......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Kamis, 26 April 2012

Dengan Pola Tradisional Menjadi Petani Aren Sangat Berat


Profil Petani Aren :  Pak Limin ex Petani Aren dari Malino Enrekang Sulawesi Selatan

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto

Pagi hari tadi saya dipertemukan dengan Bapak Limin (44 tahun) petani dari Desa Sekapal Kecamatan Seimenggaris Kabupaten Nunukan.  Pak Limin dulunya berasal dari Kampung Pakriwang Desa Batumila Kawasan Malino Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan.  Di sebelah Kampung Pakriwang 17 tahun yang lalu, terdapat kawasan lindung yang masih berupa hutan banyak ditumbuhi pohon Aren.   Para penduduk kampung sehari-harinya banyak melakukan aktifitas yang berhubungan dengan kawasan hutan itu, salah satunya adalah mengelola pohon Aren yang tumbuh liar dan mengolah niranya untuk dibuat gula Aren.

Saya sengaja menggali kisah lamanya saat dia masih di kampungnya dulu dan membandingkan dengan apa yang dia lakukan sekarang ini yaitu dengan membuka lahan kebun Kelapa Sawit seluas 10 hektar.  Sebenarnya kebun Kelapa Sawitnya sudah mulai berproduksi, tetapi karena kendala akses jalan yang belum ada atau masih sangat sulit, maka Pak Limin terpaksa masih gigit jari alias masih belum mendapatkan hasil.  Dia bersama petani yang lain yang senasib masih menunggu uluran tangan Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk bisa mengatasi masalahnya.  Sepertinya harapan itu ada untuk beberapa tahun lagi, semoga.

Pada waktu masih lajang dengan umur yang masih muda (17 tahun) Pak Limin bersama  keluarga dan para penduduk kampung  sehari-hari mengelola nira dari pohon Aren dan diolah menjadi gula Aren.  Karena infrastruktur desa waktu itu masih apa adanya, setiap hari Pak Limin dan para penduduk berjalan kaki sejauh sekitar 2 kilometer menuju pondoknya di dalam hutan.  Di pondok  itu sudah tersedia segala peralatan untuk menampung dan mengolah nira menjadi gula Aren yang dicetak dengan tempurung kelapa.  Tungku untuk memasak Nira dibuat dari tanah dengan kuali atau wajan besar yang terbuat dari besi atau logam.

Biasanya mereka memilih pohon Aren yang subur pertumbuhannya, yang ditandai dengan daunnya yang rimbun dan batang yang gemuk atau besar.  Pohon yang terlihat subur biasanya akan mengeluarkan nira Aren lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang kurang subur.  Karena pohon-pohon Aren ini tumbuh liar makanya tanaman yang mereka kelola juga tersebar kadang ada yang berdekatan ada pula yang berjauhan.  Inilah yang menyebabkan tenaga mereka terkuras agak banyak sehingga kapasitas pengelolaan pohon Aren setiap orang paling banyak mencapai sekitar 10 pohon per orang.   Sebab selain petani  menyadap niranya, mereka masing-masing juga harus mencari kayu dan memasak niranya hingga menjadi gula.  

Pemasakan Gula Aren dilakukan di dalam hutan, karena di sekitarnya banyak terdapat kayu untuk memasak niranya.   Di sela-sela waktu luangnya mereka mengumpulkan kayu untuk cadangan bahan bakar memasak.   Nira Aren biasanya dikumpulkan dua kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore.   Hasil penyadapan sore hari biasanya langsung dipanaskan dengan api biasa dengan tujuan agar tidak terjadi pemasaman atau fermentasi hingga besuk paginya.   Hasil Nira yang diambil pada pagi hari kemudian dituang atau disatukan dengan nira sore kemarin yang sudah dipanaskan.  Campuran Nira kemarin sore dan pagi harinya itu kemudian langsung dimasak selama antara 3-5 jam hingga menjadi gula Aren.

Dari 10 pohon yang disadap rata-rata akan menghasilkan sekitar 50 biji.  Kalau akan menjualnya ke pedagang di pasar biasanya  dari 10 biji diikat atau dibungkus menjadi 1 ikat  yang beratnya sekitar 3 kilogram.   Jadi kalau mereka masing-masing dapat menghasilkan  50 biji akan menjadi 5 ikat gula Aren yang beratnya mencapai  sekitar 15 kilogram.   Dengan demikian rata-rata produksi setiap pohonnya adalah sekitar 1,5 kg per pohon per hari.   Pada tahun 2008 yang lalu harga setiap ikat gula di tingkat petani sudah mencapai Rp 24.000 per ikat,  atau dengan hitungan kilogram harganya sekitar Rp 8.000/kg gula Aren.   Sekarang harganya sudah lebih bagus yaitu antara  Rp 25.000 sampai Rp 27.000 per ikat  atau sekitar antara Rp 8.350 sampai Rp 9.000 per kg.

Kalau dihitung-hitung maka pengasilan kotor masing-masing petani dan sekaligus perajin gula  mencapai antara Rp 125.250 sampai Rp 135.000 per hari,  kalau dihitung per bulan maka penghasilan kotornya mencapai  antara Rp 3.757.500  sampai Rp 4.050.000 per orang per bulan.    Hasil ini oleh perajin dirasa masih kecil karena hampir tidak ada waktu bagi mereka untuk bersosialisasi atau menikmati hasil jerih payahnya.   Hampir tidak ada waktu untuk meninggalkan kegiatan sehari saja, karena kalau dia meninggalkan tempat atau tidak dipelihara sadapannya maka bisa mengering atau bahkan bisa berhenti mengeluarkan nira.   Jadi rutinitas inilah yang membuat mereka merasa sangat berat dan sangat terbebani.  Oleh karena itu Pak Limin merasa pekerjaan ini sangatlah berat dan repot.



Kalau untuk mengolah nira menjadi gula dibantu oleh anggota keluarga yang lain dan petani berfokus hanya untuk mengambil nira, maka mereka bisa memaksimalkan kapasitas penyadapan menjadi dua kali lipatnya yaitu sekitar 20 pohon.   Pak Limin juga pernah mengalami hal itu, yaitu waktu orang tuanya membantu dari mencari kayu hingga mengolah nira sampai menjadi gula maka waktu itu dia dapat memanjat sampai sekitar 20 pohon.   Dengan demikian penghasilannya bisa lebih banyak lagi yaitu sekitar 2 kali lipatnya atau menjadi sekitar Rp 8 juta per bulan. (Bersambung)

Rabu, 25 April 2012

Biji Aren menjadi Tasbih







Biji Aren untuk kerajinan Tasbih

Oleh : Dian Kusumanto

 

Ternyata Aren selain dari air niranya, juga mempunyai produk yang bernilai tinggi yaitu dari bijinya.  Saat biji masih muda maka biji-biji Aren bisa diolah menjadi Kolang-kaling yang sangat enak untuk menemani minuman Es Buah atau Kolak pada saat buka puasa.  Selain itu bijinya yang sudah tua selain untuk bibit tanaman generasi kemudian, juga bisa diolah menjadi biji-biji Tasbih yang nilainya lumayan mahal.  

Penulis selama ini pun sudah mencoba menjadikan biji Aren yang sudah berkecambah sebagai Tasbih.  Caranya begitu penulis mendapatkan biji-biji yang sudah akan berkecambah, yang ditandai dengan munculnya titik bulat putih calon plumula maka kalimat Tasbih dilantunkan : "Subhanallooh..!!".... "Alhamdulillaah...!!", dan seterusnya.  Kalau ketemu 100 biji yang berkecambah maka mestinya 100 kalimat Tasbih yang terucap.   Tapi biasanya karena saking senangnya ketemu yang berkecambah biasanya lalai alias lupa mengucapkannya.  Ya.... manusiawi!

