......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Rabu, 24 September 2014

Aturan Perundang-undangan yang menyangkut Usaha Aren

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 127 TAHUN 2001
TENTANG
BIDANG/JENIS USAHA YANG DICADANGKAN UNTUK USAHA KECIL
DAN BIDANG/JENIS USAHA YANG TERBUKA UNTUK USAHA MENENGAH
ATAU BESAR DENGAN SYARAT KEMITRAAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat sebagai bagian integral dunia usaha yang mempunyai kedudukan, potensi dan peran yang strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang dan pemerataan pembangunan berdasarkan demokrasi ekonomi;
b. bahwa usaha kecil perlu diberdayakan dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dipandang perlu bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan dengan Keputusan Presiden;
Mengingat :
  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2818), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2943);
  3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1998 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2853), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2944);
  4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3473), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);
  5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502);
  6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3611);
  7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3817);
  8. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
  9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3552);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3718);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3743);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
  14. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1999;
  15. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG BIDANG/JENIS USAHA YANG DICADANGKAN UNTUK USAHA KECIL DAN BIDANG/JENIS USAHA YANG TERBUKA UNTUK USAHA MENENGAH ATAU BESAR DENGAN SYARAT KEMITRAAN.
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini, yang dimaksud dengan :
  1. Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.
  2. Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil adalah bidang/jenis usaha yang ditetapkan untuk usaha kecil yang perlu dilindungi, diberdayakan, dan diberikan peluang berusaha agar mampu dan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya untuk mengoptimalkan peran sertanya dalam pembangunan.
  3. Kemitraan adalah kerja sama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
Pasal 2
  1. Bidang/jenis usaha untuk usaha kecil adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran I dari Keputusan Presiden ini.
  2. Bidang/jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah dan usaha besar dengan syarat kemitraan adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran II dari Keputusan Presiden ini.
  3. Bidang/jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib dilakukan dengan bermitra dengan usaha kecil dalam berbagai bentuk kemitraan melalui pola penyertaan saham atau inti plasma atau sub kontraktor atau waralaba atau dagang umum atau keagenan dan/atau bentuk lainnya, serta dilaksanakan berdasarkan perjanjian tertulis.
  4. Bidang/jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat pula dilakukan oleh usaha menengah atau usaha besar yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, kecuali untuk bidang/jenis usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing.
  5. Penetapan kebijakan dan bidang/jenis usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan akan ditinjau secara berkala dengan Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, setelah berkoordinasi dengan Departemen Teknis dan Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Pasal 3
Usaha menengah atau usaha besar dalam melakukan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) dan ayat (4), wajib memberikan pembinaan kepada usaha kecil agar dapat meningkatkan kesempatan berusaha serta kemampuan manajemen dalam satu atau lebih aspek di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, teknologi, penyediaan bahan baku, pengelolaan usaha, dan pendanaan.
Pasal 4
Perizinan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan bidang-bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Keputusan Presiden ini dalam rangka penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing dilakukan oleh Instansi Pemerintah pada tingkat pusat dan daerah yang berwenng di bidang penanaman modal sesuai dengan kewenangannya msing-masing.
Pasal 5
(1) Menteri teknis menetapkan kebijakan teknis sektoral, yang berkaitan dengan pengembangan usaha kecil secara terpadu baik dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, permodalan, dan teknologi, sesuai bidang/jenis usaha sebagaimana tercantum pada Lampiran I dan Lampiran II dari Keputusan Presiden ini.
(2) Pelaksanaan operasional pembinaan dan pengembangan usaha kecil, dilakukan oleh instansi daerah terkait, dunia usaha, dan lembaga swadaya masyarakat.
Pasal 6
Sumber pendanaan bagi usaha kecil dalam rangka pengembangan bidang/jenis usaha sebagaimana tercantum pada Lampiran I dan Lampiran II dari Keputusan Presiden ini, dapat menggunakan sumber-sumber pendanaan yang berasal dari perbankan maupun lembaga pembiayaan lainnya, atau dari sumber-sumber pendanaan yang secara khusus ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan diatur secara bersama-sama atau sendiri oleh departemen teknis yang terkait, sesuai dengan bidang dan tugasnya masing-masing.
Pasal 8
Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini, Keputusan Presiden Nomor 99 Tahun 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau Besar dengan Syarat Kemitraan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 9
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd
BAMBANG KESOWO


