......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Selasa, 30 Maret 2010

MENERAPKAN JEMBATANISASI DAN PIPANISASI NIRA AREN PADA PERKEBUNAN AREN (2)

MENERAPKAN JEMBATANISASI DAN PIPANISASI NIRA AREN PADA PERKEBUNAN AREN (2)

Oleh : Dian Kusumanto

Dengan menerapkan jembatanisasi antar pohon dan sekaligus pipanisasi nira sampai ke tempat pengolahan, maka banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh. Sebab banyak sekali pekerjaan yang biasanya dilakukan pada pola konvenvensional tidak dilakukan lagi. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan penyadapan hingga nira sampai di penampungan menjadi lebih pendek, sehingga setiap pekerja bisa mengerjakan dengan jumlah pohon yang lebih banyak.

Selain itu adalah mutu nira lebih baik dan lebih alami, karena nira langsung mengalir dan ditampung ditempat pengolahan dalam waktu singkat. Nira tidak lagi mengalami perubahan karena terkumpul tanpa perlakukan selama sekitar 10-14 jam di wadah penampungan nira system tradisional. Dengan demikian mutu gula pasti lebih baik dan tentu akan menaikkan nilai daya saing dan nilai jualnya.

Di bawah ini adalah rincian jenis pekerjaan para pekerja penyadapan yang akan dilakukan pada system penyadapan tradisional dan pada system penyadapan yang menerapkan jembatanisasi dan pipanisasi nira pada perkebunan Aren, sebagai berikut :

PIPANISASI NIRA

Pipanisasi yang dimaksud adalah menampung kemudian menyalurkan nira melalui pipa yang sambung menyambung dari atas pohon menuju ke pipa penyaluran dari pohon ke pohon kemudian menuju pipa yang lebih besar untuk disalurkan ke tempat penampungan dan pengolahan nira secara terus menerus.

 Dengan pipanisasi nira, maka diharapkan akan mengurangi beberapa item pekerjaan, dengan demikian juga akan mengurangi tenaga kerja, antara lain :
• Membawa naik dan turun wadah penampung nira dari dan ke atas pohon
• Membawa turun nira dari atas pohon ke bawah sampai ke tempat penampungan sementara
• Mengangkut dan membawa nira ke tempat penampungan terakhir dan ke tempat pengolahan
• Membersihkan wadah dari sisa-sisa nira yang mungkin dapat memicu fermentasi
• Menambahkan bahan-bahan pengawet nira
• Mengontrol mutu nira seperti memeriksa pH nira, kadar gula, kadar air, dll.

Penghematan tenaga dan jenis pekerjaan di atas terjadi karena nira tidak lagi ditampung dengan wadah, tetapi langsung dialirkan melalui selang/ plastic roll/ pipa langsung dari atas pohon menuju ke penampungan nira dan bahkan langsung ke tempat pengolahan atau pemasakan nira.

Dengan penerapan pipanisasi maka pola yang dulu dilakukan secara tradisional akan dilakukan beberapa perubahan atau modifikasi pada beberapa hal sebagai berikut :

• Setelah dilakukan pengirisan / penderesan tandan bunga, tetesan nira yang mengalir dari tubuh pohon aren ini tidak lagi ditampung pada wadah, tetapi nira langsung diarahkan ke pipa melalui semacam corong yang akan mengalirkan nira ke pipa atau selang plastic. Kemudian nira mengalir ke pipa yang menghubungkan pohon satu dengan pohon yang lain, maka bertemulah nira dari pohon pertama dengan pohon yang selanjutnya, dan seterusnya, kemudian nira mengalir secara gravitasi menuju pipa yang lebih besar yaitu pipa antar barisan pohon.