Tapi bukan seperti itu yang dimaksud dalam tulisan ini, tapi benar-benar biji Aren itulah yang yang diproses menjadi biji Tasbih yang indah dan menarik.  Seperti yang saya lihat pada iklannya salah satu produk Tasbih Kolang-Kaling, begitu namanya.  Adalah  dari Makrifat Bussines yang menyediakan Tasbih (alat bantu menghitung saat berdzikir) yang terbuat dari biji Aren yang sudah tua.  

Biji Aren yang sudah tua memang merupakan endosperma yang sangat keras untuk cadangan pangan sang Embrio Aren.  Endosperma adalah cadangan makanan yang mengandung aneka nutrisi terutama adalah karbohidrat.  Endosperma ini terlindung oleh beberapa lapisan kulit biji yang sangat kuat, oleh karenanya pengecambahan dari biji dikenal agak sulit dan butuh waktu sangat lama.

Endosperma biji inilah yang sebenarnya digunakan dan diolah untuk menjadi Biji-biji Tasbih oleh beberapa pengrajin seperti yang dikelola oleh Makrifat Bussiness ini.  Endosperma dari biji Aren sebenarnya berwarna putih susu dan sangat keras.  Namun demikian bila terkena air atau disimpan dalam keadaan lembab, lama kelamaan akan rusak.  Oleh karena itu pada proses finishing pembuatan Tasbih dilakukan pelapisan bening yang bisa melindungi dari kemungkinan masuknya air, sehingga biji-biji Tasbih itu akan awet dan berkualitas.

Untuk mengolahnya menjadi Tasbih, yang harus dilakukan adalah mengupas kulit bijinya yang beberapa lapis itu hingga meninggalkan biji endosperma yang berwarna putih berbentuk bulat lonjong dan sangat keras.  Selanjutnya dengan berbagai peralatan endosperma ini dibentuk bulat-bulat dan dilubangi bangian tengahnya sebagai biji Tasbih.  Setelah bentuknya sudah sesuai yang dinginkan kemudian dilakukan proses pewarnaan dengan menggunakan bahan dan perlakuan yang khusus.

Jika bentuk dan warna biji-biji Tasbih tadi sudah sesuai dengan rancangan, maka tahap finishingnya adalah coating dengan bahan yang "anti air" ada yang mengatakan "anti gores" untuk melapisi bagian luar dari biji-biji Tasbih sebelum dirangkai menurut jenis Tasbih.  Jenis-jenis Tasbih yang biasa digunakan oleh para Muslimin/Muslimat ada yang disebut Tasbih 33, Tasbih 99, dan seterusnya.   

Di bawah ini adalah kalimat iklan dari Makrifat Bussiness :

 Tasbih KOLANG KALING atau buah AREN sering desebut juga sebagai tasbih KOKKA PALSU, mengapa demikian? Karena tasbih ini mirip dan identik dengan tasbih kokka asli yang terbuat justru dari batang pohonnya, luar biasa bukan? padahal ini adalah hasil dari biji kolang kaling yang banyak bertebaran di Indonesia. Yang uniknya lagi jenis tasbih ini juga tenggelam. Nach semoga tasbih kokka ANDA yang pernah anda beli yang dikatakan dari pohon kokka, tidak termasuk jenis tasbih palsu. Kami tawarkan hanya dengan harga @ Rp. 65,000,-    (Sumber : http://www.makrifatbusiness.net/2011/04/tasbih-kolang-kaling-atau-buah-aren.html)

Selamat berdzikir dan bertasbih.....!!!

Selasa, 24 April 2012

Menyadap Miliaran Rupiah dari Pohon Aren

Menyadap Miliaran Rupiah dari Pohon Aren


Aren merupakan tanaman yang sudah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia dengan produk utama berupa gula merah. Namun, belum banyak yang menyadari bahwa pohon aren mampu menghasilkan miliaran rupiah, bila dioptimalkan.

Aren memiliki berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk, atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan Semenanjung Malaya); kawung, atau taren (Sunda); akol, akel, akere, inru, atau indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, atau tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.

Pohon aren (kawung) merupakan tanaman yang banyak manfaatnya. Buahnya (kolang-kaling) dapat dipakai untuk campuran minuman, niranya dapat disadap dari batang bunganya, dan kayunya dapat diolah menjadi tepung sagu (aci aren).

Bila dihitung, pohon itu mampu memberi penghasilan bagi pemiliknya hingga Rp 12 juta selama tiga  tahun. Demikian diutarakan Hasyim, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Perajin dan Industri Kecil (APPIK) Majenang yang juga perajin gula aren Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, saat pelatihan pembuatan gula aren, baru-baru ini.

Namun, tidak banyak penyadap (penderes) dan pemilik pohon aren yang bisa memaksimalkan manfaatnya. “Pohon aren itu banyak manfaatnya, satu pohon bisa menghasilkan uang sampai Rp 12 juta selama tiga tahun. Tapi masih banyak yang belum tahu,” kata Hasyim.

Bila 1 pohon menghasilkan Rp 12 juta dalam 3 tahun, maka dengan 100 pohon saja bisa didapat penghasilan sedikitnya Rp 1,2 miliar dalam 3 tahun. Itu artinya, pemilik 100 pohon aren bisa berpenghasilan Rp 400 juta setahun atau sekitar Rp 33 juta lebih per bulan 

Masalahnya, lanjut Hasyim, karakteristik setiap pohon berbeda, teknik menyadapnya pun berlainan. Sehingga tidak semua penyadap sukses menyadap nira aren.
Apabila telah berhasil disadap, nira aren biasanya hanya diolah menjadi gula aren cetak, sehingga harganya cenderung rendah. Untuk itu, dia berharap setiap penyadap saling berbagi pengalaman agar mereka semua sukses menyadap pohon aren. “Teknik setiap penyadap berbeda-beda, kalau teknik seorang penyadap dipakai untuk menyadap pohon aren lainnya belum tentu berhasil. Apalagi setiap penyadap dan pohonnya punya ritual yang berlainan,” katanya.

Menurut Hasyim, ritual tersebut sebagian besar masih berlandaskan pada pengalaman bersifat mistis, bukan pada teknik dan ilmu pengetahuan modern. Di antaranya tidak pakai wangi-wangian, mengencingi pohon, dan bertengkar dengan istri. Kalau pantangan dilanggar, pohon akan “ngadat” alias tidak keluar niranya.

Karena itu dia berharap, para penyadap dapat mengembangkan pengetahuannya tentang aren sehingga mampu meningkatkan produktifitas nira aren dan menghasilkan produk-produk yang lebih bervariasi. Dia mencontohkan dengan membuat jahe aren, kopi jebug aren, atau gula semut aren dalam kemasan. Dengan demikian, nilai ekonominya meningkat.
Perlu diketahui gula aren cetak biasanya dijual seharga Rp 8.000 – Rp 9.000 per kilogram. Adapun harga gula semut aren bisa mencapai Rp 20 ribu - Rp 25 ribu per kilogram, dan jahe aren bisa mencapai Rp 8.000 per bungkus ukuran seperempat kilogram.

Memanfaatkan DAS
Kepala UPT Disperindagkop Majenang, Pristiwanto menambahkan, sentra aren terdapat di wilayah Kecamatan Dayeuhluhur, Wanareja, dan Majenang. Namun saat ini jumlah pohon aren kian berkurang, karena banyak yang ditebang untuk dibuat tepung sagu (aci aren). Padahal, pohon tersebut sangat potensial untuk dikembangkan.

Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bersinergi dengan Institut Ilmu Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) dan BUMN Hijau Lestari untuk mengembangkan kawasan daerah aliran sungai (DAS) serta mengoptimalkan potensi tanaman aren.

Muhammad Taufiq, Staf Ahli Pengembangan Iklim Usaha dan Kemitraan Kemenkop UKM, mengemukakan kerjasama dengan dua lembaga tersebut untuk meningkatkan produktivitas masyarakat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). BUMN Hijau Lestari merupakan konsorsium lima BUMN meliputi Perum Perhutani, PT Pupuk Kujang, PT Sang Hyang Seri, PTPN VIII, serta Jasa Tirta.


 “Kerja sama dengan BUMN Hijau Lestari, untuk pengembangan kawasan daerah aliran sungai, khususnya di Jawa Barat. Kawasan itu akan dijadikan lebih produktif dengan menanam tanaman tahunan maupun pangan,” ujarnya.
DAS yang akan dijadikan lahan produktif bagi UMKM mencapai 250.000 ha. Selain berdampak positif untuk menahan bencana longsor, pelaku usaha mikro dan kecil bisa memanfaatkan lahan itu untuk meningkatkan pendapatannya.

Tanaman produktif yang akan dikembangkan di seluruh DAS Jawa Barat meliputi pohon aren, pohon jati, sengon, buah-buahan, jagung serta tanaman sorgum. Hasil dari berbagai tanaman tersebut diharapkan bisa meningkatkan produktivitas UMKM di sekitar lokasi.
Di antara beberapa komoditas tersebut, ada yang diproyeksikan untuk pengembangan industri gula semut dari aren dan tepung yang dihasilkan dari biji sorgum. Pengembangan usaha ini memang spesifik, tetapi diyakini berdampak positif.

Untuk pengembangan industri gula semut, Kemenkop UKM merangkul Ikopin untuk mengembangkan bibit tanaman aren yang berasal dari Sibolangit, Sumatra Utara. Pohon aren dari kawasan tersebut memiliki keunggulan hasil air niranya.

“Pohon aren di daerah lain umumnya hanya memproduksi sekitar 10 liter per hari, sedangkan pohon aren dari Sibolangit bisa mencapai 60 liter per hari. Oleh karena itu, Ikopin akan melakukan pembibitan tanaman aren dari Sumatra Utara untuk disebar ke DAS seluruh Jawa Barat,” ujar Taufiq. Pembiayaan untuk program pembibitan dilakukan oleh lima perusahaan BUMN Hijau Lestari.

Lahan Pembibitan
Sedangkan DAS yang akan dimanfaatkan untuk program tersebut masing-masing di Sungai Citarum, Ciliwung, serta sungai Cimanuk. Lahan pembibitan yang akan dimanfaatkan di area Kampus Ikopin seluas 5 ha dari total 20 ha. Menurut Taufiq, dari 60 liter produksi air nira dari satu pohon aren, bisa menghasilkan sekitar 30 kg gula semut per hari. “Potensinya sangat besar untuk memenuhi permintaan nasional maupun ekspor, karena Jepang sangat menggandrungi gula semut,” papar Taufiq.

Kemenkop UKM mulai tahun ini juga mulai mengangkat potensi komoditas gula aren di lima kabupaten Jawa Tengah, yakni Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen (Barlingmascakeb).

Potensi gula aren atau juga dikenal sebagai gula jawa atau gula semut di kawasan Barlingmascakeb sangat besar, akan tetapi belum digarap serius. Untuk meningkatkan kapasitas produknya, pemerintah akan melakukan fasilitasi serta pendampingan teknis. Pendampingan tersebut mencakup peningkatan kemampuan petani aren dalam memproduksi secara tepat guna melalui penerapan teknologi.

Dalam peningkatan kapasitas itu, masyarakat produsen tidak lagi diposisikan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Dengan sistem ini Kemenkop UKM optimistis gula aren akan dikenal luas sebagai bahan pemanis selain gula pasir. Potensi gula aren untuk pasar ekspor bahkan sangat terbuka, karena negara-negara maju di Asia seperti Jepang, lebih cenderung mengonsumsi gula aren.

Saat ini pemasok gula aren ke Jepang adalah Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Ekspor oleh petani dari daerah itu telah berlangsung sejak 1988. “Barlingmascakeb juga memiliki peluang itu karena Jepang masih kekurangan produk tersebut,” tukas Wayan.
Kapasitas produksi gula aren dari Jawa tengah saat ini sekitar 5,64 ton per tahun. Jumlah itu belum termasuk dengan produksi dari Barlingmascakeb. Kemenkop UKM belum memiliki catatan pasti kapasitas produksi gula aren di lima kabupaten itu.

suaramedia.com, ins
sumber dari : http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=baef9f7c76f1a9899baca5df1b0c7213&jenis=e4da3b7fbbce2345d7772b0674a318d5
Source :Surabayapost.co.id
Sumber : http://www.bumn.go.id/ptpn8/publikasi/berita/menyadap-miliaran-rupiah-dari-pohon-aren/

1 Miliar Pohon di Indonesia, Lebih Baik Tanam Pohon Aren

1 Miliar Pohon di Indonesia

Lebih Baik Tanam Pohon Aren

Lebih Baik Tanam Pohon Aren


BANDUNG, Bandung Media -Senin, 2 Januari 2012 | 16.38 WIB | Editor:

Penanaman pohon biasa, hanya bersifat sementara…. Setelah besar lalu di tebang.
Hanya share : Lebih baik melaksanakan penanaman pohon Kawung (Aren), manfaatnya banyak untuk pemberdayaan masyarakat. Pemerintah hanya menyediakan dana pemeliharaan dan tanah kosong. Pohon kawung bisa lebih kuat untuk mempertahankan ke stabilan tanah, karena berakar kebawah, bukan kesamping.
Kalaupun pemerintah peduli terhadap masyarakat dan alam. Maka dianggap perlu untuk memikirkan itu, bukan hanya dijadikan program seremonial.
[Ruhie Ruhhul Quduz / melalui: http://www.facebook.com/pages/BandungMediacom/341577922523262 ]
Sumber : http://www.bandungmedia.com/interaksi/surat/201201/lebih-baik-tanam-pohon-aren/

Swasembada Energi dengan Pohon Aren, Pak Prabowo sudah lupa?

Prabowo Subianto saat acara ulang tahun partai Gerindra (VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis)


Swasembada Energi dengan Pohon Aren,
Indonesia tidak perlu lagi mengimpor 900 ribu barel bahan bakar tiap tahun

Hadi Suprapto, Elly Setyo Rini


VIVAnews - Prabowo Subianto melihat peluang emas dari budidaya pohon aren. Pasalnya, selain sektor pangan, Prabowo juga akan concern pada swasembada energi terbarukan, seperti pohon aren.

Dia mengatakan, pohon aren bisa menghasilkan kolang-kaling, gula aren, sagu, dan tuak. "Terpenting pohon aren bisa menghasilkan etanol," kata calon presiden yang diusung partai Gerindra itu.
Prabowo mengatakan itu dalam diskusi Peran Pengusaha Nasional Menghadapi Krisis Global Dalam Merebut Pasar Lokal yang diselenggarakan Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) di Hotel Gran Melia Jakarta, Rabu 11 Maret 2009.

