengemasan
dan pendistribusian yang kurang baik.
Sebagai
perbandingan harga gula aren, pedagang pengecer gula aren di Pasar
Payakumbuh menjual gula aren rata-rata Rp 14.000,/Kg sedangkan pedagang
pengecer gula aren di Pasar Padang Loweh di Kecamatan Mungka menjual
harga gula aren rata-rata Rp 13.000,-/Kg. Perbedaan harga tersebut
sangat dipengaruhi oleh rantai tataniaga sehingga biaya-biaya tataniaga
dan proporsi keuntungan di setiap jalur tataniaga gula aren sangat
berbeda-beda.
Pedagang pengecer yang menjual gula aren di Pasar Bawah Bukittinggi menjual gula aren dengan harga Rp 14.000,-/Kg sedangkan pedagang pengecer yang menjual gula aren di Pasar Aur Kuning menjual gula aren dengan harga berkisaran Rp 15.000,-/Kg - Rp 16.000,-/Kg.
Perbedaan harga jual kepada konsumen yang terjadi pada pedagang
pengecer disebabkan karena jumlah gula aren yang beredar di Pasar Bawah
lebih banyak dibandingkan di Pasar Aur Kuning. Selain itu, pedagang
pengecer di Pasar Bawah Bukittinggi mendapatkan pasaokan gula aren
langsung dari pedagang pengumpul sehingga harga beli gula aren oleh
pedagang pengecer di Pasar Bawah berkisaran Rp 12.000,-/Kg sedangkan harga pedagang pengecer di Pasar Aur Kuning berkisaran Rp 14.000,-/Kg.
Berdasarkan informasi dari pedagang pengecer di Pasar Bawah
Bukittinggi, biaya-biaya yang digunakan dalam memasarkan gula aren yaitu
timbangan, keranjang dan kemasan (plastik) dengan biaya-biaya investasi
awal sebesar Rp 1.080.000,- (Lampiran 26). Keuntungan yang diperoleh oleh pedagang pengecer di Pasar Bawah bukittinggi sebesar Rp 679.375,-/Minggu.
Namun, pada pedagang pengecer di Pasar Aur Kuning mengalami kerugian sebesar Rp 9.083,-/Minggu.
Hal tersebut disebabkan karena jumlah pembelian gula aren oleh pedagang
pengecer di Pasar Aur Kuning dalam jumlah sedikit yaitu 20 Kg/Minggu.
Selain itu, pedagang pengecer di Pasar Aur Kuning tidak hanya menjual
gula aren. Pedagang pengecer juga menjual kebutuhan rumah tangga
sehari-hari seperti tepung, gula pasir, dan lain-lain. Apabila
pendapatan pedagang pengecer tersebut digabung dari produk-produk yang
dijual maka pedagang pengecer sangat menguntungkan.
Berdasarkan
informasi dari pedagang pengecer di Pasar bawah Bukittinggi, permintaan
gula aren cukup tinggi. Walaupun gula aren yang mereka jual selalu
bersisa, namun kontiunitas jual beli sangat prospektif dan lancar.
Pedagang pengumpul menyuplai gula aren ke pedagang pengecer pada hari
rabu dan sabtu. Dalam satu kali penyuplaian, pedagang pengecer membeli
gula aren rata-rata sebanyak 200 kg yang dimana pedagang pengecer
membeli gula aren dari berbagai daerah di Kabupaten Lima Puluh Kota dan
Kabupaten Agam. Pedagang pengecer juga menjual gula batok yang berasal
dari tebu dan gula aren campuran dengan gula biasa. Walaupun demikian
pedagang pengecer telah mengelompokkan produk-produk tersebut dengan
harga yang berbeda. Harga gula aren campuran dan harga gula batok yang
dari tebu lebih memiliki harga yang murah dibandingkan gula aren yang
asli. Gula campuran dan gula batok yang berasal dari tebu beredar di
pasaran merupakan ancaman bagi pengembangan agribisnis aren di Kecamatan
Mungka. Walaupun demikian, konsumen lebih cendrung memilih gula aren
asli karena aromanya yang khas dan cita rasa yang enak.