• Jadi nira tidak diam atau tertampung pada wadah selama beberapa jam, namun terus mengalir menuju ke tempat penampungan dan pemrosesan selanutnya. Sehingga nira tidak sempat mengalami proses fermentasi seperti jika ditapung di suatu wadah hingga beberapa jam. Lamanya nira di wadah penampung nira pada pola konvensional adalah :
a. Jika pagi jam 7.00 disadap dan diambil sore pukul 5.00 berarti nira tertahan selama 10 jam.
b. Jika sore jam 5.00 disadap dan diambil pagi jam 7.00, berarti nira sudah tertahan di dalam wadah selama 14 jam
  • Dengan adanya pipanisasi, nira akan mengalir dari pohon ke penampungan akhir dengan waktu yang relative lebih pendek, tergantung pada model instalasi pipa dan juga kecepatan pengaliran niranya. Waktu yang diperlukan diperkirakan kurang dari satu jam, artinya adalah jauh lebih singkat dibanding 10 atau 14 jam dalam wadah pada pola konvensional.
  • Hal ini sangat menguntungkan bagi kualitas nira, karena masa nira bersinggungan dengan wadah/ media penyalur di dalam corong, pipa kecil dan pipa besar sampai ke penampungan menjadi sangat minim dengan waktu yang lebih singkat. Maka kemungkina terjadinya perubahan kualitas nira menjadi sangat minimal, sebab nira baru akan mengalami perubahan sifat dan mutunya menurun setelah sekiatr 4 sampai 5 jam.
  • Meskipun pipa yang dilalui ini juga sudah mengandung mikroba, namun karena tercuci terus atau dilalui oleh nira yang bersih dan baru keluar dari pohon secara terus menerus, maka wadah /pipa seolah dicuci dan dibilas dan masih bersih. Kecuali jika ada masa nira yang tidak mengalir / tersumbat / sehingga terhenti pada suatu tempat maka nira yang terhenti pada suatu tempat maka nira yang terhenti bisa terjadi proses fermentasi.
  • Oleh karena itu control terhadap kondisi pipa dan kelancaran aliran nira ini nanti akan menjadi sangat penting dalam operasionalisasi pipanisasi nira. Justru yang terpenting adalah pada bahan/ jenis bahan dari apa pipa ini dibuat. Pipa diusahakan yang tidak menyebabkan mutu nira berubah seperti :

           a. Aroma dari pipa yang berpengaruh pada aroma nira.
           b. Zat-zat dari pipa yang ikut terlarut dalam nira
           c. Pipa juga harus bisa melindungi nira dari cahaya matahari langsung atau cemaran                            kimia/ fisika dari luar. 


Pipanisasi Nira yang sempurna memiliki tujuan atau keuntungan antara lain :
1. Agar nira tidak mengalami perubahan sifat dan mutunya tetap bagus
2. Nira akan cepat diproses/ diolah lebih lanjut
3. Mengurangi sentuhan tangan manusia yang sulit dikontrol kebersihan & hiegenitasnya.
4. Aroma dan rasa nira tetap seperti aslinya.
5. Penggunaan tenaga kerja lebih efisien dan ringan.
6. Bisa menunjang industrialisasi Aren lebih maju dengan kualitas produk yang tinggi sehingga memiliki daya saing menghadapi produk dari luar, baik dalam mutu maupun harganya.
7. Dengan mutu nira yang bagus maka mutu produk akhir akan bagus juga, selain mengurangi kemungkinan kesalahan dan beban kerja karena kerusakan nira serta produk, juga harga produk akan lebih baik.
8. Nira lebih alami dan lebih terjaga kebersihan serta kemurniannya.

Untuk mencapai tujuan seperti di atas maka menjadi sangat penting artinya melakukan pengaturan dan penghitungan besarnya volume dan kecepatan aliran dari nira yang dihasilkan dari penyadapan pohon Aren. Dengan demikian ada keseimbangan antara input, volume nira yang dialirkan dan ukuran pipa yang menjadi sarana mengalirnya nira. Dijaga agar jangan sampai terjadi penyumbatan yang menyebabkan penggenangan atau mandegnya aliran nira. Oleh karena itu jaringan pipanisasi nira ini harus terus dikontrol, dipelihara dengan pembersihan secara berkala.

Bagaimana menurut Anda?