Etanol dikenal bisa mensubstitusi minyak tanah dan bahan bakar. Prabowo memperkirakan satu hektar lahan pohon aren bisa menghasilkan 20 ton etanol per tahun. "Padahal kita punya 59 juta hektar lahan hutan yang rusak. Kalau bisa ditanami aren diselingi tanaman lain, bisa swasembada energi," katanya.

Dengan adanya swasembada energi, Prabowo mengatakan, Indonesia tidak perlu lagi mengimpor 900 ribu barel bahan bakar tiap tahun. Karena, hanya dengan 4 juta hektar pohon aren dapat menghasilkan 80 juta ton etanol tiap tahun. Dengan asumsi satu ton bisa menghasilkan 6 barel, maka 480 juta barel dihasilkan dalam setahun.

Prabowo menjelaskan, dengan adanya swasembada energi, Indonesia tidak perlu lagi impor bahan bakar, bahkan bisa ekspor.

"Dengan asumsi 1 hektar bisa dikerjakan 6 orang, jika ada 4 juta hektar akan mempekerjakan 24 juta orang," katanya.
Sumber : http://bola.vivanews.com/news/read/39286-swasembada_energi_dengan_pohon_aren

Gambaran Jembatanisasi Kebun Aren


Jembatan Bambu dari pohon ke pohon sangat menghemat tenaga
penyadapan dan perawatan pohon Aren.


Gambar Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto (Aren Foundation)

Rabu, 18 April 2012

Usaha Gula Aren di Tapanuli Bagian Selatan


Usaha Gula Aren di Tapanuli Bagian Selatan: Perlu Pembinaan yang Intensif untuk Memenuhi Kebutuhan Gula Aren Domestik dan Ekspor


Oleh Ir. Mahmulsyah Daulay


Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah penghasil gula aren utama di Indonesia. Baru-baru ini dikabarkan bahwa luas tanaman aren di Provinsi Sumatra Utara tercatat seluas 4.400 Ha yang tersebar di berbagai kabupaten. Merujuk pada informasi dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara dengan luas areal tersebut dapat memproduksi gula aren sebanyak 2.708 ton per tahun. Sementara itu, kebutuhan gula aren di Provinsi Sumatra Utara diperkirakan sebanyak 20.000 ton per tahun. Ini mengindikasikan bahwa kebutuhan gula aren di Provinsi Sumatra Utara masih jauh dari mencukupi. Permintaan gula aren yang demikian besar di Provinsi Sumatra Utara merupakan isyarat adanya prospek yang menjanjikan untuk pengusahaan gula aren. Potensi ini semakin besar jika dikaitkan dengan peluang ekspor ke negara jiran (Malaysia dan Singapura).

Sentra Gula Aren di Sumatra Utara

Salah satu daerah yang potensial untuk usaha gula aren di Provinsi Sumatra Utara adalah daerah Tapanuli Bagian Selatan. Pada masa ini, sekitar 25 persen produksi gula aren yang beredar di Provinsi Sumatra Utara berasal dari Tapanuli Bagian Selatan. Dua kabupaten di Tapanuli Bagian Selatan yang sangat potensial sebagai lumbung gula aren dari dulu adalah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Mandailing Natal. Bahkan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara telah mencanangkan dua kabupaten tersebut sebagai sentra pengembangan gula aren menjadi gula semut (brown sugar).


Pada tahun 2008, potensi tanaman aren di Kabupaten Mandailing Natal terdapat seluas 575 Ha yang tersebar di 23 kecamatan. Dari luas keseluruhan, seluas 339 Ha tanaman yang menghasilkan mampu memproduksi gula aren sebanyak 589 ton per tahun. Sementara itu, terdapat seluas 101 Ha tanaman aren yang belum menghasilkan. Sedangkan tanaman yang tidak menghasilkan lagi tercatat seluas 134 Ha. Jumlah petani pengrajin gula aren dari tahun ke tahun semakin bertambah. Pada tahun 2004 di Kabupaten Mandailing Natal, jumlah petani yang mengusahakan gula aren terdapat sebanyak 203 petani dan tahun 2008 jumlahnya bertambah menjadi 261 petani.

Keekonomian Usaha Gula Aren

Di Kabupaten Tapanuli Selatan, tepatnya di desa Paran Julu, Kecamatan Sipirok terdapat puluhan petani yang rata-rata mengusahakan 10-20 batang pohon aren. Petani gula aren di desa ini dalam sehari dapat menyadap sekitar 10-15 pohon aren yang mampu menghasilkan nira sebanyak 10-30 liter. Dalam satu minggu dari 30-100 liter nira yang dihasilkan, seorang parragat (sebutan untuk petani gula aren) dapat menghasilkan gula aren sebanyak 10-30 Kg.

Dengan hitungan sederhana, seorang parragat yang dapat menghasilkan rata-rata 20 Kg gula aren per minggu dengan harga gula aren Rp 9.000, maka sebulan petani memperoleh penghasilan sebesar Rp 720.000. Jika usaha aren ini memperhitungkan produk sampingannnya seperti ijuk maka penghasilan dari usaha aren ini jauh lebih besar dari sekadar penghasilan dari gula aren. Sebagaimana petani aren, mereka biasanya melakukan penjualan ijuk yang di panen 2-3 kali setahun d\yang mana dalam satu pohon bisa menghasilkan 5 Kg ijuk per pohon dengan harga 2000/Kg. Sementara itu dari pohon yang sama, kolang-kaling dapat di panen dua tahun sekali, dimana satu pohon aren dapat menghasil 100 Kg/pohon dengan harga Rp 3.000/Kg.

Nilai Tambah Usaha Gula Aren

Umumnya, para petani mengusahakan gula aren dengan menggunakan teknologi yang sederhana. Sekalipun para petani masih dengan teknologi sederhana tersebut, para peneliti dari World Agroforestry Centre (ICRAF) yang pernah berkunjungan ke Desa Paran Julu Kecamatan Sipirok tahun 2008 yang lalu berkesimpulan bahwa pengusahaan gula aren oleh petani sudah memenuhi tingkat keekonomiannya. Untuk meningkatkan nilai tambah usaha gula aren ini dapat diupayakan dengan teknologi yang lebih tepat, seperti pemilihan bibit, cara memanen, teknik mengolah dan cara pengepakan yang tepat.

Namun sangat disayangkan pengembangan teknologi usaha gula aren ini belum tersosialisasikan dengan baik. Peranan pemerintah daerah melalui dinas perkebunan sangat diharapkan agar gairah usaha gula aren ini terus meningkat dan mampu memasok gula aren secara terus-menerus untuk memenuhi kebutuhan domestik dan ekspor. Pembinaan dan pengembangan yang terintegrasi mulai dari hulu sampai ke hilir haruslah dijadikan sebagai strategi peningkatan prospek usaha gula aren. Yaitu, mulai dari proses pembibitan, penanaman, panen, sampai pada pasca produksi seperti pengolahan nira menjadi gula, pengembangan peralatan masak serta strategi pemasaran.

Prospek Usaha Gula Aren

Usaha gula aren adalah usaha yang dapat dilakukan setiap orang. Tanaman aren adalah termasuk tanaman yang tidak susah untuk dipelihara, sehingga memberikan kemudahkan bagi para petani dalam pengelolaannya. Dalam setiap satu hektar lahan dapat ditanami pohom aren sebanyak 200 batang yang pada tahun ke enam pohon sudah dapat disadap. Jika pohon aren yang telah bisa disadap sekitar 100 batang, maka untuk aren jenis genjah dapat memproduksi nira sebanyak 10-15 liter per hari maka akan diperoleh nira sebanyak 1.000-1.500 liter per hari. Sedangkan aren jenis dalam bisa menghasilkan nira sebanyak 20-30 liter per hari, maka dalam satu hektarnya dapat menghasil nira sebanyak 2.000–3.000 liter per hari. Apabila harga nira per liter adalah Rp1.000, maka hasil yang diperoleh petani dapat mencapai 1–3 juta rupiah per hari. Jika nira tersebut diolah menjadi gula maka akan menghasilkan 200-300 Kg gula gula aren. Jika harga gula di tingkat petani sebesar Rp 9.000/Kg, maka penghasilan kotor petani gula aren berkisar antara Rp 1,8 juta dan Rp Rp 2,7 juta.