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 152
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan
Lambock V. Nahattands


LAMPIRAN I
BIDANG/JENIS USAHA YANG DICADANGKAN UNTUK USAHA KECIL
SEKTOR PERTANIAN
  1. Peternakan Ayam Buras SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
  2. Perikanan tangkap dengan menggunakan kapal kurang dari 30 GT/90PK dilakukan di perairan sampai dengan 12 mil laut.
  3. Perikanan budidaya meliputi pembenihan dan pembesaran ikan di air tawar, air payau dan laut.
  4. Penangkapan Ikan Hias Air Tawar. SEKTOR KEHUTANAN
  5. Kehutanan
    1) Pengusahaan peternakan Lebah Madu;
    2) Pengusahaan Hutan Tanaman ArenSagu, Rotan, kemiri, bambu dan Kayu Manis;
    3) Pengusahaan Sarang Burung Walet di alam;
    4) Pengusahaan Hutan Rakyat Asam (pemungutan dan pengolahan biji asam);
    5) Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Arang;
    6) Pengusahaan Hutan Tanaman Getah-getahan;
    7) Pengusahaan Hutan Tanaman Penghasil Bahan-bahan Minyak Atsiri (minyak pinus/terpentin, minyak lawang, minyak tengkawang, minyak kayu putih, minyak kenanga, minyak akar wangi, dan lain-lain). SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
  6. Pertambangan Rakyat SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
  7. Industri makanan dan minuman olahan yang melakukan pengawetan dengan proses pengasinan, penggaraman, pemanisan, pengasapan, pengeringan, perebusan, penggorengan dan fermentasi dengan cara-cara tradisional.
  8. Industri penyempurnaan benang dari serat alam maupun serat buatan menjadi benang bermotip/celup, ikat dengan menggunakan alat yang digerakkan tangan.
  9. Industri tekstil dan produk tekstil meliputi pertenunan, perajutan, pembatikan dan pembordiran yang memiliki ciri dikerjakan dengan ATBM, atau alat yang digerakkan tangan termasuk batik, peci, kopiah dan sejenisnya.
  10. Pengolahan hasil hutan dan kebun golongan non pangan :
    1) Bahan bangunan/rumah tangga : Bambu, Nipah, Sirap, Arang, Sabut.
    2) Bahan industri : Getah-getahan, Kulit kayu, Sutera alam, Gambir.
  11. Industri perkakas tangan yang diproses secara manual atau semi mekanik untuk pertukangan dan pemotongan.
  12. Industri perkakas tangan untuk pertanian yang diperlukan untuk persiapan lahan, proses produksi, pemanenan, pasca panen, dan pengolahan, kecuali cangkul dan sekop.
  13. Industri barang dari tanah liat baik yang diglasir maupun yang tidak diglasir untuk keperluan rumah tangga.
  14. Industri jasa pemeliharaan dan perbaikan yang meliputi otomotif, kapal di bawah 30 GT, elektronik danb peralatan rumah tangga yang dikerjakan secara manual atau semi otomatis.
  15. Industri kerajinan yang memiliki kekayaan khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi.
  16. Perdagangan dengan skala kecil dan usaha informal. SEKTOR PERHUBUNGAN
  17. Angkutan pedesaan darat dan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dengan menggunakan kapal 30 GT. SEKTOR TELEKOMUNIKASI
  18. Jasa telekomunikasi meliputi warung telekomunikasi, warung internet dan instalasi kabel ke rumah dan gedung. SEKTOR KESEHATAN
  19. Jasa Profesi Kesehatan/Pelayanan Medik/Pelayanan Kefarmasian :
    1) Praktek perorangan tenaga kesehatan
    2) Praktek tenaga berkelompok tenaga kesehatan
    3) Sarana pelayanan kesehatan dasar
    4) Pusat/Balai/Stasiun penelitian kesehatan
    5) Apotik, praktek profesi Apoteker
    6) Rumah bersalin
    7) Praktek Pelayanan Medik Tradisional (akupuntur, pijak refleksi, panti pijat tradisional)
    8) Jasa pedagangan obat dan makanan :
    a) Toko Obat;
    b) Retailer Obat Tradisional, Jamu gendong, Kios/toko jamu;
    c) Kolektor/pengumpul simplisia.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI


Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan
Lambock V. Nahattands


LAMPIRAN II
BIDANG/JENIS USAHA YANG TERBUKA BAGI USAHA MENENGAH
ATAU USAHA BESAR DENGAN SYARAT KEMITRAAN
SEKTOR PERTANIAN
  1. Usaha Pertanian Umbi-umbian SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
  2. Perikanan budidaya meliputi pembesaran ikan kakap putih, kerapu, mutiara, bandeng, udang, labi-labi, nila, sidat dan kodok lembu. SEKTOR KEHUTANAN
  3. Pengusahaan sutera alam dan pengusahaan hutan tanaman industri SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
  4. Pertambangan skala kecil SEKTOR INDUSTRI DAN PERDAGANGAN
  5. Industri pengolahan susu bubuk dan susu kental manis, industri makanan olahan dari biji-bijian dan umbi-umbian, sagu, melinjo dan kopra.
  6. Industri Batik Cap
  7. Industri pengolahan rotan mentah dan barang jadi dari kulit
  8. Industri barang dari tanah liat untuk bahan bangunan dan industri barang dari kapur
  9. Industri Kerajinan Perak
  10. Industri kapal kayu untuk wisata bahari dan untuk penangkapan ikan
  11. Industri alat mesin pertanian yang menggunakan teknologi madya seperti perontok padi, pemipil jagung dan traktor tangan
  12. Industri pompa air tangan, perlengkapan sepeda, alat listrik (macam-macam kelm, anker dan track anker) dan komponen lainnya, dan industri rumah meteran air minum
  13. Perdagangan eceran skala besar dan jasa lainnya meliputi pasar modern antara lain : mall, supermarket, hipermarket, pusat pertokoan, departemen store dan sejenisnya serta jasa restoran di kawasan wisata dan atau terpadu dengan usaha perhotelan. SEKTOR PARIWISATA
  14. Industri pariwisata meliputi :
    1) Usaha Jasa Pariwisata : antara lain biro perjalanan wisata, jasa konvensi, perjalanan insentif, pameran jasa konsultasi pariwisata, jasa informasi pariwisata.
    2) Usaha Sarana Pariwisata : antara lain hotel melati, persinggahan karavan, angkutan wisata, jasa boga dan bar, kawasan pariwisata, rekreasi dan hiburan umum seperti taman rekreasi, gelanggang renang, padang golf, gelanggang bowling, rumah billiard, panti mandi uap, ketangkasan, desa wisata dan jasa hiburan rakyat.
    3) Usaha Jasa Objek Wisata : yaitu wisata budaya, wisata minat khusus dan wisata alam yang memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus. SEKTOR PERHUBUNGAN
  15. Usaha angkutan taksi, usaha bongkar muat kapal laut, dan usaha ekspedisi muatan kapal laut, usaha pelayaran rakyat dan usaha jasa titipan. SEKTOR TENAGA KERJA
  16. Kursus ketrampilan meliputi : aneka kejuruan teknik, tata niaga, bahasa, pariwisata, manajemen, teknologi informasi, seni dan pertanian.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan
Lambock V. Nahattands


KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 511/Kpts/PD.310/9/2006
TENTANG
JENIS KOMODITI TANAMAN BINAAN DIREKTORAT JENDERAL
PERKEBUNAN, DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DAN
DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN,

Menimbang :
a. bahwa dengan Keputusan Meteri Pertanian Nomor 74/Kpts/TP.500/2/1998 telah ditetapkan Jenis-jenis  Komoditi Tanaman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Direktorat Jenderal  Perkebunan.
b. bahwa dengan adanya perubahan organisasi, keilmuan  dan kebiasaan yang sekaligus menindaklanjuti Pasal 16 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, dipandang perlu menetapkan kembali Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan  Direktorat Jenderal Hortikultura.

Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 19992  Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara 3478);
2. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan (lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 85,  Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411);
3. Keputusan presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang  Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;
4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang  Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
5. Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara republik Indonesia
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/-7/2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja  Departemen Pertanian;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/-9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU: Jenis Komoditi tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA: Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenral Hortikultura dapat  mengusulkan Jenis Komoditi baru sebagai binaannya.
KETIGA: Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri
pertanian  Nomor  74/Kpts/TP.500/2/1998 dinyatakan tidak berlaku lagi.
KEEMPAT : Keptusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 September 2006
MENTERI PERTANIAN.
ttd
ANTON APRIANTONO

Salinan Keputusan disampaikan kepada Yth. :
1. Menteri Dalam Negeri;
2. Menteri Kehutanan;
3. Pimpinan Unit Kerja eselon I dilingkungan Departemen Pertanian.Page 3

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR: 511/Kpts/PD.310/9/2006
TANGGAL : 12 September 2006
DAFTAR KOMODITI TANAMAN BINAAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
  1. Adas (Foeniculum Volgare Miller)
  2. Akar wangi (Andropogon zizanioides)
  3. Aren (Arenga piñata)
  4. Asem jawa (Tamarindus indica)
  5. Babadotan (Ageratum conyzoides L.)
  6. Barucina (Artemicia vulgaris)
  7. Benalu Teh (Loranthus sp)
  8. Bestru (Luffa aegypyica)
  9. Biduri (Colotropis gigantea)
  10. Bintan (Cerbera manghas)
  11. Buah Makasar / Kwalot (Brucea javanica)
  12. Bungur Kecil (Lengerstroemmia indica L.)
  13. Cabe Jamu/ Cabe Jawa (Piper retrofractum vahl)
  14. Cassiavera / Kayu Manis (Cinnamomum burmanii BI)
  15. Cengkeh (Eugenia aromatica O.K.)
  16. Colat / Kakao (Theobroma cacao)
  17. Daruju (canthus ilicifolius)
  18. Daun Dewa (Gynura Sagetum)
  19. Doro Putih (Stryonos ligostrina)
  20. Galinggem (Bixa orelana)
  21. Gambir (Uncaria Gambir Roxb)
  22. Gandapura (Gaultheria fragratissima Wall)
  23. Gandarusa (Justicia gendarusa)
  24. Gendola (Bassella rubra L.)
  25. Getah Perca (Ficus elatica)
  26. Ginje (Thevetia peruviana L.)
  27. Ginseng (Panax ginseng C.A.)
  28. Jambu Mete (Annacardium occidentale)
  29. Jarak (Ricinus communis L.)
  30. Jarak Merah (Jatropha gossyfolia)
  31. Jarak Pagar (Jatropha curces)
  32. Jarong (Achyranthes aspera)
  33. Jenitri (Elaccarpus angustifolia)
  34. Jinten (Cuminum cyminum L.)
  35. Jojoba (Zizyphus jujuba)
  36. Jombang (Taraxacum mongolicum)
  37. Jute (Corcharus canabinus)
  38. Kapas (Gossypium hhirsutum)
  39. Kapasan / Kasutri (Abelmoschus moschatus Medik L.)
  40. Kapok (Ceiba petandra)
  41. Karet (Hevea brasilliensis Mull)
  42. Kasingsat (Caasia occidentalis L.)
  43. Kayu Rapat  (Paramaria leavigata)
  44. Kayu Secang (Caesalpinia sappan)
  45. Kayu Teja (Cinnamomon culilawan)
  46. Kayu Ular (Strychnos lucida)
  47. Keben  (Barringtonia asiatica Kurz)