(Aren Foundation)

Rabu, 24 Maret 2010

MENERAPKAN JEMBATANISASI DAN PIPANISASI NIRA AREN PADA PERKEBUNAN AREN

MENERAPKAN JEMBATANISASI DAN PIPANISASI NIRA AREN PADA PERKEBUNAN AREN

Oleh : Dian Kusumanto


Selama ini Aren (Arenga pinnata) ditanam secara alamiah, apa adanya yang tumbuh dari alam. Sangat jarang yang menanamnya secara sengaja dengan jarak tanam yang teratur. Buktinya, sebaran tanaman Aren yang ada selama ini tidak memiliki jarak yang teratur, kadang mengumpul dan rapat di suatu tempat dengan jarak yang saling berdekatan, namun di tempat lain jaraknya saling berjauhan bahkan kosong.

Dengan keadaan yang tidak teratur ini menyebabkan pengelolaan niranya menjadi sangat rumit dan butuh tenaga yang banyak. Penanganan kebun seperti ini akan membutuhkan waktu yang banyak, karena tenaga menjadi kurang efektif dan kurang efisien, akibatnya kapasitas tenaga penyadapannya rendah. Pada keadaan kebun Aren yang tidak beraturan seperti ini setiap orang tenaga penyadap paling-paling hanya sanggup menangani 10-20 pohon Aren saja setiap harinya (pagi dan sore), yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan berpengalaman. Kalau tenaga yang baru dan belum berpengalaman mungkin hanya bisa menyadap 5-10 pohon saja.

Selain itu mutu Nira Aren juga relative sulit terjaga mutunya, apalagi jika letak kebun dan tempat pengolahannya jaraknya jauh. Hal ini karena Nira Aren perlu penanganan cepat dan teliti, apalagi kalau tidak diperlakukan khusus, dalam waktu 4-5 jam Nira sudah mengalami fermentasi secara alami. Kualitas Nira Aren yang menurun akibat terfermentasi ini menyebabkan beberapa perubahan, antara lain :
• pH nya menurun atau semakin asam (kecut)
• Kadar gulanya menurun, akibat aktifitas enzimatik yang merubah Sukrosa menjadi
Gula-gula tereduksi dan bahan lainnya.
• Rasa dan aromanya berubah dari aslinya
• Dan lain-lain.

Jika Nira Aren akan diolah menjadi Gula, maka perubahan sifat atau penurunan mutu Nira ini harus dicegah jangan sampai terjadi. Tentu ini akan sangat sulit jika dilakukan pada kebun Aren yang tidak beraturan. Maka untuk membangun industry Aren yang efisien, yang paling utama dan pertama adalah harus dilakukan membangun kebun Aren dengan pola perkebunan yang intensif dan modern. Ciri dari perkebunan yang modern adalah diterapkannya Jembatanisasi dan Pipanisasi Nira di Kebun Aren.
Jembatanisasi Kebun Aren

Ide Jembatanisasi Aren ini sebenarnya terinspirasi dari Jembatanisasi yang dilakukan oleh Petani Siwalan di Tuban Jawa Timur. Disana ada sebagian Petani yang sangat kreatif yang menerapkannya pada tanaman Siwalan yang ditanam secara berbaris dipinggir pematang kebunnya. Jarak antar pohon sekitar 4 - 6 meter, sedangkan jembatan antar pohon dibuat dari 2 lonjor bamboo dan diikat dengan tali dari pelepah daun yang dipilin. Bambu dipilih sebagai bahan pembuatan jembatan karena bamboo banyak tersedia di sekitarnya.

Dari pohon ke pohon yang saling berdekatan (dengan jarak antara 4 - 6 meter) dipasang 2 (dua) baris bamboo yang sambung menyambung dari satu pohon ke pohon lain sampai di pohon yang paling ujung. Penyadap nira hanya memanjat naik pada satu pohon di awal, berpindah ke pohon satu ke pohon berikutnya melalui jembatan bamboo yang dibuat di atas pohon, dan kemudian turun pada pohon yang paling ujung. Sedang untuk naik dan turunnya wadah penampung nira dan niranya, mereka menggunakan tali yang ditarik ulur dari atas atau dari bawah pohon.

Dengan cara jembatanisasi ini petani bisa menghemat tenaganya dan dapat meningkatkan kecepatan dan kapasitas kerja penyadapan sehingga jumlah pohon yang dapat disadap pada rentang waktu tertentu menjadi lebih banyak.