Hasil usaha gula aren ini jelas merupakan suatu usaha yang sangat mungkin dilakukan dan sangat menjanjikan. Selain keekonomiannya cukup memadai, juga prospek pasarnya masih tak terbatas. Sekalipun penerapan teknologi dalam pertanian aren dan usaha gula aren belum terlaksana dengan baik, tetapi hasil yang diharapkan sudah menunjukkan keuntungan. Dengan demikian, tanaman aren layak menjadi pilihan untuk terus dikembangkan menjadi tanaman produktif dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di Wilayah Tapanuli Bagian Selatan (Sumber: Dikompilasi dari berbagai sumber)

Sumber : http://akhirmh.blogspot.com/2011/08/usaha-gula-aren-di-tapanuli-bagian.html



Rabu, 04 April 2012

Industri Aren Di Tapanuli Bagian Selatan






Industri Aren Di Tapanuli Bagian Selatan : Sebuah Harapan , Tantangan atau Sebuah Angan-Angan…


Oleh : Mahmulsyah Daulay

Kegiatan industri adalah suatu sistem yang memproses bahan baku menjadi suatu produk sehingga memiliki nilai tambah. Industri Aren berarti suatu sistem yang memproses bahan baku dari pohon Aren menjadi suatu atau berbagai produk yang bernilai tambah. Bahan baku yang berasal dari pohon Aren antara lain adalah : nira, buah kolang kaling, ijuk, lidi, daun, tepung, kayu batang, akar dan lain-lain.

Sedangkan produk yang bernilai tambah yang selama ini sudah dihasilkan dari sistem industri aren antara lain : gula aren cetak, gula semut aren, gula kristal putih aren, gula aren cair, gula lempeng, gula batu aren, saguer, tuak, legen, cap tikus, bioethanol, anggur aren (palm wine), ijuk, sapu, sikat, tali ijuk, fiber sheet, atap ijuk, kolang-kaling, sapu lidi, tusuk sate lidi aren, tepung aren, mutiara sagu aren, aneka kerajinan kayu aren, serutan kulit aren, kerajinan akar aren, dll.

Dari sisi produksi, tiap tahun Sumatera Utara mampu memproduksi 2.708 ton gula aren dari lahan sekitar 4.400 hektar. Produktivitas gula mencapai 777 kilogram per hektar, per tahun, dengan jumlah petani aren mencapai 25.078 keluarga. Tanaman ini mudah tumbuh dan dikembangkan warga. Demikian informasi yang berumber dari Dinas Perkebunan Sumatera Utara.


Dengan memakai asumsi produksi yang alami saja misalkan 10 liter nira/hari/pohon; jika 100 pohon yang disadap setiap harinya (dari populasi 250 pohon setiap hektar), maka akan diperoleh nira 1.000 liter/hari/ha. Rendemen gula merah dari nira sekitar 20-26,5 %, artinya dari 1.000 liter maka akan diperoleh sekitar 200-265 kg gula merah setiap hari. Kalau harga di tingkat petani Rp 5.000/kg, maka setiap hari pendapatan kotor petani aren dengan areal 1 hektar akan memperoleh sekitar Rp 1.000.000/hari/ha sampai dengan Rp 1.325.000/hari/ha.

Masih menurut Dinas Perkebunan Sumatera Utara, selama ini baru 10 persen nira tanaman aren di Sumut yang diolah menjadi gula merah. Sebagian masih diproduksi untuk diolah menjadi tuak. Selain karena faktor budaya, petani lebih mudah memproduksi tuak dibandingkan memproduksi gula aren. Meskipun harga gula aren mencapai 14.000 per kilogram, pengolahannya relatif sulit. Tuak juga gampang diperjualbelikan.

Dinas Perkebunan Sumatera Utara memilih Kabupaten Karo dan Tapanuli Selatan sebagai sentra pengolahan aren mengingat kawasan itu merupakan produsen aren terbesar di Sumut.. Menurut Badan Pusat Statistik, selain dua daerah itu, penghasil aren terbesar di Sumut antara lain Simalungun, Mandailing Natal, dan Deli Serdang.

Ditinjau dari sisi produksi aren dan fokus perhatian dari Dinas Perkebunan Sumut, maka terdapat peluang yang sangat menjanjikan bagi Tapanuli Bagian Selatan untuk terus mendorong pengembangkan industri Aren .

Pertanyaannya adalah, kenapa industri aren mesti di dorong untuk dikembangkan di Tapanuli Bagian Selatan ? Jawabannya tentu selain potensi produksi dan luas lahan yang masih bisa dikembang, hal berikut ini bisa menjadi alasan, antara lain adalah :

1. Produk-produk dari Aren sangat dibutuhkan oleh pasar dunia.
2. Produk-produk dari Aren memiliki nilai komparatif, karena mempunyai kekhasan yang sulit didapat dari yang lainnya.
3. Produktifitas Aren yang tinggi bisa menjadi pilihan investasi yang sangat menguntungkan.
4. Dengan sentuhan teknologi yang relatif sederhana sudah memberikan nilai tambah yang sangat menjanjikan.
5. Di beberapa daerah Aren memberikan bukti yang dapat diandalkan oleh para pelakunya.
6. Ada peluang yang semakin besar karena trend dunia yang mengarah pada komoditi yang bisa mendukung kelestarian sumber daya alam serta ramah lingkungan.
7. Bisa dikembangkan pada lahan-lahan dengan kondisi iklim yang luas adaptasinya.
8. Penyerapan tenaga kerja yang besar, menjadikan komoditi Aren menjadi pilihan bagi penciptaan lapangan pekerjaan baru dan mengurangi angka pengangguran di berbagai daerah.
9. Pengembangannya bisa disinergikan dengan berbagai komoditi yang saling mendukung.
10. dll.

Dengan usaha pengembangan Industri Aren di Tapanuli Bagian Selatan, maka usaha manfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan cara bijak untuk satu tujuan yakni meningkatkan pendapatan petani, khususnya petani aren dan sasaran akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga . (Sumber : dikompilasi dari berbagai sumber)

Silakan lihat: http://kebunaren.blogspot.com/
Sumber : http://situmba.blogspot.com/2012/02/industri-aren-di-tapanuli-bagian.html

Minggu, 01 April 2012

SPBU Bioethanol penggati bensin dan minyak tanah dari kebun Aren


Nira Aren, Pohon Penghasil Bensin

MINAHASA. Innova hitam keluaran tahun 2006 melaju kencang dari Minahasa Utara menuju Manado. Kecepatan rata-rata mobil tersebut 50-100 km per jam setiap hari. Johan Arnold Mononutu menggunakan 10-15% bahan bakar bioetanol dari nira aren.“Tidak ada keluhan apa-apa, malahan suara mesin lebih halus dan tarikan lebih kencang karena setara Pertamax Plusplus,”ujar Johan.

