......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Sabtu, 23 Agustus 2008

MERANCANG PERKEBUNAN AREN YANG HEMAT TENAGA KERJA PENYADAPAN NIRA

MERANCANG PERKEBUNAN AREN YANG HEMAT TENAGA KERJA PENYADAPAN NIRA

Oleh : Dian Kusumanto

Pada tulisan terdahulu penulis pernah menghitung proyeksi kebutuhan tenaga kebun yang akan diperlukan pada saat tanaman sudah menghasilkan. Tenaga yang paling banyak diperlukan adalah tenaga penyadap, yang setiap hari harus naik turun pohon untuk memukuli pohon, untuk mengiris tandan yang mulai mengeluarkan nira, untuk memperbaiki irisan sadapan, memasang pipa dan tempat penampungan nira, dll. 

Pengalaman KSU Sukajaya di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi Jawa Barat, setiap petani penyadap rata-rata mampu menangani 20 pohon per orang per hari. Jadi kalau ada 100 pohon yang sedang menghasilkan atau sedang diperlakukan dalam setiap hektarnya, maka diperlukan sekitar 5 orang per hektar. Bisa dibayangkan berapa kebutuhan tenaga penyadap kalau luas lahan perkebunannya berpuluh-puluh, beratus-ratus bahkan ribuan hektar. Kalau 10 hektar akan diperlukan sekitar 50 orang penyadap, kalau 100 hektar kebun Aren akan memerlukan 500 orang penyadap dan seterusnya kalau 1000 hektar akan memerlukan sekitar 5000 orang tenaga penyadap.  

Pekerjaan yang paling banyak memerlukan tenaga adalah penyadapan, dimana pekerja sadap ini harus memanjat pohon setiap pagi dan sore, naik dan turun. Kalau digambarkan dengan sketsa sebagai berikut :  


Dengan pola pemanjatan seperti ini berarti penyadap harus melakukan pemanjatan naik sebanyak 2 kali dan turun sebanyak 2 kali, jadi jumlahnya naik atau turun sebanyak 4 kali untuk setiap pohon yang disadap setiap harinya. Kalau dalam satu pekerja memanjat 20 pohon berarti setiap ada 80 kali naik atau turun pohon. Oleh karena itu para penyadap disyaratkan mempunyai keterampilan memanjat,  perlu dilatih teknik memanjat pohon yang cepat, yang aman dan nyaman. 

Hitungan frekuensi pemanjatan akan terlihat sangat banyak bila dihitung pada skala luas lahan yang berkektar-hektar. Jika dalam setiap hektar ada rata-rata 100 pohon yang dipanjat berarti ada 400 kali panjat per hektarnya (naik dan turun). Kalau kebun yang dimiliki ada 10 hektar berarti dalam setiap hari akan ada 4000 kali panjatan. Kalau 100 hektar ada 40.000 kali panjatan setiap harinya. Ini pekerjaan yang rutin yang bisa saja sangat membosankan jika tidak ada motivasi yang tinggi bagi para pekerja panjat ini. Anggaplah ini sistem panjat ’Pola Pertama’.

Maka perlu dirancang untuk mengurangi frekuensi pemanjatan dengan cara membuat tangga atau jembatan antar pohon yang berdekatan (Pola Kedua). Sehingga sekali pemanjat naik kemudian setelah dia menyelesaikan pekerjaan di pohon pertama, tanpa turun lagi menyeberang dengan melalui tangga atau jembatan menuju ke pohon di sebelahnya. Dengan demikian frekuensi pemanjatan dapat dikurangi sangat banyak. Frekuensi pemanjatan naik dan turun sedikit sekali namun frekuensi menyeberang dari pohon satu ke yang lain lebih banyak. Gambarannya sebagai berikut :


Kalau pada pola pertama setiap pohon setiap harinya pagi dan sore memerlukan 4 kali panjat naik-turun, kalau 100 pohon pemanjat akan melakukan 400 kali panjatan naik turun. Sedangkan dengan pola kedua dari seratus pohon pemanjat akan melakukan 2 kali panjat naik, 2x99 kali menyeberang dan 2 kali panjat turun, atau totalnya ada 202 kali panjat naik-menyeberang-turun.  
Pola Pertama : (2 kali panjat naik + 2 kali panjat turun) x jumlah pohon
Pola Kedua : 2 kali panjat naik + (1 menyeberang x jumlah pohon -1) + 2 kali panjat turun 

Dengan perhitungan jumlah pohon 100 pohon saja, pola pertama perlu 400 kali panjat naik-turun sedangkan pola kedua hanya 202 kali panjat naik-menyeberang-turun. Ada selisih sebesar 400 – 202 = 198, atau hampir separuhnya. Kalau dihitung efesiensi kerjanya dengan frekuensi panjatan tinggal separuhnya, maka akan terjadi penghematan tenaga yang luar biasa. Belum lagi kalau dihitung perbandingan kecepatan panjat antara naik : menyeberang : turun, perhitungan tadi akan berubah.  