Ternyata metode jembatanisasi ini juga diterapkan di salah satu perkebunan kelapa di Phillippina. Perkebunan ini menanam pohon kelapa genjah dengan agak rapat, karena mengolah nira kelapa untuk aneka produk seperti gula, saguer, dll. Menurut Ir. Larahuna Rauf yang pernah melakukan magang pada tahun 1990-an, Jembatan antar pohon kelapa dibuat dari tali logam yang kuat (kawat seling). Ada tiga tali yang diikat dari pohon ke pohon, yaitu satu tali di bawah sebagai injakan kaki, sedangkan dua tali yang agak berjauhan di sebelah atas sebagai pegangan tangan pada saat menyeberang dari pohon satu ke pohon lainnya.

Kalau Jembatanisasi ini diterapkan pada kebun Aren, maka bahan jembatan bisa dibuat dari bamboo, tali dari Ijuk Aren, kayu dari pohon yang ada di sekitar kebun, atau bahkan kawat seling yang kuat. Kalau dibuat dari tali Ijuk, talinya harus dipilin dengan baik, agak besar dan kuat sehingga aman dan bisa menopang berat badan dan gerakan para pemanjat. Tali yang terbuat dari Ijuk Aren dikenal sangat tahan dan awet tidak lekang oleh perubahan cuaca, kecuali terbakar oleh api.




Namun jembatan atau pegangan tangan bisa juga dibuat dari pelepah daun dari dua pohon yang dipertemukan atau disatukan dan kemudian diikat. Hal ini hanya bisa dilakukan pada awal penyadapan pada saat tandan bunga yang disadap berada di atas dekat dengan letak susunan daun. Namun jika penyadapan nanti dilakukan agak ke bawah dan ke bawah lagi, dimana tidak ada daun yang bisa ditautkan, maka jembatan atau pegangan dibuat dari bamboo atau tali saja.

Jembatan harus dibuat kuat supaya tidak membuat celaka pemanjatnya. Namun jembatan harus dibuat fleksibel supaya bisa diatur (diturunkan) tingkat ketinggiannya disesuaikan dengan letak tandan yang disadap. Hal ini karena sasaran sadap, yaitu tandan bunga yang disadap berpindah dari tandan yang di atas kemudian menurun ke bawah. Jadi jembatan harus bisa mengikuti level dari tandan yang disadap.

Jembatanisasi bisa diterapkan jika pohon ditanam teratur dengan jarak antar pohon cukup dekat. Jarak paling dekat yang bisa ditoleransi berbeda menurut jenis pohonnya. Yang menjadi pertimbangan penting adalah lebar kanopi daun, atau panjang dan bentuk pelepah daunnya. Di bawah ini disajikan table untuk alternative jarak tanam untuk penerapan jembatanisasi beberapa jenis tanaman palem yang dikelola niranya untuk Gula dan lain-lain :



Untuk kebun yang akan menterapkan jembatanisasi sebaiknya dipilih rancangan jarak tanam yang paling pendek, semakin dekat semakin aman bagi pemanjat. Karena jika semakin jauh maka semakin riskan. Namun ini bisa dibuat aman dan tidak riskan dengan :
1. Bahan berpijak yang kuat tidak rapuh, bergoyang dan licin
2. Diikat kuat dan diberi pengamanan yang cukup
3. Dilengkapi dengan pegangan untuk tangan yang tidak mudah goyang dan kuat.
Beberapa pilihan bahan jembatan antar pohon serta keuntungan dan kekurangannya, disajikan dalam table sebagai berikut :



(Insya Allah Bersambung………..Semoga Allah sampaikan umur kita, Amin…)

Sabtu, 20 Maret 2010

Skema Jembatanisasi dan Pipanisasi Kebun Aren

Skema Jembatanisasi dan Pipanisasi Kebun Aren
Oleh : Dian Kusumanto (Aren Foundation)



Jembatan seperti ini kalau disambungkan dari pohon ke pohon dengan jarak antar pohon 5 atau 6 meter akan sangat menghemat tenaga. Sebab memanjat naik dan turun pohon ini harus dilakukan para penyadap/ penderes nira setiap pagi dan sore.