Johan Arnold Mononutu menggunakan bioetanol sejak tahun 2007 ketika berhasil memproduksi bahan bakar nabati dari nira aren berkadar 99,9%. Selain digunakan sebagai bahan bakar untuk ekndaraan johan memanfaatkannya untuk kompor.”Cuma, untuk kompor cukup memakai bioetanol berkadar 60%,” ungkapnya.

Dengan menggunakan biotenal lanjut Johan, menghasilkan api berwarna biru, tanpa jelaga dan lebih irit karena konversi minyak tanah dan bioetanol 2:1 yang artinya, 1liter bioetanol mampu menggantikan 2 liter minyak tanah. “kesuksesan ini telah mendorong kelompok nelayan di Desa Kema, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa mengganti minyak tanah dengan bioetanol untuk lampu-lampu petromaknya,”tutur Johan.

Untuk memproduksikan bioetanol dari nira aren menurut Johan tidaklah sulit, dengan menggunakan seperangkat alat destilasi rakitan sendiri yang terbuat dari besi nirkarat (stainless steel) yang terdiri dari pipa kondensator serta selang-selang plastic. “sekarang dengan volume tangki lebih besar dan pengaturan suhu otomatis, dalam sehari atau 10 jam kerja kami mampu menghasilkan 500 liter bioetanol,” tambah Johan.

Bioetanol bagi masyarakat Minahasa Utara bukanlah barang baru, mereka sudanh mengenal sejak zaman Belanda bahkan mungkin jauh sebelumnya. Dihampir beberapa kecamatan seperti Kauditan dan Telawaan memproduksikan energy hijau tersebut sebagai mata pencaharian. Di Desa Tamaluntung Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, sekitar 200 KK yang mengolah nira aren menjadi bioetanol berkadar alcohol 40-50% yang mereka sebut “Cap Tikus”. Cap Tikus merupakan minuman keras tradisional masyarakat Minahasa.

Potensi bioetanol dari pohon aren di Tamaluntung sangat besar. Penggerak Ekonomi Pedesaan di kabupaten Minahasa Utara, Renald Tuhwidan menuturkan, jumlah produktif berumur 7 sampai 30 tahun tidak kurang dari 50.000 batang, yang belum produktif tidak terhitung. Semuanya tumbuh dengan liar. Dari pohon aren yang produktif itu hanya 60-70% yang telah dimanfaatkan, selebihnya pohon tidak disadap. Dengan masa produksi 4-6 bulan setiap pohon akan menghasilkan 20 liter nira. Terbayangkan jika seluruh pohon aren dimanfaatkan sebagai bioetanol sebagai bahan bakar alternatif. (SF)

Sumber : http://www.esdm.go.id/news-archives/323-energi-baru-dan-terbarukan/4526-nira-aren-pohon-penghasil-bensin.html

Sinergi Aren dan Sorgum untuk Bioethanol

RI Berpotensi Jadi Produsen Bioetanol Terbesar




Jika publik di era 1980-an mengingat kembali betapa pembangunan pabrik air baku diprotes banyak pihak, Zulfi Ramlan Pohan, Dirut PT BUMN Lestari 1, merupakan sang pencetus pendirian BUMN produsen air.

Kala itu ia bekerja sebagai salah satu staf di Perhutani. Kini, ia menuai ucapan salut dan selamat dari banyak pihak, sebab pabrik air yang ia dirikan di Cikeas, menghasilkan kualitas air bersih yang jauh lebih baik dibanding PDAM sekalipun.

Tidak ingin disebut punya ide gila, Zulfi tahun 2012 ini juga segera mendirikan industri sorgum terintegrasi, mulai dari tepung, silase (pakan ternak), hingga bioetanolnya.

Tentu akan diikuti dengan penanaman tanaman sorgum dan juga aren. Jika rencana kerja perseroan ini sukses, pada tujuh tahun ke depan, perseroan juga akan memperbesar kapasitas pabrik bioetanolnya, sebab nira tanaman aren mulai bisa dipanen.

"Jika program bioetanol pemerintah saat ini bisa disebut gagal efektif sejak 2010, karena produsen bioetanol seluruhnya milik swasta. Pemerintah harus berani menugaskan BUMN untuk memproduksi bioetanol. Feeling saya, nanti beberapa tahun ke depan, jika BBM kita habis, barulah dengan terpaksa, negeri ini akan mewajibkan pemakaian bioetanol," ujarnya.

Penanaman sorgum, kata dia, akan dibantu oleh Perhutani yang menyediakan lahan seluas 2.000 ha di Indramayu. Lokasi pabrik tepung akan dibangun di Jatisari Karawang, di salah satu gudang Perum Bulog, degan kapasitas produksi 30 ton tepung per hari atau 6.000 ton tepung per tahun. Modal kerja juga akan disediakan oleh Perum Perhutani.

Calon pembeli sudah ada di tangan yakni PT Orang Tua Group, yang menandatangani MoU rencana pembelian beberapa waktu lalu. PT Orang Tua Group akan memanfaatkannya untuk bahan baku produksi biskuit. Namun, penanaman sorgum ini harus didahului pendirian pabrik tepungnya.

"Kalau pabrik tepungnya belum ada, tanaman sorgum itu nanti akan mubazir. Ini karena usia tanaman pendek kurang dari 90 hari dan harus segera diolah," tutur Zulfi.

Ide pendirian pabrik tepung ini ditujukan untuk mensubstitusi impor gandum yang angkanya mencapai 5-6 juta ton per tahun dengan nilainya Rp 40 triliun. Daun sorgum yang merupakan limbah akan dipakai untuk memproduksi silase, tentunya akan diikuti dengan perluasan pabrik silase.

Saat ini, perseroan memiliki pabrik silase dengan kapasitas yang masih dibilang kecil. Kualitas tepung sorgum ini mirip tepung gandum dengan kandungan nutrisi lebih tinggi. Penanaman sorgum sudah mulai dilakukan akhir 2011 di Mojokerto, Purwodadi, dan Indramayu. Pada 2012 penanaman akan diperluas ke Pengalengan, Jawa Barat.

"Silasenya akan dipasok ke pabrik susu Ultrajaya yang memiliki budi daya sapi 23.000 ekor di Pengalengan Jawa Barat," ujarnya.

Modal untuk membangun satu pabrik tepung sorgum ini Rp 6 miliar, dananya diupayakan dari program kemitraan dengan PT Perhutani, baik dengan cara penempatan modal ataupun joint venture.

Mengenai produktivitas tanaman sorgum, kata dia, sekali panen 4 ton per hektare (ha). Tanaman ini akan ditanam di lahan kritis atau lahan dengan kualitas tanah yang rusak. Ketika tanaman jagung dan padi tidak tumbuh, sorgum bisa tumbuh karena tahan panas. Untuk 2012 direncanakan luas tanam tanaman sorgum 1.200 ha.

"Tapi kita tunggu pabrik berdiri dulu. Percuma menanam, kalau tidak ada yang menampung. Jadi, pabrik tepung ini harus berdiri dulu," katanya.

Dengan program kerja penanaman tanaman sorgum dan aren ini, Indonesia tidak perlu khawatir habisnya BBM. Seluruh kebutuhan BBM nasional sebenarnya bisa dipenuhi dari penanaman sorgum. Jika dibuat program nasional sangat menggiurkan.

Indonesia akan mampu memproduksi energi bioetanol yang dapat diperbarui. Bahkan, di kalangan masyarakat skala usaha rumah tangga, sudah banyak yang bisa membuat bioetanol dari sorgum. Perseroan bahkan sudah pernah membuat bioetanol sorgum pengganti bensin dalam skala lab.

"Kalau kita kembangkan, bangsa ini akan kaya raya," tuturnya.