Kalau dihitung dari energi yang dibutuhkan, tingkat kesulitan dan waktunya, maka panjat naik memerlukan energi, waktu dan tingkat kesulitan yang paling tinggi. Sedangkan panjat turun memerlukan energi dan waktu yang lebih sedikit. Dibandingkan panjat naik dan panjat turun maka ’menyeberang’ memerlukan energi dan waktu yang lebih sedikit atau yang paling sedikit, dengan tingkat kesulitan yang relatif lebih kecil. Dengan pertimbangan tadi maka pola kedua diperkirakan akan memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih hemat, bahkan lebih dari 50 %. Angka kisaran penghematan tenaga diperkirakan sekitar 65-70% bila menggunakan pola yang kedua.

Perlu diketahui, bahwa hitungan di atas belum memperhitungkan waktu dan tingkat kesulitan ’Pola Pertama’ pada saat para penyadap melakukan pekerjaan rutin pada saat di atas pohon. Pekerjaan-pekerjaan di atas pohon antara lain mengambil nira dari wadah pertama, mengatur wadah tempat nira yang baru, mengiris sadapan baru dan membersihkannya, kemudian memasang kembali agar lubang wadah yang baru pas dengan tandan yang mengeluarkan nira kemudian menutupnya dengan plastik atau penutup lainnya, selanjutnya mengatur dan membawa turun wadah yang berisi nira hasil sadapan itu turun sampai di tempat yang aman. Ini kita sebut penampungan nira di atas atau menempel dengan tandan sadap.

Untuk tanaman yang sementara masih disiapkan menjelang produksi pekerjaan yang rutin dilakukan antara lain adalah : membersihkan penutup-penutup yang menyelimuti batang dan tandan bunga. Kalau sudah waktunya memberi perlakuan pada tandan untukmerangsang keluarnya nira, seperti pukulan-pukulan ringan yang bertubi-tubi secara teratur dan lembut. Pekerjaan ini perlu kesabaran dan perasaan yang ’halus’, sebab kalau irama pukulannya tidak tepat malah menyebabkan tandan tidak bisa mengeluarkan nira. Pekerjaan-pekerjaan ini memerlukan waktu yang cukup banyak dengan ketrampilan yang memadai.


Di beberapa tempat ada upaya penyadap yang lebih kreatif, yaitu meletakkan penampung nira itu di bawah, jauh dengan tandan yang disadap. Caranya adalah dengan memasang selang plastik atau plastik roll yang panjang mulai dari tandan yang mengeluarkan nira hingga ke mulut wadah penampung yang berada di bawah. Dengan cara ini penyadap tidak lagi susah-susah membawa wadah yang berisi nira dari atas turun ke bawah, sehingga resiko tumpah pun bisa dihindari.


Dengan cara terakhir ini penyadap hanya terfokus pada pekerjaan di atas pohon, sedang wadah yang ada di bawah tadi diurusi oleh pekerja lain yang khusus melakukan pemungutan nira dari pohon satu ke pohon lainnya, tapi dilakukan di bawah saja dan tidak perlu memanjat. Cara ini akan jauh lebih cepat, lebih efisien, lebih dapat mengontrol kebersihan hasil sadapan nira, lebih mengurangi resiko tumpah, dan lebih aman bagi para pekerja panjat.
 
Dengan kombinasi cara pengumpulan wadah nira cukup di bawah dan dengan pola panjat kedua yang menggunakan tangga atau jembatan di atas pohon, maka jumlah tenaga kerja penyadap dan pengumpul hasil sadap dapat diminimalkan. Kalau proyeksi pertama di perlukan sekitar 5 orang per hektar, maka dengan kombinasi cara tersebut dapat diminimalkan menjadi hanya 2 orang per hektar, bahkan bisa berkurang lagi. Semakin lama tentunya pekerja kebun tersebut semakin trampil, dengan demikian akan semakin menghemat jumlah tenaga kerjanya.