  48. Kedawung (Parkia biglobosa Benth)
  49. Kedoya (Dysoxylum gandichandianum)
  50. Keji Beiling (Reullia nafifera Zool & Mar)
  51. Kelapa (Cocos nucifera L.)
  52. Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq)
  53. Kemanden Sewu (Chrysanthenum cincrarifolium Vis)
  54. Kemenyan (Styrax benzoin Orynd)
  55. Kemukus (Piper cubeba L.)
  56. Kemuning (Maruya paniculata L. Jack)
  57. Kenaf (Hibiscus sinensis)
  58. Kenanga (Cananga odorata
  59. Kenari (Canarium amboinense Hoch)
  60. Keningar (Cinnamomon cassia)
  61. Ketepeng Cina (Cassia alata L.)
  62. Ketumbar (Coriandrim savitum L.)
  63. Kikio (Platicondon grandiflorum)
  64. Kina (Cinchona sp)
  65. Koka (Erythroxylon novagranatense)
  66. Kolesom (Talinum racemosum R.)
  67. Kopi (Coffe spp)
  68. Kumis Kucing (Orthosiphon graniflora)
  69. Lada (Piper ningrum L.)
  70. Legundi (Vitex trifoliate L.)
  71. Lontar / Siwalan (Borassus sp. Linn)
  72. Makadamia (Macadamia spp)
  73. Masoyi (Massonia aromatica)
  74. Mendong (Cyperus Sp)
  75. Menthol (Mantha Aevencis Linn)
  76. Mindi (Melia azederach L.)
  77. Mojo (Aegle marmelo9s L. Corr)
  78. Nila (Indigofera Spp)
  79. Nilam (Pogostemon cablin Benth)
  80. Nimba (Azadiracha indica Suss)
  81. Nipah (Nipa fructicans Wurmb)
  82. Oyod Peron (Anamirta cocolus W & A)
  83. Pala (Myristica fragrans (L.) Houtt.)
  84. Pandan (Pandanus sp)
  85. Panili (Vanilla planifolia Andrews)
  86. Pasak Bumi (Eurycoma logifolia Jack)
  87. Patmasari (Rafflesia zallingeriana)
  88. Pinang (Arreca catechu)
  89. Pisang Manila (Musa sexltilis)
  90. Pranajiwa (Euchresta horfieldii)
  91. Pulasari (Alxia reinwardii)
  92. Rami (Boehmeria nivea Gaud)
  93. Rangga Dipa (Clerodedron indicum)
  94. Rengas (Gluta renghas L)
  95. Rincik Bumi (Quamoclit pennata)
  96. Rosella (Hibiscus sabdarita)
  97. Sagu (Mitroxylum sagu Rottb)
  98. Salah Nyowo (Polygonum barbatum L.)
  99. Sambung Dara (Excoecaria cochinnensis)
  100. Sawi Tanah (Nasturtium mantanum)
  101. Senggani (Malastoma candidom)
  102. Sengketan (Heliotropium indicum)
  103. Sereh Wangi (Andropogon nardus L.)
  104. Siantan (Ixira stricta)
  105. Sidagori (Sida rhombifolia)
  106. Sintok (Cinnamomom sintoc BI.)
  107. Sisal (Agave sisalana Perrine)
  108. Stepanot Jingga (Phyrosthegia venusta)
  109. Stevia (Stevia rebaudiana)
  110. Tabat Barito (Ficus deltoidea)
  111. Tanaman penutup tanah (a.l.p. javanica, C. Plumieri, C. Pubescen,
    C. mucunoides, C. Trifolia, C. Cacruleum)
  112. Tanaman pupuk hijau (a.l.p. C. Juncea, C. Usaramoensis, Flamengia sp, M. Macropylla)
  113. Tebu (Sacharum offisinarum L.)
  114. Teh (Camelia sinensis
  115. Teki (Cyperus rotundus)
  116. Tembakau (Nicotiana tabacum L.)
  117. Tingeh (Antiaris taxicaria Leoch)
  118. Trengguli (Cassia fistula L.)
  119. Tuba (Derris elciptia Benth)
  120. Tung Oil/ Kemiri (Aleurites mollucana Willd)
  121. Turi (Sesbania Gradiflora Pers)
  122. Ubi Benggala (Manihot esculenta Crantz.)
  123. Urang-aring (Eclipta alba (L.) Hassk.)
  124. Waru Landak (Hibiscus mutabilis)
  125. Wijen (Sesamum indicum Linn)
  126. Ylang-ylang (Cananga latifolia)
Sumber :http://yanworld2.blogspot.com/2012/10/aturan-tentang-aren-keputusan-presiden.html

Aren, potensi keunggulan Kecamatan Lebakbarang

Aren

Pohon aren di Plararsari
AREN, menurut saya adalah salah satu potensi unggulan yang dimiliki Kecamatan Lebakbarang. Jika digarap dengan benar, bisa menghasilkan keuntungan jutaan rupiah per harinya.