Perseroan, lanjut dia, memiliki bibit aren dengan kualitas produksi 60 liter per pohon per hari. Penanaman aren akan dilakukan mulai 2012 di DAS Citarum. Panen baru akan dilakukan 6-7 tahun kemudian.

Dengan demikian, diproyeksikan pada 2019, akan dibangun pabrik bioetanol aren berlokasi di sekitar Bandung. Kapasitas terpasang pabrik bioetanol sorgum 20.000 liter per hari atau 4.000 liter per tahun. Kebutuhan dana belanja modal pembangunan pabrik Rp 20 miliar per pabrik.

"Dana sedang kita proses dengan kementerian BUMN. Sebenarnya 10 persen subsidi energi dimasukkan ke pengembangan bioetanol bisa jalan. Jika bisa dilakukan antarsesama BUMN, ada sinergi, bioetanol yang kita produksi harus dibeli Pertamina. Masalah harga yang belum deal. Kalau harga minyak yang begitu mahal, itu harus dihitung," ujarnya.

Namun, jika BBN ini dianggap penting, menurutnya, pengembangan BBN bioetanol itu harus dibantu.

"Harga jual Rp 2.500-3.000 per liter bisa BEP. Saya rasa, Indonesia memang menunggu BBM habis dulu baru terpaksa memproduksi bioetanol. Political will itu kuncinya. Pada saat mereka nanam, kita siapkan modalnya. Kita siapkan dana bina lingkungan dari kementerian BUMN. Pada saat mereka panen, kita beli," katanya.

Kendalanya di Permodalan

Pria lulusan S1 dan S2 dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini adalah orang pertama pencetus Pengelolaan Hutan Bersama Masyaraat (PHBM) pada 1986. Beberapa tahun sebelum itu, ia menempuh studi S3 di Amerika Serikat, disponsori Ford Foundation untuk belajar social forestry. Dari studi tersebut ia mempraktikkan PHBM sehingga berhasil memimpin perusahaan pengelola lahan milik masyarakat ini.

Pada 2009 ia populer dikenal publik karena isu Jatiluhur akan meledak. Padahal, isi waduk itu 3 juta meter kubik akan menghancurkan Karawang hingga Jakarta. Waduk Situ Gintung saja hanya 1.500 meter kubik sudah menghancurkan tiga desa.

Prinsip yang diterapkan BUMN Hijau harus 3P, yaitu Planet, People, Profit dan bisnis yang dijalankan BUMN Hijau adalah Bisnis APPEL (Air, Pangan, Pakan, Energi, Lingkungan).

Produk bisnisnya merupakan penanaman tanaman berbagai usia di atas lahan milik masyarakat; mulai dari strata atas kayu-kayuan yang harganya harus mahal, strata tengah buah-buahan, tanaman kacang koro, dan aren, serta strata bawah kopi.

Target kerja penanaman tanaman kayu pada 2011 sebanyak 800.000 pohon di atas lahan seluas 2.000 hektare (ha), dengan melibatkan 3.000 keluarga. Pohon yang sudah ditanam pada 2011 sebanyak 552.232, artinya melampaui target. Pada 2010, target penanaman 542.200 pohon, namun justru realisasinya melampaui.

Pemilihan tanaman apa yang akan ditanam, disesuaikan dengan agroclimate, kebiasaan masyarakat, sehingga tidak bisa dipaksakan, juga sesuai tempat tumbuh. Jika di suatu daerah cocoknya jati atau jambon, eucalyptus, mindi, suren, ya tanaman itu yang dipilih, dengan catatan masyarakat menyukai menanam tanaman tersebut.

Tahun 2012-2017, perseroan berencana memperbaiki atau menghijaukan lokasi wilayah lahan kritis DAS Citarum seluas 125.000 ha, yang oleh pemerintah dibebankan kepada perusahaan yang ia pimpin, belum termasuk Ciliwung 75.000 ha dan Cimanuk 50.000 ha. Pada 2012 akan dimulai dengan menggarap DAS Ciliwung dan Cimanuk. "Sebenarnya sekarang kami sudah mulai inisiasi," ujarnya.

BUMN Hijau Lestari 1 didirikan bermula dari krisis global: krisis air, pangan, pakan ternak lingkungan, dan energi. Tanda-tanda ini sudah terjadi di Indonesia. Buktinya, DAS Cirata, Jatiluhur dan Saguling paling rusak sedunia. "Visi kami menjadi pengelola agroforestry berbasis lingkungan," katanya.

Kendala BUMN ini, lanjut dia, hanya dana. Untuk itu, ia bangga Perum Pegadaian ingin menanam 100.000 pohon.

"Jika ada perusahaan seperti Pegadaian, kita siapkan lahannya, dia yang menanam. Dia siapkan dananya. Nanti ada bukit Pegadaian, bukit Pertamina. Modal kami dari lima perusahaan pemegang saham. Tahun lalu kami mendapat 21 BUMN dalam rangka dana Bina Lingkungan Rp 29 miliar. Tahun ketujuh kami dapat Rp 1,6 triliun. Tahun 2012 rencananya 30 BUMN," ujarnya. (CR-27)

(Sumber : Sinar Harapan)
Dari : http://www.bumnhijau.com/bumnhijau/index.php?page=baca%20berita&id_berita=81

1 juta liter Bioethanol dari 1 juta pohon Aren 7 tahun nanti


Diskusi Aren untuk Bioethanol :

Dari Demo Mahasiswa sampai Cengkeraman Kapitalis yang dilanggengkan dengan sistem politik



Oleh : Dian Kusumanto


Berikut ini adalah hasil diskusi di jejaring sosial facebook dengan teman-teman tentang potensi Aren untuk menghasilkan Bioethanol. Diskusi cukup panjang karena menyangkut demo mahasiswa sampai sinyalemen kepentingan sang kapitalis yang dilanggengkan dengan sistem politik biaya tinggi. Silakan menyimaknya....



Dian Kusumanto
Seandainya Bioethanol kita sudah jalan tentu masalah BBM sebagian bisa diatasi. Jika setiap pohon Aren menghasilkan 1 liter BE (saja), maka demo2 seperti sekarang nggak perlu lagi. Kenapa nggak demo menanam Aren 1 mahasiswa 10 pohon, sehingga 100 ribu mahasiswa akan menanam 1 juta pohon untuk 1 juta liter BE tiap hari pada saat 7 tahun yang akan datang!!


Eka Wandar
Betul pa.... Maklum mahasiswanya berpikiran begitu lulus kuliah pengen langsung jd BOSS.... Jadi pengenny senang2 ngerusak & menjarah....


Atas Wijayanto
Dari janjang kosong buah sawit juga bisa mass......1 ton menghasilkan 10 liter BE kenapa ga buat pabrik BE aja banyak2,


Yoyok Eko Wahyudi
Dari janjang kosong buah sawit juga bisa mass......1 ton menghasilkan 10 liter

BE kenapa ga buat pabrik BE aja banyak2,

Saya setuju dengan ide cemerlang itu Pak,,,,tapi jika pemerintah Ɣªήğ turun tangan dengan ide Bapak tersebut,,,,saya rasa akan Lebih Cepat.

Saya lihat Ï‘i TV,Ï‘i Kalimantan sudah Ã…∂a̲̅ Pabrik pengolahan singkong menjadi bahan Bakar...Tapi masih belum maksimal.jika pemerintah Jeli,,,hal sekecil itu akan Cepat berkembang jika Pemerintah ♏αΰ Melirik Kreasi Rakyatnya...