Pipanisasi pada pohon Maple ini sebenarnya bisa diterapkan untuk penyadapan nira pada pohon Aren, Kelapa dan Siwalan. Namun memang ada bedanya antara Nira Maple dengan Nira Palem-paleman yaitu pada nilai kadar gula. Nira Maple berkadar gula 2%, sedangkan Nira Palem (Aren, Kelapa, Siwalan dan Nipah) berkadar gula sekitar 10 - 15%. Selain itu, Nira Maple tidak mudah terfermentasi sedangkan Nira Palem sangat mudah berubah sifatnya karena mudah terfermentasi.



Nira yang keluar dari pohon Maple di salurkan dari batang yang dibor dan dipasang logam penyambung dengan selang plastik atau pipa plastik menuju pipa (semacam paralon) yang menghubungkan satu pohon dengan pohon yang lainnya. Selang penghubung dan penyalur Nira ini dibuat agak panjang, agar bisa fleksibel diatur naik atau turun menyesuaikan ketinggian pipa.




Kegiatan harian seperti ini, membawa naik turun jerigen yang berisi Nira, mengandung resiko bagi yang bekerja. Oleh karena itu jika frekuensi kerja tinggi dengan banyaknya pohon Aren nanti, maka langkah-langkah antisipasi pengamanan dan efesiensi dengan menerapkan jembatanisasi dan pipanisasi, tentu akan turut mengurangi resiko para pekerja dari kecelakaan. Sebab selama ini belum ada penjaminan resiko kecelakaan kerja dari para penyadap Nira.



Pola Jembatanisasi dan Pipanisasi Nira adalah suatu jawaban atas sistem pengelolaan Perkebunan Aren yang Modern di masa yang akan datang. Penerapan pola jembatan dan pipanisasi nira ini mengadopsi teknologi yang sudah diterapka pada komoditi lain. Jembatan mengadopsi cara petani Siwalan di Tuban Jawa Timur dan pada perkebunan Kelapa di Phillippina. Sedangkan pipanisasi nira mengadopsi teknologi dari industri Maple Syrup di Canada.

Dengan sistem ini jumlah tenaga penyadap bisa dikurangi, mutu nira bisa lebih baik, lebih cepat dikelola,karena nira terus mengalir dari pohon langsung ke jaringan pipa dan langsung diolah menuju pabrik. Yang masih menjadi kemasgulan adalah sistem pengawetan atau pembersihan pipa dari kemungkinan cepatnya terjadinya fermentasi dari Nira Aren. Namun kemasgulan itu sedikitnya sudah terjawab dengan penggunaan pengawet alami seperti Asap Cair dari batok kelapa dan bahan pengawet alami lainnya.



Cara penampungan Nira dengan Jerigen yang diletakkan di bawah, sedangkan Nira dialirkan dari tandan melalui corong plastik yang dihungkan dengan plastik roll yang panjang diarahkan menuju jerigen yang berada di bawah. Cara ini berasal dari Palu Sulawesi Tengah dan sampai ke telinga penulis dari seorang pedagang yang pernah bertemu di perjalanan antara Tarakan Nunukan. Rupanya banyak Petani Aren di Palu yang melakukan peyaluran dengan selang plasti atau plastik roll dan penampungan nira dengan jerigen yang diletakkan di bawah pohon.



Frekuensi naik turun pemanjatan pohon Aren yang dilakukan pagi dan sore adalah 4 kali, naik dua kali dan turun dua kali, jumlahnya empat kali naik dan turun. Kalau 1 hektar ada 200 pohon, maka frekuensi naik turun pohon Aren setiap harinya adalah 4 kali per pohon per hari untuk 200 pohon per hektar, jadi ada 800 kali naik turun per hektar setiap harinya.



Dengan pola Jembatanisasi seperti skema diatas, maka frekuensi naik turun menyeberang pohon ke pohon adalah 2 kali (yaitu naik atau turun atau menyeberang se kali pada pagi hari, kemudian diulang lagi untuk sore harinya). Kalau ditimbang-timbang tentu sangat menguntungkan sebab mengurangi resiko jatuh, mempercepat Nira sampai di penampungan, menambah kapasitas dan kecepatan sadap setiap petani, meningkatkan mutu nira menjadi lebih baik lagi, dan beberapa keuntungan lainnya.

(Aren Foundation)