Hikayat Wali Songo berkisah, dulu Raden Said pernah menantang adu kesaktian dengan Sunan Bonang. Dengan perlahan, tangan Sunan Bonang menujuk ke arah pohon aren di sebelahnya, berikut buahnya, berubah menjadi emas yang berkilau.


Banyak makna yang tersirat dari kisah tersebut. Di luar aspek religius, cerita itu juga memberi pesan terselubung tentang betapa besarnya nilai aren. Kalau Sunan Bonang menyandingkan aren dengan emas, kiranya tidak berlebihan.

Bukan hanya benilai tinggi dan mengagumkan bak emas, tapi juga mendukung keberlangsungan lingkungan hidup. Hampir semua yang melekat di aren bisa diambil manfaatnya. Mulai akar, batang, buah, hingga getahnya bernilai tinggi.

Bahkan pohon aren juga dikenal sebagai pencipta sumber mata air. Sifat akar aren yang menghunjam ke tanah menarik air tanah dan membentuk sumber air. Akar pohon aren juga bisa mengurangi resiko tanah longsor.
Pohon aren (Arenga pinnata) bukanlah tumbuhan yang sulit ditemui. Salah satu sebabnya, karena aren bukanlah tumbuhan yang rewel; dia bisa tumbuh subur di tengah pepohonan lain dan semak-semak, di dataran, lereng bukit, lembah, dan gunung hingga ketinggian 1.400 mdpl. Pohon yang juga dinamakan enau ini juga bukan tumbuhan yang mudah sakit dan kebal hama, sehingga tidak membutuhkan pestisida. 



Menurut Ir. Dian Kusumanto, Presiden Aren Foundation di Indonesia, populasi aren terbesar ada di Pulau Sulawesi, mulai dari Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara sampai ke Tanah Toraja dan seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Populasi aren juga banyak terdapat secara sporadis di wilayah Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.

Di Pulau Jawa, aren banyak ditemui mulai dari Lumajang (Jawa Timur) dan beberapa daerah di Pantai Selatan sampai di Tuban di Pantai Utara Jawa Timur. Di Jawa Tengah, tumbuhan aren banyak terdapat di daerah Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen. Jawa Barat, aren tersebar di beberapa daerah, seperti Ciamis.



NIRA Dari semua hasil yang bisa diperoleh dari aren, nira aren dan produk olahannya yang menjadi produk unggulan. Nira adalah cairan manis yang mengucur keluar dari tandan bunga aren yang dilukai/diiris. Di Lebakbarang nira dikenal dengan istilah "badek".

Setiap pohon aren dapat menghasilkan nira rata-rata sekitar 20-25 liter per pohon per hari. Bandingkan dengan produksi nira kelapa yang sekitar 3-5 liter per pohon per hari. Di Nunukan, setiap pohon yang dikelola perajin nira aren menghasilkan rata-rata 10-15 liter per pohon per hari.

Menurut Pak Karnawi, warga Plararsari untuk menghasilkan satu kilo gula aren membutuhkan nira dari du pohon. Untuk memperoleh nira bukan urusan mudah. Diperlukan keberanian dan keterampilan memanjat pohon, bahkan bisa mencapai lebih dari 15 meter. 
Produk olahan nira aren berupa gula aren nilainya paling tinggi dibandingkan dengan gula merah lainnya. Produsen gula aren masih mengolahnya secara tradisional, yang dicetak dalam bentuk separuh batok kelapa, kotak, silinder, atau lempeng. Gula aren merupakan gula murni yang tidak menggunakan bahan kimia pengawet, pewarna, atau aroma dalam pengolahannya.

Prospek produksi gula dari nira aren sangat menggiurkan. Mari kita hitung: setiap 5-7 liter nira bisa menghasilkan 1 kg gula merah. Kalau setiap pohon aren menghasilkan 10-15 liter nira, berarti setiap pohon aren bisa menghasilkan antara 2-3 kg gula merah per hari.

Kalau pohon aren ditanam secara intensif, misalnya dengan jarak tanam 5 x 10 meter persegi, untuk satu hektare lahan akan berisi sekitar 200 pohon aren. Seandainya hanya 50 persen saja yang bisa menghasilkan nira dan dikelola, maka akan didapat 50% x 200 pohon per hektare x 2-3 kg per pohon per hari; yaitu antara 200-300 kg gula aren untuk satu hektare kebun per hari.

Jika harga gula aren Rp10.000 per kg (untuk gula aren grade A bahkan mencapai Rp15.000), maka dari lahan satu hektare bisa menghasilkan antara Rp2 juta sampai Rp3 juta setiap harinya. Setahunnya, bisa mencapai 1 miliar! Menggiurkan, bukan?

Kalau berdasarkan keterangan Paka Karnawi, hitungan di atas berubah. Karena di Plararsari rata dua pohon menghasilkan satu kilo gula per hari. Jadi kira kira satu hektare menghasilkan Rp 500 ribu rupiah.

Itu baru dari gula. Nira aren juga sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil yang terus disedot dan bisa habis. Nira aren bisa diolah menjadi bioetanol.



IJUK Serabut-serabut yang terdapat di tubuh pohon aren juga bernilai ekonomis. Rambut-rambut hitam yang dinamakan ijuk ini bisa dibuat menjadi alat pembersih (sapu, sikat), tali, peredam suara studio, bantalan lapangan bola, pembungkus kabel bawah laut, tempat memijah ikan, dan kerajinan tangan yang beraneka.

Sayang, di Lebakbarang ijuk masih dijual dalam keadaan asli. Belum ada penglohan lanjutan. Harga satu kilo ijuk seribu rupiah. Biasanya ijuk-ijuk diambil oleh pedagang dari Semarang.



KOLANG KALING Buah pohon aren yang biasa disebut kolang-kaling juga bukan makanan yang asing. Buah berbentuk bulat sebesar biji salak dan berwarna putih transparan ini selalu muncul di bulan puasa, sebagai minuman yang menyegarkan saat berbuka.



GELANG Batang pohon aren juga bisa dimanfaatkan. Batang aren dikenal masyarakat Lebakbarang dengan nama "gelang". Sagu aren didapat dari batang pohon aren bagian dalam. Bagian luar yang sudah tua yang keras bisa dibuat untuk kayu bahan mebel dan aneka peralatan dari kayu yang tidak kalah dibandingkan dengan kayu lain.

Bahkan ada juga rumah yang dindingnya menggunakan kulit luar pohon aren.
Tetapi, penebangan pohon aren tanpa dibarengi penanaman akan mengganggu ketersediaan pohon aren di alam.
Betapa banyak manfaat dari pohon aren. Jadi, benar kata Sunan Bonang tadi. Pohon aren bisa berubah menjadi emas yang berkilau.

Lebakbarang, 20 Mei 2013
Sumber : Majalah Intisari dan Obrolan langsung dengan warga Plararsari
Sumber : http://kojahan.blogspot.com/2013/05/aren.html

Sabtu, 20 September 2014

Nipah Palm forpalm sugar and Ethanol

NIPAH PALM

Nipah is the only productive palm tree crop which likes “wet feet”, and which tolerates salt water.

Nipah does not compete with food and feed crops or oil palm and rubber.

In South Kalimantan, around 2 million hectares of land are unused because of flooding.

Around 400,000 hectares have people living on these lands.



Nipah palm yields a sap with a sugar content of around 13% to 16%, the highest sugar content of all palm trees and also much higher than sugar cane. Around late 19th century, Nipah was the prime source of fuel for cars in the Philippines and Kalimantan. It was pushed out by the ascent oil industry.

Since then it has only been used as a source of supplementary feed for ducks, pigs and geese, and for Nipah wine. Hardly any research has been devoted to Nipah, it is not yet domesticated like rice and maize. This means there is still huge potential for increase of yield and sugar content.

Nipah has a long productive life span, no need for replanting and a high area productivity and yield.

The only real source of knowledge on Nipah is indigenous knowledge. Using this knowledge, we have selected elite clones which yield up to 2.2 liters of sap per tapping.

Nipah trees are tapped twice a day. To save labour, we have developed technology which can reduce this to one tapping in two days. Trees can be tapped for around 50 to 60 days per year. This period is to be expanded to 120 days through induced flowering.

Current annual yields are estimated at 110,000 to 160,000 liters of sap per year per hectare, equal to around 16 to 22 tons of sugar. This is much higher than the highest sugar cane yield anywhere.

The sugar can be converted to Ethanol with a defraction rate of slightly over 50%, with estimated Ethanol yields would be around 8 to 11 tons.

MARKETS FOR NIPAH

Palm Sugar / Syrup

The most dynamic component of the demand for palm sugar is expanded household use and the growing recognition by consumers of the health value of palm sugar. The main driving force is the awareness that palm sugar is much healthier than bleached sugar. It does not cause a sugar rush and its glycemic index (GI) of 35 is much lower than glucose which has a GI of 100. This makes palm sugar fit for modest consumption even by diabetics.

Palm sugar is traditionally used as a tastemaker in spicy food pastes and cakes and bakery products. It is increasingly used as a sweetener for ice cream, energy drinks, lemonades and sherbets, soy sauce and bakery products.

The rationale for focusing on sugar at the initial stage of the cultivation project is the expanding demand for palm sugar in Indonesia, Asia and worldwide. The value of palm sugar in the retail market is at least ten times higher than the price of white sugar. The growing volume of exported palm sugar indicates a new trend in sugar consumption. The Philippine authorities estimated the global market for palm sugar at USD1 billion annually, and to be the fastest growing segment of the global sugar market (Philippines Department of Agriculture, 2012). The retail value of the global white sugar market is around USD170 billion per annum. Asia and Indonesia are major importers at 3 million tons per annum. China and Vietnam are also big importers. Thailand and Australia are major exporters of white sugar.

Wholesale distribution prices for palm sugar in Malaysia, the Philippines and Indonesia range around USD6 to 12 per kg, packed and processed. Farm gate prices of raw palm sugar are around USD2 in Indonesia, with lower quality products priced at USD1.20 per kg. The industry prefers to take palm sugar in syrup form at 80 % sugar content. Low quality palm sugar syrup is priced around USD1.50 – 1.70 per kg at the farm gate.

In Europe and the USA wholesale distribution prices have recently fallen, but are still substantially higher than price levels in Asia.

Coconut palm sugar is a possible substitute for Nipah palm sugar. In recent years the production of coconut palm juice, for palm sugar, has boomed in the Philippines and Indonesia especially, while localised production of palm sugar from the sugar palm and the aren palm has remained stable. Currently coconut based palm sugar is exported to Malaysia, Thailand, Vietnam, Europe and the USA, and increasingly China from the Philippines and Indonesia. At the same time coconut based palm sugar is increasingly being marketed in Indonesia for both industrial production and for household use.



Ethanol

Ethanol is a bio-fuel produced from sugar cane and oil palm. Bio-fuel is renewable, replenishing and sustainable in supply. It is a clean and environmentally sustainable resource, with significant potential for reducing the emission of greenhouse gases when compared to conventional fossil fuels. Though it is not the intention of the Company to produce ethanol from its nipah plantations in the foreseeable future, nevertheless should the Company choose to do so, by specialising in the use of degraded wetlands for the commercial cultivation of nipah palm, it will enjoy cost advantages over ethanol produced from sugar cane and oil palm.

Fermented into ethanol or butanol, the palm's large amount of sap may allow for the production of 6,480-15,600 litres (per year) of fuel per hectare. In comparison, sugarcane yields 5,000–8,000 litres per hectare (per year) and an equivalent area planted in corn would produce just 2,000 litres (per year) per hectare.

In addition nipah cultivation does not divert resources away from food production, unlike sugar cane and palm oil, which requires cultivable land.