Macam-macam model tangga dan jembatan dari bambu


Keterangan Gambar :  
(1) Tangga Cuplak Ros, untuk panjat naik dan turun,
(2) Tangga Tusuk Tunggal, untuk panjat naik dan turun,
(3) Tangga Tusuk Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang,
(4) Tangga Ikat Dua, untuk panjat naik turun dan jembatan menyeberang.

Kamis, 14 Agustus 2008

SIFAT AREN DAN KIAT KEBUN PRODUKTIF

MEMAHAMI SIFAT-SIFAT BIOLOGIS DAN AGRONOMIS TANAMAN AREN DALAM

MEMBANGUN PERKEBUNAN AREN AGAR BERPRODUKSI TINGGI

oleh : Dian Kusumanto

Untuk memulai membahas apa saja yang perlu kita perhatikan dalam membangun perkebunan Aren, sengaja saya bahas secara tidak sistematis. Saya hanya akan pilih beberapa aspek saja secara terpisah namun dalam pembahasannya bisa saja saling terkait. Maklum ini bukan thesis atau skripsi ilmiah. Namun tulisan ini bersifat refleksi pemikiran atau ide pinggir jalan dari seorang praktisi, bukan akademisi apalagi seorang peneliti.


Tulisan ini barangkali muncul sebagai jawaban atau tanggapan atas beberapa pertanyaan yang muncul dari para pemerhati Aren yang kerap menyapa lewat email atau telpon penulis. Mudahan bisa jadi bahan pemikiran kita lebih lanjut lagi, karena pada situasi yang berbeda pada era awal pengembangan Aren ini segala sesuatunya belumlah established, masih masa premordia atau bahkan tahap deferensiasial.

Aren adalah tanaman tahunan yang mana masa perkembangannya masih belum terlalu jelas. Berapa lama bibit harus disiapkan, kemudian masa bibit ditanam sampai masa awal berproduksi, seterusnya berapa lama masa panen atau produksinya. Selama ini belum ada angka-angka pasti, masih sangat relatif. Berbagai pengalaman petani dan ’pekebun’ masih sangat bervariasi. Inilah yang menjadi hambatan bagi para investor atau para penyusun feasibility study atau proposal untuk membangun perkebunan atau program Aren baik bagi perusahaan besar atau program pemerintah.

Hal tersebut diatas sepertinya disebabkan karena penelitian-penelitian tentang Aren belum terstruktur secara sistematis, apa yang hendak dicapai atau diinginkan dari sang Aren ini. Pada masa yang lalu kemanfaatannya saja belum banyak diketahui, prospeknya juga belum banyak disingkap. Akhirnya kita semua masih belum menghiraukan Aren ini untuk menjadi bahan kajian, bahan penelitian dalam rangka menyelesaikan masalah-masalah bangsa ini.

Setelah prospeknya kita ketahui, kemudian kita berencana untuk mengembangkannya, maka kemudian ada pertanyaan yang muncul, dari mana kita mulai ? Saya kemudian memulainya dari pertanyaan seputar Aren yang paling sering muncul, yaitu tentang umur masa-masa perkembangan Aren.

Umur bibit Aren siap tanam

Berapa umur bibit Aren sehingga siap ditanam? Selama ini para ’pekebun’ Aren menanam dari bibit yang tumbuh secara alami di bawah pohon yang sudah tua. Bibit anakan liar kemudian diangkat dan ditanam langsung pada lahan yang dikehendaki, atau ditanam dulu di polibag sehingga hidup dan agak besar, kemudian baru ditanam. Kriteria besarnya bibit yang siap ditanam juga masih variatif. Dari beberapa pengalaman yang ada dan pertimbangan secara agronomis, bibit dikatakan siap jika : memiliki daun asli minimal 3-4 helai, tinggi bibit mencapai minimal sekitar 40-60 cm, perakaran bibit sudah cukup banyak.  

Keadaan bibit seperti ini diharapkan sudah memiliki bekal untuk tumbuh dan berkembang di tempat yang baru, artinya akar siap untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah yang baru, daun sudah mencukupi untuk menangkap energi matahari, atau bahkan sudah cukup tinggi sebagai petunjuk atau penanda ada kehidupan baru pada lahan baru tersebut, sehingga tidak terganggu keberadaannya oleh kegiatan yang lain.  