Berdasarkan
informasi dari UPT Pertanian Kecamatan Mungka, kegiatan pemasaran gula
aren yang berasal dari Kecamatan Mungka belum didukung oleh kegiatan
promosi sehingga menyebabkan gula aren ini belum terlalu populer dan
dikenal konsumen. Selain itu, bentuk fisik gula aren sangat tradisional
sehingga mencerminkan kondisi yang tidak higienis dan menarik serta
kemasan gula aren masih dibungkus dengan daun pisang hingga tidak
memilki daya tarik. Padahal, produk gula aren di Jawa dalam bentuk
kristal dan memiliki kemasan yang sangat menarik sehingga konsumen
sangat menyukai produk tersebut. Harga jual gula aren tersebut juga
menguntungkan yaitu dengan harga 20.000/Kg (Suara Merdeka, 2010). Produk
gula aren dalam bentuk kristal dan kemasan yang menarik merupakan
ancaman bagi pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
D. Subsistem Lembaga Penunjang
a. Perekonomian Daerah dan Nasional
Suatu
wilayah dianggap produktif bilamana tingkat pertumbuhan ekonominya
dianggap tinggi dan dapat merespon serta membiayai kegiatan-kegiatan
yang bertujuan untuk menambah pendapatan perkapita masyarakat dan
selanjutnya dapat menambah pendapatan negara yang bersangkutan.
Pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional merupakan peluang yang dapat
membantu pengembangan agribisnis aren. Laju pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Lima Puluh Kota dalam kurun waktu 1999-2003 cendrung mengalami
kenaikan, dimana pada tahun 2003 laju pertumbuhan ekonomi daerah ini
mencapai 4,56 %.
Dalam
Struktur perekonomian Kabupaten Lima Puluh Kota, sektor pertanian masih
mempunyai peranan yang besar di tahun 2004. Berdasarkan perkembangan
distribusi persentase PDRB atas harga berlaku, kontribusi sektor
pertaian pada tahun 2004 sebesar 34,67 % dan 8,68 %-nya berasal dari
sektor perkebunan. Kegiatan pertanian yang lebih banyak didominasi oleh
petani kecil dan penggarap yang tidak boleh dibiarkan saja agar
kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik, maka upaya menumbuhkan
ekonomi masyarakat kecil merupakan prioritas utama ekonomi daerah dan
nasional. Hal ini menjadi peluang bagi pengembangan agribisnis aren yang
dikelola oleh rakyat kecil.
b. Otonomi Daerah
Perubahan
sistem politik dari pusat hingga daerah didasarkan pada Undang-Undang
No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, meyebabkan perilaku
daerah mesti berubah menurut Undang-Undang. Kebijakan otonomi daerah
merupakan salah satu peluang bagi pengembangan agribisnis di setiap
daerah karena pembangunan agribisnis pada era otonomi daerah akan lebih
ditentukan oleh kreativitas dan masing-masing daerah di berikan
kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kebijakan otonomi
daerah memungkinkan pemerintah daerah dalam mengelola sendiri daerahnya
sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang ada termasuk penanganan
sektor agribisnis. Dalam konteks otonomi daerah pemerintah memiliki
kreatifias sendiri untuk menemukan potensi kekayaan daerahnya, untuk itu
pemerintah harus dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan
kreatif agar terbangun sistem agribisnis aren yang terintegrasi dengan
baik.
Arah
kebijakan umum Kabupaten Lima Puluh Kota di bidang perkebunan tahun
2005-2010 adalah (1) mendorong pengembangan komoditi unggulan berbasis
nagari yang mempunyai potensi daya jual di pasar regional, nasional dan
internasional dengan memanfaatkan teknologi yang dapat dijangkau oleh
pelaku usaha; (2) mendorong sektor pertanian secara luas yang
berbasiskan tanaman perkebunan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif
ekonomi, masyarakat dan berorientasi terhadap kebutuhan pasar di dalam
maupun di luar daerah; (3) meningkatkan kualitas dan kuantitas
penyusunan perencanaan program pembangunan perkebunan; (4) menyiapkan
sarana dan prasarana serta sumber daya birokrasi pemerintah kabupaten
(Kantor Perkebunan) dalam penyelenggaraan pemerintahan.
c. Transportasi, Pasar dan Komunikasi
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sarana dan prasarana
pendukung pada Kecamatan Mungka seperti jalan dan alat transportasi
telah tersedia. Pada umumnya masyarakat yang berada di Kecamatan Mungka
memiliki kendaraan pribadi seperti sepeda motor untuk mendukung kegiatan
mereka sehari-hari termasuk dalam usahataninya. Daerah ini juga telah
tersedia jasa angkutan pedesaan dan kendaraan roda dua. Selain itu,
sarana komunikasi sudah tersedianya dengan adanya telepon seluler dengan
beberapa layanan jaringan merupakan kekuatan dalam pengembangan
agribisnis gula aren di Kecamatan Mungka.