Walid Wahyudi
betul sekali. Tinggal 1 hal yang menurut saya masih sangat mengganjal, yaitu aturan DepKeu via Ditjen Bea Cukai terkait pengenaan Cukai sebesar 10rb/liter untuk ethanol dan turunannya, kecuali ethanol yg digunakan utk spiritus dan bahan minuman keras tidak kena cukai. Aturan itu harus dirubah agar industri bioethanol bisa tumbuh subur.

Meinawati Prastutiningsih
heran ya mas, pemerintah abai banget untuk temuan-2 seperti ini.. Ato mungkin karena mereka pikir, seperti bioethanol ini "baru" akan menghasilkan 7 tahun lagi. Lha itu udah ganti pemerintahan, bukan mereka lagi...jd kalo sukses, bukan mereka yg dapat nama...hehehe... #kapan ya pemerintah bisa menaruh perhatian pada banyak temuan anak negeri yg luar biasa#


Sri Hidayati
bener...kita cari solusinya...memang mestinya yg berpendidikan membantu mencari jalan keluar bukan malah merusak yg sdh ada..titip pesan aja..buat yg punya anak mahasiswa...jangan boleh ikut demo nggak jelas gitu...utk produksi bioethanol bisa nggak ya d produksi dengan skala rumah tangga...?


Eka Wandar
Siap pak... Saya bs subsidi bioetanol 10 liter/ hari nanti kalo sdh 10th lg...


Shanaji Chan
wah, ntar yg kja di pertamina pd nganggur th pak.. hehehe.. btw, mungkin msh perlu waktu mensosialisasikan potensi aren di negeri agraris ini.


Jemmy Kosasih
mahasiswa otaknya gak jalan, harga minyak tanah sudah 10 ribuan, gak punya kalkulator kali dia


Erni Aguswati
Ide cemerlang mas Dian hehehe...


Surman Yusman
Mantap pak...makin memantapkan untuk tambah lebih banyak lg tanam pohon aren..sekarang sdh 200 pohon..berbuat lebih baik dari berdemo...


Ridwan Irawan
setuju banget pak dian...itu lucunya...kalau demo model pak dian jelas pak,,,,saya langsung dukung dan mau jadi korlap....he he


Shah Eyckan
Viva AREN :Aku REkomendasilan Nira...siiip


Eka Wandar
NIRA untuk kehidupan.... Dari daun sampe akarnya sangat berguna....


Hardi Ronggolawe
Smoga suksess Pak Haji Dian,Kalo smua orng sprti Pak Haji tdk ada kekacauan di negri ini...PT.BANYU NGOMBE PAS Nunukan Siap membantu jika diprlukan.


Santoso Aja
kalo di lampung satu pohon bisa bikin gula 1 kg pak, harga jual 10.000,- prosesnya gak ribet, cuma modal kayu bakar aja... lha kalo jadi bio etanol harga jual 1 liter berapa ? lha wong beli pertamax aja ogah ... piye iki....?


Yonathan Pay Sepuluh Bersaudara
pak ini smua politik, untuk menutupi smua masalah2 yang sdh di ketahui ama masyarakat, sperti cantury ama wisma atlit.
lihat saja skrg apa masih ada di bahas...
smua org melihat ke masalah demo N' BBM kan.
biar aja BBM naik, yang pentingx pemerintah dapat mengontrol barang (SEMBAKO) agar tidak naik. itu kayakx yang perlu pak.


Eka Wandar
Saya setuju subsidi BBM di cabut.. Asal pemerintah bs membeli hasil pangan dr masyarakat dan dijual murah kembali ke masyarakat... Dan tidak perlu teriak2 swasembada tektek bengek lagi...


Dian Kusumanto
Energi masyarakat dan bangsa ini terhambur2 untuk masalah2 yang dibuat2 agar fokus kita kacau. Keadaan yang selalu dimanfaatkan oleh yang ahli bikin masalah karena ada keuntungan saat kacau begini.

Bangsa ini seolah kehilangan harapan dan rasa percaya diri bahwa bangsa ini akan mampu keluar dari turbulensi masalah!!


Affar Elfar
Indonesia d sluruh negara berkembang tlah terjebak oleh sistem dajjal ekonomi kapitalis liberal... Migas adalh sektor paling strategis yg mereka kuasai untuk menguasai dunia.. Jd ide2 secemerlang apapun yg berpotensi merugikan kepentingan kapitalis akan dibungkam dgn cara apapun.. Ironisnya pemerintah menjadi kaki tangan mereka untuk mencaplok sumber2 migas yg cukup melimpah dinegeri ini.. Minyak mentah kita diekspor dgn harga murah kmudian kaki tangan mereka melalui pertamina mengimpornya kembali dgn harga jauh lbh mahal dlm bentuk minyak hasil olahan.. Benar2 penjajahan ekonomi yg sangat nyata...


Dian Kusumanto
Pak Affar trimakasih sudah lebih menjelaskan lagi siapa sebenarnya musuh kita, musuh bangsa ini yang harus dilawan. Jangan kita mau diadu sesama bangsa ini. Harusnya kita bersatu untuk melawan "musuh sesungguhnya" bangsa ini.
Maka sudahilah kegaduhan yang membuat semakin rumit masalah. Maka semakin senanglah musuh kita, karena ternyata kita semakin tergantung sama "musuh kita".


Agus Wahjudi
Setuju Pak Dian Kusumanto.


Affar Elfar
Iya betul pak haji... Setelah penjajahan fisik ditentang sluruh bangsa di dunia maka mereka menjajah ekonomi kita dgn menguasai sumber2 ekonomi strategis... Miris pak menyaksikannya tanpa kita bs berbuat apa2... Mereka mencengkram sumber2 daya alam strategis dgn kuku2 kapital liberalis yg mereka susupkan melalui pintu "demokrasi palsu biaya tinggi" dgn mengusung dari balik layar dan membiayai "drama demokrasi" serta menjadikan "para pelakonnya" sbg kaki tangannya...


Dwi Pamiluto Nugroho
bila secara teori benar, maka yang dibutuhkan adalah penggerakan.



Affar Elfar
Pak Dwi.. Tuk meruntuhkan penjajahan emank jln terbaik adalah pergerakan.. Tentu dgn cara2 yg arif...


Dwi Pamiluto Nugroho
menggerakkan untuk menanam pohon kan mas ;-D


Affar Elfar
Mananam pohon dan mendorong pemerintah tuk menanam investasi infrastruktur pengolahannya serta mendobrak hegemoni tirani pasar minyak bumi...


Dwi Pamiluto Nugroho
jadi ternyata tidak cukup dengan menanam pohon ya :D


Affar Elfar
Hehee.. Kykx gitu mas.. Soalx butuh pengolahan lbh lanjut tuk produksi massal dan pasti butuh biaya mahal.. Lbh susah lagi menembus blokade pasar minyak dunia yg sdh lbh 1 abad dikuasai para kapitalis negara2 maju...wkwkwkwkwk

Ya.... betul memang tidak sekedar menanam saja. Tetapi menanam Aren juga mesti menggunakan GAP (Good Agriculture Practice) yaitu bagaimana praktek budidaya yang baik, setelah itu juga harus menetapkan SOP Perkebunan yang modern yang terintegrasi dengan Industri pengolahannya.

Saya mengucapkan terima kasih atas tanggapan teman-teman dan diskusi kita ini. Mudahan diskusi ini menjadi bahan yang berguna bagi yang bisa mengambil hikmah darinya.
Terima kasih juga kepada para pembaca blog kebun aren yang selama ini, mudahan kita mendapatkan manfaatnya.

Amiiin.