Pada kondisi yang standard untuk tumbuh dan berkebangnya bibit tanaman Aren, penyiapan bibit ini memerlukan waktu sekitar 8-10 bulan dari masa perkecambahannya. Sedang masa perkecambahan dari biji pada perlakuan yang standard memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu. Yang menjadi pertanyaan kita adalah apa dan bagaimana perlakuan standard dari biji hingga berkecambah dan bibit siap tanam. Petunjuk atau SOP (Standar Operasional Prosedur) ini masih belum baku, masih bervariasi tergantung dari pengalaman masing-masing praktisi, yang sebagiannya mungkin masih dirahasiakan. Rahasia perusahaan ini dapat dimaklumi karena biaya yang dikeluarkan pada masa penelitian dan uji coba cukup tinggi.

Oleh karena hal-hal di atas tadi maka pada langkah awal pengembangan Aren untuk berbagai tujuan pengembangannya harus dimulai dari aspek pembibitan dan pencarian bibit unggul. Aspek keunggulan yang diinginkan tentu sangat bervariasi, apakah dari pertimbangan produksi niranya yang unggul atau produknya yang lain. Keunggulan yang lain bisa jadi dari kecepatan masa produksi awalnya, yaitu sifat genjah atau umur mulai produksinya yang pendek sehingga pekebun lebih cepat dapat menikmati hasilnya sekaligus mengurangi biaya-biaya investasi dan operasional pemeliharaan jika umur mulai produksinya terlalu lama.

Jenis atau varietas dan umur produktif Aren

Sebenarnya yang kita inginkan adalah umur produksi yang pendek atau genjah namun produktifitas yang tinggi dan lama. Namun keinginan itu agak sulit dipenuhi, sebab pola kehidupan Aren yang ’basipetal’ itu. Aren akan tumbuh secara vegetatif dulu secara maksimal, baru kemudian tumbuh untuk seterusnya secara generatf. Masa vegetatif terpisah dengan masa generatif, artinya masa generatif baru akan berlangsung setelah masa vegetatifnya maksimal. Tidak seperti tanaman yang lain, yang berselang seling antara masa pertumbuhan vegetatif, kemudian masa generatif, kembali fegetatif lagi kemudian generatif lagi, yang berselang seling dan berulang-ulang. Pada tanaman Aren ini tidak terjadi, yaitu tidak ada masa dimana setelah masa generatif kemudian berulang lagi pertumbuhan vegetatifnya, mulai membentuk tunas daun baru lagi, itu tidak terjadi lagi.

Jadi pada saat pohon Aren mengeluarkan bunga betina atau bunga jantan, berarti pertumbuhan vegetati sudah selesai atau maksimal. Tidak ada lagi pertumbuhan daun baru, perkembangan dan pembesaran batang tidak ada lagi, secara vegetatif semua sudah final atau maksimal. Jumlah daun tidak akan bertambah lagi, malah semakin menurun atau berkurang sesuai umurnya atau berkurang karena dipotong untuk memudahkan panen dan pengambilan hasil dari pohon Aren.  

Oleh karena itu dengan sifat yang demikian, kalau Aren itu berumur genjah maka masa produksi juga tidak akan lama karena postur vegetatifnya. Produksi nira Aren dapat dihitung dari jumlah tandan bunga yang muncul. Munculnya tandan bunga ini adalah proses pertumbuhan generatif. Tandan bunga akan muncul dari ketiak atas dari pelepah daun. Setiap ketiak pelepah daun ada bakal calon tandan bunga yang akan muncul, namun tidak semua bakal calon tandan ini tumbuh, sebagian akan ’dorman’ karena kondisi tertentu. Ini artinya adalah banyaknya tandan yang akan diproduksi pohon Aren itu sebanding dengan jumlah daun yang dibentuk dan sebanding juga dengan kondisi pohon Aren tersebut.


Ini adalah pohon Aren Genjah yang sudah mengeluarkan tandan bunga (atau mulai fase generatif dan mengakhiri masa vegetatif) pada umur yang masih muda sekitar 4 tahun dengan ketinggian batang sekitar 3-4 meter. Ketinggian batang adalah ujung batang tertinggi dimana daun paling muda tumbuh, diukur dari permukaan tanah.

Kalau pohon Aren genjah pada umur tanaman sekitar 4 tahun dengan ketinggian sekitar 3-4 meter sudah mulai mengeluarkan tandan bunga. Artinya fase generatif dimulai dan mengakhiri masa vegetatifnya. Dengan umur yang genjah atau pendek, jumlah daun yang dibentuk juga lebih sedikit, jumlah tandan yang akan muncul juga lebih sedikit, umur atau lamanya masa berproduksi juga pendek. Namun mengenai jumlah produksi dari setiap pohon setiap harinya bisa sama dengan pohon yang tidak genjah.


Umur tanaman sebenarnya bisa dihitung dari jumlah daun yang muncul dibagi dengan berapa ’frekuensi” kemunculan daun dalam periode waktu tertentu. Daun Aren yang tumbuh dari pohon Aren muncul sekitar 4-6 daun per tahun, namun bisa saja ini bervariasi tergantung dari varietas genetis pohon, tingkat kesehatan pohon dan kondisi tanah serta agroklimatnya. Sedang frekuensi kemunculan daun bervariasi tergantung dari laju pertumbuhan tanaman yang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah dan agroklimat setempat.  

Oleh karena itu banyak para calon pekebun Aren ini yang sangat optimis dengan komoditi Aren di masa yang akan datang. Sebab dengan kondisi pertanaman yang ada sekarang yang tanpa pemeliharaan yang memadai dan hanya dieksploitasi saja hasilnya sudah sangat membantu para pekebun. Pemeliharaan yang memadai dan terprogram tentu akan sangat mampu mendongkrak lebih tinggi lagi produktifitas tanaman Aren ini. Perencanaan kebun, pengelolaan yang cukup serta pemeliharaan yang memadai dipastikan akan dapat mengangkat produktifitas yang lebih besar.  


Jumlah daun dan produktifitas nira

Ada perilaku petani Aren yang termasuk kontra produktif dengan produktifitas nira, antara lain, petani seolah tidak ada beban untuk memotong daun dengan alasan kemudahannya untuk menyadap atau untuk keperluan memudahkan pemanjatan agar tidak terhalang. Padahal dengan berkurangnya daun berarti berkurang juga aktifitas fotosintesa, maka sebenarnya akan berakibat berkurang juga hasil asimilatnya yang antara lain berupa nira. Maka memotong atau mengurangi daun yang masih hijau dan segar berakibat dapat mengurangi produktifitas nira. Hal ini yaitu mengurangi daun yang produktif haruslah dihindari.  

Dari pengamatan di lapangan memang terbukti, bahwa semakin banyak jumlah daun yang ada pada pohon Aren maka semakin banyak juga nira yang bisa disadap. Semakin sedikit jumlah daun yang produktif pada pohon Aren, maka makin sedikit juga perolehan niranya. Maka jumlah daun yang produktif sangat berkorelasi dengan hasil sadapan nira yang diperoleh. Di bawah ini ada dua gambaran, yaitu pohon dengan jumlah daun yang masih banyak dan pohon yang jumlah daunnya sedikit.



Foto sebelah atas adalah pohon Aren yang berdaun lebat dan mengahasilkan nira setiap hari rata-rata antara 20-40 liter per pohon. Sedangkan foto di bawahnya adalah pohon Aren yang jumlah daunnya tinggal sedikit karena telah banyak dipotong untuk memudahkan pemanjatan dan penyadapan, pohon ini hanya menghasilan nira antara 7-10 liter per hari per pohonnya.

Daun yang masih produktif dan sehat adalah daun yang mampu berfotosintesis dengan baik, sehingga mampu memanfaatkan sinar matahari dan zat hara tanaman untuk menghasilkan asimilat hasil fotosintesa. Daun yang sehat dan produktif biasanya terlihat berwarna hijau segar bersih dan mengkilat, tidak terhalang oleh dedaunan atau vegetasi lainnya, tidak terlihat kotor dan berdebu, tidak terlihat kering dan kusam serta berjamur. Dengan kondisi dedaunan Aren yang bersih, sehat, mengkilat, hijau segar, dalam jumlah cukup banyak akan dapat diharapkan hasil nira yang memuaskan bagi para pekebun. Oleh karena itu pemeliharaan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan kecukupan daun ini akan menjadi perhatian utama dalam manajemen pemeliharaan kebun Aren. 

Apa saja perlakuan yang harus diberikan agar kondisi kesehatan dedaunan Aren ini seperti yang diharapkan? Bagaimana pola budidaya yang memngkinkan kondisi pertanaman akan menghasilkan nira yang memuaskan? Mudah-mudahan pada uraian yang akan datang penulis dapat memaparkan lebih rinci lagi.