Rumah Produksi Gula Semut Binaan UGM dan SIKIB Diresmikan
Ketua II Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Ratna Djoko Suyanto meresmikan Rumah Produksi Gula Semut “Mbok Tani” Desa Sejahtera Hargotirto, Kokap, Kulon Progo, Sabtu (18/2). Rumah Produksi Gula Semut merupakan hasil pengembangan antara Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UGM bekerjasama dengan SIKIB. Disamping persemian Rumah Produksi Gula Semut juga diresmikan program Sanitasi Masyarakat (Sanismas) dengan pembangunan fasilitas sanitasi (MCK).
“ Dengan adanya rumah produksi gula semut ini diharapkan dapat meningkatkan produksi gula semut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraaan masyarakat Hargotirto,” jelasnya.
Program kerjasama SIKIB, UGM, dan masyarakat dalam pengembangan industri gula kelapa atau yang dikenal dengan gula semut ini dalam rangka pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat sejahtera. Selain itu, adanya rumah produksi gula semut ini diharapkan mampu mencukupi kebutuhan gula nasional. Upaya pengembangan industri gula semut di wujudkan dengan memberikan bantuan alat produksi dan sarana rumah produksi.
“ Alat produksi ini merupakan bantuan dari Presiden semoga benar-benar memberikan manfaat,” katanya.
Ratna menyebutkan bahwa telah terjadi perubahan yang cukup pesat di Desa Hargotirto sejak diresmikan sebagai Desa Sejahtera pada 2010 silam. Perubahan tersebut tidak lepas dari peran UGM dan pemerintah kabupaten Kulon Progo dalam memajukan masyarakat Hargotirto. “Upaya UGM dalam mempelopori gerakan kepedulian masyarakat melalui KKN PPM telah menjadi inspirasi nasional yang telah diadopsi seluruh kampus di Indonesia,”katanya.
Ketua LPPM UGM, Prof. Dr. Ir. Danang Parikesit., M.Sc., juga menyampaikan hal senada bahwa telah terjadi banyak perubahan pada masyarakat Hargotiro baik dari cara berpikir maupun semangat yang dimiliki. Melihat hal ini LPPM UGM secara perlahan akan mulai melepas pembinaan yang telah dilakukan.
“Keberhasilan ini tak lepas dari semangat masyarakat yang sangat luar biasa. Tanpa antusiasme masyarakat disini, UGM tidak akan bisa mendorong, memberdayakan, dan memandirikan masyarakat. Semangat inilah yang patut untuk ditularkan ke desa-desa lain” ungkapnya.
Menurutnya pengembangan masyarakat yang sukses terwujud apabila program pemberdayaan dilakukan dengan memperhatikan potensi di setiap daerah. Untuk itu penting bagi perguruan tinggi mengetahui secara pasti potensi yang dimiliki masyarakat sehingga apa yang dikembangkan sesuai dengan potensi masing-masing daerah.
Bupati Kulon Progo, dr. hasto Wardoyo, Sp.OG., dalam kesempatan tersebut menyampaikan rasa terima kasih atas pengembangan industri gula semut dengan pendirian sarana rumah produksi dan pembuatan alat produksi. Ia berharap pengembangan ini bisa membawa manfaat yang lebih besar bagi peningkatan semangat dan motivasi masyarakat serta pemerintah kabupaten Kulon Progo dalam membangun daerah.
Kecamatan Kokap merupakan daerah yang memiliki sumber daya tanaman kelapa yang cukup besar, salah satunya di Desa Hargotirto. Di desa ini terdapat 70 kelompok penyadap nira (penderes) dengan jumlah kelapa sebanyak 16.815 pohon. “ Kami sangat berterima kasih atas peresmian rumah produksi ini, harapannya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar masyarakat penyadap nira merupakan masyarakat pra sejahtera,” jelasnya.
Sementara Manajer Pelayanan Masyarakat LPPM UGM, Adi Wibowo, S.T., menuturkan pengembangan gula semut untuk mengatasi rendahnya produksi gula semut karena proses pengolahan masih dilakukan secara konvensional terutama pada proses pengentalan, pengkristalan, dan pengeringan. Pengolahan dilakukan secara manual dengan sistem batch dan kapasitas tiap batch relatif rendah.
“Aplikasi teknologi pengolahan gula semut secara moderen dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas, higienitas,dan kontinuitas sehingga dibuat unit pengolahan gula semut dengan proses kontinu dan peralatan didesain menggunakan bahan stainless steel food grade,” urainya.
Adi memaparkan bahwa selama ini para perajin gula semut dalam pengolahan masih menggunakan alat tradisional, belum dengan stainless steel sehingga higientias produk belum terjaga. DIsamping itu pengolahan manual juga tidak efisien karena membutuhkan banyak tenaga kerja dan proses pengolahan yang memakan waktu.
Pada pengolahan secara konvensional,untuk mengolah 15-20 liter nira yang nantinya akan menghasilkan 3,5 kg gula semut membutuhkan waktu 6-8 jam. Sementara pada pengolahan dengan alat hanya membutuhkan waktu 2-4 jam untuk mengolah 105-120 liter nira menjadi 17,5-20 kg gula semut.
“Penggunaan alat ini juga mampu menaikkan kapasitas produksi. Dari satu kali produksi dihasilkan sekitar 20 kg gula semut, sementara dengan proses manual dalam satu kali produksi hanya akan dihasilkan 1 kg gula semut,” jelasnya.
Adi menambahkan pengolahan dengan alat juga bisa menghemat penggunaan energi dan biaya. Untuk mengolah 80 kg gula semut dengan cara manual membutuhkan 2 meter kubik kayu bakar seharga Rp. 140.000,-, sedangkan pengolahan dengan alat hanya membutuhkan energi dengan biaya Rp. 100.000,-.
Rumini (35), dari Kelompok Usaha Tani Anggrek mengaku senang dengan diresmikannya rumah produksi gula semut. Ia sangat berharap dengan adanya alat produksi ini bisa meningkatkan kapasitas produksi gula kelapa kelompok-kelompok petani di wilayah Hargotirto.
Rumini menuturkan dengan pengolahan secara konvensional yang selama ini mereka lakukan hanya bisa menghasilkan sekitar 3 kilo gram per hari. “ Kalau biasanya kami hanya bisa memproduksi gula semut sekitar 3kg setiap harinya. Dengan alat yang ada saat ini mudah-mudahan hasil produksinya bisa lebih meningkat ,” tukasnya senang.
Selain itu, Rumini juga berharap dengan pengolahan menggunakan alat mampu menaikan harga jual dari gula semut. Biasanya ia membeli gula semut dari petani seharga Rp. 12.000,- per kilo gramnya. “ Melalui pengolahan ini semoga hasilnya bisa lebih berkualitas sehingga mampu menaikkan harga jual,” harapnya
Pernyataan serupa disampaikan Biyantoro (52), Kelompak Tani Aneka Karya. Biyantoro meyambut gembira dengan didirikannya rumah produksi gula semut ini. Adanya alat pengolahan bantuan tersebut selain dapat meningkatkan kapasitas produksi juga dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan. “Selama ini untuk mengolah nira menjadi gula semut, masyarakat menggunakan kayu bakar untuk bahan bakar. Setelah ada alat ini harapannya bisa mengurangi penebangan dan penggunaan kayu sehingga alam tetap terjaga,” tuturnya. (Humas UGM/Ika)
Sumber : http://ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=4455
Tidak ada komentar:
Posting Komentar