Di Kecamatan Mungka juga tersedia pasar-pasar lokal yang menjadi tempat
penjualan produk-produk yang dihasilkan tanaman aren. Oleh karena itu,
ketersediaan pasar yang didukung oleh transportasi, sarana dan prasarana
serta telekomunikasi merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis
aren di Kecamatan Mungka.
d. Lembaga Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani , pedagang saprodi dan
pedagang komoditas, dukungan dari dinas terkait yang berhubungan dengan
pengembangan agribinis aren belum pernah dilakukan, Seperti belum adanya
penyuluhan dan pelatihan terhadap usahatani aren. Selain itu,
pengenalan teknologi dan bibit unggul juga belum pernah dilakukan
sehingga belum ada perhatian pemerintah setempat dan dinas-dinas yang
terkait dalam pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka. Oleh
karena itu, penyuluhan dan pelatihan yang belum pernah dilakukan kepada
pelaku agribisnis aren di Kecamatan Mungka merupakan kelemahan dalam
pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak Ir. Wal Asri (Camat Kecamatan Mungka),
himbauan dan arahan terhadap pengembangan agribisnis aren telah lama di
lakukan yaitu pada tahun 1999 dan arah pengembangan tanaman aren yang
diberlakukan yaitu penanaman tanaman aren secara sistem agroforesti yang
sangat mendukung pengembangan agribisnis aren di Kecamatan Mungka.
Namun, penyuluhan dan pelatihan secara langsung belum pernah
dilakukan serta bentuk kerja sama antara lembaga pemerintah dengan
pelaku agribisnis aren juga belum pernah ada. Selain itu, pemerintah
setempat belum melakukan upaya dalam kegiatan promosi terhadap produk
gula aren yang berasal dari Kecamatan Mungka. Oleh karena itu, produk
gula aren belum pernah menembus pasar internasional yang memiliki
peluang pasar yang sangat bagus. Hal tersebut merupakan kelemahan dalam
pengembangan agribisnis di Kecamatan Mungka.
Selain
itu, kerjasama yang efektif antara masing-masing lembaga yang ada dalam
sistem agribisnis aren sangat diharapkan agar agribisnis aren dapat
berkembang dengan baik. Jika masing-masing lembaga dikoordinasikan dalam
sebuah jaringan kerjasama yang baik untuk membangun agribisnis aren di
Kecamatan Mungka, maka produk yang dihasilkan akan mendatangkan
keuntungan kompetitif bagi daerah tersebut. Ini akan membuat pertumbuhan
ekonomi wilayah akan meningkat dan pembangunan daerah juga akan menjadi
lebih baik. Namun saat ini pemerintah daerah belum mampu
mengkoordinasikan jaringan lembaga yang ada dalam sistem agribisnis aren
dengan baik, sehingga kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing
subsistem berjalan dengan sendiri-sendiri sesuai dengan bidang usaha
mereka. Keterkaitan antara lembaga agribisnis aren yang tidak
terkoordinasi dengan baik merupakan kelemahan dalam pengembangan
agribisnis aren di Kecamatan Mungka
e. Lembaga Keuangan
Agribisnis aren juga ditunjang dengan adanya lembaga keuangan berupa bank di kecamatan ini. Keberadaan lembaga keuangan ini merupakan peluang yang belum dimanfaatkan dalam pengembangan agribisnis aren terutama oleh petani. Berdasarkan wawancara dengan petani, alasan petani tidak mau meminjam modal pada lembaga keuangan dikarenakan petani masih mampu memodali usahanya sendiri. Selain itu, proses administrasi dalam peminjaman yang begitu sulit.
Sumber : http://sosekpertanianunand.blogspot.com/2011/01/sistem-agribisnis-aren-di-kecamtan_23.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar