......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Rabu, 28 Oktober 2009

Kisah Petani Aren dari Ciamis Jawa Barat


Orang Kuta Bersanding Adat, Merangkul Alam

(Liputan6.com, Ciamis)

Keseimbangan antara manusia dan alam kerap tercermin dalam adat istiadat Bangsa Timur. Sayangnya, saat ini, tak banyak masyarakat di Tanah Air yang menjaga nilai-nilai harmonisasi kehidupan tadi. Banyak hutan belantara yang diterjang keserakahan manusia dengan alasan klasik: demi kelangsungan ekonomi. Ironis memang. Nah, kehidupan warga Kampung Kuta, Ciamis, Jawa Barat, dapat menjadi sebuah contoh kecil. Betapa tidak, mereka umumnya masih mempertahankan "adat karuhun" untuk melestarikan alam sekitar. Makanya tak heran, wilayah yang berlokasi di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, atau sekitar 45 kilometer dari Ciamis ini mendapat anugerah Kalpataru dari pemerintah, awal Juni silam. Anugerah itu diberikan atas jasa warga Kuta yang memelihara hutan lindung seluas 40 hektare.

Bila mengunjungi wilayah tersebut, sepintas tak ada yang istimewa dari Kampung Kuta. Dan seperti halnya kampung lainnya, suasana pagi di Kampung Kuta juga semarak dengan berbagai aktivitas penduduk. Sebagian warga ada yang hendak menuju Pasar Rancah, sebuah pasar kecil dekat wilayah mereka. Untuk itulah, mereka menumpang sebuah truk kecil yang merupakan satu-satunya sarana transportasi ke dunia luar. Setelah menempuh jarak sekitar 15 kilometer, mereka sampai di Pasar Rancah. Pusat perdagangan ini memang bagaikan urat nadi kehidupan sejumlah desa di Ciamis. Di sinilah, setiap Rabu dan Sabtu, mereka menyalurkan berbagai hasil bumi. Sejumlah hasil industri rumah tangga pun diperjualbelikan. Dari hasil jual beli itulah mereka berharap memperoleh sejumlah uang demi kebutuhan keluarga masing-masing.

Tak terkecuali bagi orang Kuta. Para pedagang asal Kampung Kuta memang terkenal dengan produksi gula aren. Komoditi inilah yang menjadi andalan perekonomian mereka sejak bertahun-tahun silam. Bagi orang Kuta, menyadap aren telah menjadi satu di antara pekerjaan turun-temurun yang masih dipertahankan hingga kini. Bahkan, untuk menjaga kelangsungan profesi ini, mereka memberlakukan larangan menebang pohon aren yang tumbuh di atas tanah kampungnya. Alhasil, jumlah pohon aren terus berlipat ganda. Bukan sulap bukanlah sihir, seribu pohon yang tumbuh beberapa tahun silam, kini bertambah tiga kali lipat. Bisa dikatakan, ini bukan pekerjaan yang mudah di zaman sekarang.

Kendati demikian, penduduk kampung tetap mengatur penyadapan pohon aren dengan tertib. Buktinya, seribu pohon yang kini telah berproduksi atau menghasilkan cairan nira pun dibagi merata kepada sekitar 400 orang. Rincinya, masing-masing kepala keluarga memperoleh bagian rata-rata sebanyak tujuh tangkal pohon aren. Sementara sebagian tajuk aren, dibiarkan di tempatnya untuk kelak dijadikan kolang-kaling. Sedangkan tajuk yang ditebang untuk menghasilkan cairan nira dipasangi tabung-tabung bambu. Bersamaan saat penyadap mengambil nira, tabung-tabung itu pun sekaligus diganti selang dua kali sehari.

Setiap kepala keluarga di Kampung Kuta, minimal memperoleh 2,5 kilogram gula aren per hari. Kemudian sang istri memasak aren tersebut. Setelah itu, suami dan istri biasanya bahu-membahu membungkusnya dengan daun aren kering menjadi bonjor-bonjor yang dilepas seharga Rp 6.000 per satuan. Bonjor-bonjor ini juga kerap dijual kepada sesama warga. Ini dilakukan bila si pembuat gula aren tak mampu menyalurkannya sendiri ke pasar. Tapi, dengan cara inilah mereka menunjukkan ikatan yang kuat satu sama lain dalam upaya mempertahankan hidup dan menjaga tradisi.

Selain produksi gula aren, Kampung Kuta juga terkenal dengan keteguhan penduduknya dalam mempertahankan nilai-nilai yang mereka warisi dari para leluhur. Berdasarkan kisah yang hidup di masyarakat setempat, di Kuta dulu sempat akan didirikan pusat Kerajaan Galuh. Buktinya, terdapat deposit sejumlah material yang memungkinkan untuk kegiatan pembangunan. Antara lain, adanya semen merah dari tanah di Gunung Semen. Serta hamparan kapur seluas 0,25 hektare dan batu soko di Gunung Gede atau Leuweung Ageung.

Konon, Raja Galuh yang mempunyai gagasan membangun pusat kerajaan di Kuta diyakini warga adalah Prabu Ajar Sukaresi. Setelah sang raja berkeliling Kuta, ternyata ia membatalkan rencana tersebut. Alasannya, daerah itu ternyata dikelilingi tebing-tebing. Raja pun berpendapat, pusat pemerintahan tak mungkin akan berkembang bila dikelilingi tebing. Itulah sebabnya, daerah berlembah yang dikelilingi bukit ini sekarang dinamakan Kuta--sesuai bahasa keseharian di Tatar Sunda. Akhirnya, Prabu Ajar Sukaresi memutuskan Karangkamulyan sebagai gantinya. Buktinya, di sana ditemukan situs yang kini menjadi objek wisata sekaligus daerah singgah.

Setelah rencana pembangunan Kuta batal, datang utusan Kerajaan Cirebon, bernama Raksabumi. Versi lain menyebutkan, kehadiran Raksabumi di sana diutus Raja Galuh untuk memelihara atau menjaga barang peninggalan Sang Raja. Tak lama kemudian, datang lagi utusan bernama Batasela, yang kabarnya keturunan dari Solo, Jawa Tengah.

Sedangkan Raksabumi atau Aki Bumi setiba di daerah Kuta, membangun permukiman di sekitar rawa. Lantaran jiwa kepemimpinannya yang tinggi, Aki Bumi akhirnya ditetapkan sebagai pemimpin atau penjaga Kuta hingga akhir hayatnya. Warga menyebutnya sebagai kuncen Kuta pertama. Kuncen berikutnya, Aki Danu, Aki Maena, Aki Surabangsa, Aki Rasipan dan Aki Maryno--kuncen saat ini. Sebelum meninggal dan dimakamkan di Cibodas, Aki Bumi telah membangun Kuta. Makanya, hingga kini, warga Kuta sebagai keturunan Aki Bumi yang meninggal tak ada yang dimakamkan di Kuta. Kesemuanya dimakamkan di Cibodas.

Seperti telah diceritakan, tugas Aki Bumi ke Kuta untuk menjaga bekas peninggalan Prabu Ajar Sukaresi. Peninggalan itu, kabarnya berupa sejumlah punduk domas atau tempat pandai besi membuat senjata dan peralatan pembangunan. Juga tempat menyepuh peralatan perang agar memiliki kesaktian. Tempat-tempat itu bernama Gunung Apu, Gunung Semen, dan Gunung Barang. Sejumlah lokasi tersebut diyakini sebagai persiapan pembangunan kerajaan. Dan semua peninggalan tadi, hingga saat ini, juga diyakini warga Kuta berada di dalam hutan tersebut. Karena itu, mereka hingga sekarang tetap mempertahankan hutan. Tak ada yang berani menebang pohon, bahkan mengambil ranting sekalipun.

Kisah tersebut dibenarkan Ketua Adat Warga Kuta Karman. Menurut Karman, leluhurnya memberi sebuah wasiat. Bunyinya, jika hutan itu dirusak, warga akan mengalami kesulitan air. Selain itu, bencana alam berupa tanah longsor akan menimpa perkampungan Kuta. Karman menuturkan, Aki Bumi juga menciptakan aturan-aturan yang kini diwarisi penduduk Kampung Kuta. Satu di antaranya adalah aturan bentuk rumah tinggal yang dihuni para warga. Wasiat itu mengharuskan orang Kuta harus tinggal dalam sebuah rumah panggung persegi yang terbuat dari kayu dan beratapkan sirap.

Selain itu, Karman menambahkan, orang Kuta juga diwajibkan memasak dengan menggunakan tungku. Sedangkan rumah warga Kuta umumnya hanya memiliki dua kamar. Sebab, mereka biasanya adalah sebuah keluarga batih atau kecil. Namun, kekeluargaan yang erat di antara sesama penduduk kampung menyebabkan warga cenderung membuat ukuran ruang tamu agak besar. Ini untuk menampung para tetangga yang acapkali datang berkunjung.

Meski pesan-pesan leluhur berusaha dijaga teguh, penduduk Kampung Kuta tetap terbuka pada perubahan dunia. Buktinya, bentuk pintu geser pada rumah asli kini telah berganti. Demikian pula dengan jendela rumah yang diganti kaca. Bahkan, peralatan elektronik bukan lagi sesuatu yang tabu. Bagi orang Kuta, perubahan adalah hal biasa, asalkan aturan utama tak dilanggar. Seperti mengubah pola dasar rumah atau cara memasak dengan tungku. Soalnya, mereka percaya bila aturan utama dilanggar, Aki Bumi tak segan-segan langsung menegur. Caranya, dengan membidikkan bala bagi si pendosa.

Sedangkan pantangan utama dari Aki Bumi adalah mengusik kawasan Leuweung Gede, hutan keramat tempat ia bersemedi. Makanya tak heran, jika sejak dahulu kawasan seluas 40 hektare ini tak pernah berubah. Di hutan larangan inilah, Karman sebagai Ketua Adat Kampung Kuta yang dipilih warga datang berziarah. Seperti halnya warga lain, Karman selalu datang memohon restu dari sang leluhur bilamana bermaksud melangsungkan sesuatu. Dan ziarah ini hanya bisa dilakukan setiap Senin dan Jumat. Tentunya dengan diawasi Sang Kuncen, keturunan langsung dari Aki Bumi yang hingga kini tetap menjaga kawasan Leuweung Gede.

Sang Kuncen-lah yang menjadi perantara dialog antara peziarah dan arwah leluhur. Biasanya, dia membakar dupa berupa kemenyan bercampur minyak wangi. Di tengah kepulan dupa tersebut, Sang Kuncen akan turut memintakan restu bagi Karman. Sebab, Ketua Adat Kampung Kuta ini bermaksud membongkar rumah lama dan membangun kembali sebuah rumah baru dengan pola dasar yang sama.

Sebagai syarat memperoleh restu, Karman harus pula membasuh wajahnya di kawah. Ini adalah sebuah mata air di tengah hutan yang dipercaya mampu membuat awet muda. Dia pun harus mencampur air kawah dengan air Sungai Ciasih yang dahulu tempat Aki Bumi mandi saat bersemedi. Kelak, campuran ini harus diberikan kepada seluruh anggota keluarganya. Karman sendiri sangat bersyukur atas aturan-aturan yang diwariskan Sang Leluhur yang dirasakan sangat mempermudah hidupnya. Contohnya, aturan untuk menjaga kekeluargaan antarpenduduk dan gotong royong. Berkat aturan inilah, Karman tak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membangun rumah barunya.

Semangat kekeluargaan orang Kuta memang menjadi modal utama mereka. Terutama saling menutupi kesenjangan antarwarga. Bahkan, mereka secara teratur menyumbangkan sebagian padi hasil panen. Dan dibagikan secara bergiliran setiap bulan. Dengan semangat ini pula, pasangan pengantin baru, Yoyoh dan Rustomo, merasakan berkah yang sama dengan Karman. Buktinya, para penduduk dengan sukarela membantu membangun blandongan atau panggung kayu tempat acara tabuhan yang memeriahkan hajat mereka. Tabuhan adalah acara musik dari tumbukan lesung dan alu yang diselenggarakan sebagai tanda syukur atas pernikahan mereka.

Dan saat fajar belum menyinari bumi, penduduk Kampung Kuta telah memenuhi rumah pasangan Yoyoh dan Rustomo dengan semangat untuk membantu. Ini adalah sesuatu hal yang kini sudah semakin jarang ditemui di tempat lain. Para pemain tabuhan pun begitu bersemangat menghentakkan alunya di dalam lesung meski kantuk masih dirasakan. Sesuatu semangat kemanusiaan yang begitu murni layaknya sinar mentari yang mulai menghangati bumi. Sehangat semangat orang Kuta memegang teguh adat warisan leluhur untuk melestarikan alam.(ANS/TIm Potret)

Sumber : http://berita.liputan6.com/progsus/200207/38263/class='vidico'

Laporan dari Daerah Pulau Bawean

Produk Unggulan Pulau Bawean :
Gula Merah atau Gula Aren

(Media Bawean, 17 Mei 2009)


Warga Balikterus Menunjukkan Gula Merah


Seorang Ibu Di Balikterus Mencetak Gula Merah

Warga Datang Mencari La'ang Buat Bahan Gula Merah

Dapur Pembuatan Gula Merah

Pulau Bawean mempunyai produk unggulan yang sudah turun temurun dari nenek moyang, yaitu gula merah atau lebih dikenal gula aren. Bahan baku untuk pembuatan gula merah berasal dari air la'ang dari pohon aren yang dimasak, kemudian dicetak dan dibungkus dengan daun pisang. Kemasannya sangat sederhana, terkesan tradisonal tanpa merk, tetapi pemasarannya sudah sampai ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapore.

Harganya mengikuti banyak tidaknya bahan dasar la'ang yang didapat warga, satu bungkus Rp.3.000 sampai Rp.6.000. Umumnya pembuat gula merah adalah orang Bawean bagian pedalaman seperti di Balikbak, Sungaiterus, Kepongan, Gandariyah dan lain-lain. (bst)

Sumber : http://www.bawean.net/2009/05/produk-unggulan-pulau-bawean-3-gula.html

Pengembangan Perkebunan Aren di Provinsi Sumatera Selatan

Pengembangan Perkebunan Aren di Provinsi Sumatera Selatan

Musi Rawas Sentra Produksi Gula Aren



Bupati Musi Rawas H Ridwan Mukti beberapa waktu lalu mengungkapkan bahwa daerah yang dipimpinnya saat ini sudah sejak lama terkenal dengan Gula Aren yang memiliki kualitas yang sangat baik bahkan ada sebagian diekspor keluar negeri. Untuk lebih meningkatakan produktifitas gula aren ini, Bupati telah memplotkan daerah di kabupaten yang memiliki potensi pengembangan kelapa aren. Menyambut rencana Bupati Mura ini, Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2009 mendatang akan menyalurkan bibit aren unggulan ke kecamatan Karang Jaya, Rawas Ulu dan Ulu Rawas.

Bupati Musi Rawas H Ridwan Mukti

Wakil Bupati Musi Rawas Hj Ratnawati Ibnu Amin


”tiga kecamatan yang akan disalurkan bibit aren ini akan dijadikan daerah penghasil gula aren terbesar di Kabupaten Musi Rawas bahkan di Sumatera Selatan.”Ungkap Kepala Dinas Perkebunan Ir Jauhari Aswan Den melalui Kepala Bidang Program Disbun Mura Eman Suharman SP

Untuk menumbuh kembangkan tanaman aren ini telah dilakukan sejak tahun anggaran 2007 dan 2008 yang sebelumnya dikelola oleh Dinas Pertanian Kabupaten Musi Rawas untuk kecamatan Selangit, STL Ulu Terawas, Karang Jaya, Rawas Ulu dan Ulu Rawas.

Alasan beberapa kecamatan ini menjadi focus pengembangnan tanaman aren, Eman mengatakan selain daerah tersebut memenuhi syarat untuk ditanami gula aren juga Bupati Mura telah menfokuskan daerah tersebut sebagai Lumbung Gula Aren.”rencananya bantuan bibit aren tersebut akan disalurkan dalam bentuk bantuan kepada masyarakat dan arahan dinas perkbunan untuk penanaman bibit aren tersebut dengan menggunakan pola agroporestry.”Ujar Eman.

Sumber : http://musi-rawas.go.id/musirawas/content/view/71479/36/

Kisah Petani Aren Kalimantan Selatan

Profil Pengrajin Gula Aren Desa Matang Hanau

Oleh : LPB Adaro Pama (24 Oktober 2008)


Desa Matang Hanau tampak tenteram pagi itu. Sesekali bunyi hewan ternak meningkahi tawa sejumlah anak kecil yang tengah asik bermain di beranda rumah. Di belakang rumah, sang ibu sibuk mengaduk adonan di atas wajan yang sedang mengepul. Selang beberapa waktu datanglah seorang bapak dengan membawa 2 buah jerigen yang berisi air nira dari pohon aren, kehadirannya disambut dengan derai tawa sang anak dan senyum manis sang istri.
Setelah menyerahkan air nira kepada sang istri, bapak ini menawarkan segelas air nira yang baru saja di sadap tadi, menurutnya rasanya agak sedikit asam namun baik untuk kesegaran tubuh, selain itu beliau juga menyuguhkan gula aren yang sudah dipotong kecil-kecil untuk dicicipi. Dikampung ini menyuguhkan air nira dan gula aren memang lazim dihidangkan pada tetamu seperti layaknya menghidangkan segelas teh dan biskuit saja.

Umai, ulun lah pa nang ditakuni masalah gula aren neh. Banyak aja lagi nang lain pa ai, nang labih bapangalaman dari ulun. (Waduh, saya ya pak yang ditanyai masalah gula aren ini. Masih banyak yang lain pak, yang lebih berpengalaman dari saya). Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Bapak Abdul Hakim, saat dia tahu bahwa dirinya akan ditanya mengenai perkembangan kerajinan Gula Aren di desa Matang Hanau, sungguh suatu sikap rendah hati yang selalu diperlihatkan oleh Bapak ini.
Bapak Abdul Hakim ini dilahirkan di Desa Matang Hanau Kecamatan Lampihong, Kabupaten Balangan pada tanggal 12 Januari 1978 adalah merupakan seorang sosok generasi muda yang patut kita teladani.

Sejak tahun 2000 – Sekarang beliau dipercaya oleh masyarakat di desa Matang Hanau untuk menjabat sebagai Kepala Desa. Untuk menjaga kepercayaan yang diberikan kepada beliau, Bapak dari empat orang anak ini mencoba untuk memberikan masukan kepada desa Matang Hanau agar desa tersebut dapat berkembang dan tidak tertinggal dari desa lain. Adapun beberapa kontribusi yang telah dilakukan beliau adalah seperti memprakarsai pembuatan jalan PPK pada tahun 2000, bekerjasama dengan Pemerintah Daerah tentang pengadaan air bersih dan yang terakhir adalah membantu program Pemerintah untuk pelaksanaan program transmigrasi di desa Matang Hanau pada tahun 2008 ini.
Selain menjabat sebagai seorang kepala desa, suami dari Ibu Anida ini juga berprofesi sebagai pengrajin gula aren, profesi pengrajin gula aren ini adalah pekerjaan yang sudah turun temurun. Menurut pengakuan Bapak Abdul Hakim, beliau mengaku miris melihat keadaan pengrajin gula aren sekarang yang tidak bisa berkembang dengan baik seiring dengan perkembangan desa yang dipimpinnya.

Beliau sadar bahwa untuk dapat mencapai sebuah kesuksesan maka ilmu dan teknologi adalah hal mutlak dalam berusaha, hal inilah yang membuatnya bersemangat mengikuti kegiatan maupun pelatihan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun dari lembaga swasta. Selain menambah pengetahuan, beliau juga melakukan inovasi produksi dengan memperkenalkan produk gula aren yang diolah dalam bentuk yang lebih kecil dari ukuran biasanya, namun inovasi bentuk gula aren dari bapak ini belum begitu dikenal oleh masyarakat hal ini disebabkan oleh kurangnya promosi.
Sudah banyak pelatihan yang beliau ikuti, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah maupun dari lembaga swasta untuk meningkatkan kualitas SDM pengrajin gula aren untuk mengembangkan kerajinan gula aren ini. Pelatihan yang pernah beliau ikuti yang diselenggarakan oleh Pemda setempat adalah Pelatihan Proses Pembuatan Gula Semut, sedangkan pelatihan yang pernah beliau ikuti beserta anggota kelompoknya yang dilaksanakan oleh LPB Adaro-Pama adalah Pelatihan Dinamika Kelompok, Pelatihan Mentalitas Dasar, dan Pelatihan Kewirausahaan. Sedangkan kegiatan terakhir yang beliau ikuti adalah mengikuti pameran SME’CO Festival Produk Unggulan KUKM Nusantara, yang dilaksanakan pada tanggal 30 Juli 2008 di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta.

Ketekunan dan kerjakeras beliau ternyata membuahkan hasil, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat yang dipimpinnya. Contoh nyata yang dapat kita lihat adalah sudah berdirinya sebuah tempat percontohan pembuatan gula aren yang higeinis dan aman dari bahaya kecelakaan kerja di desa Matang Hanau yang dibangun oleh Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Adaro-Pama untuk digunakan oleh kelompok gula aren yang ada di desa tersebut. Selain itu, pemasaran gula aren juga sudah mulai membaik, dimana kelompok pengrajin gula aren sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan biskuit dalam pengadaan bahan mentah biskuit dari gula aren.

Satu hal yang menjadi catatan penting bagi kita semua dan patut kita dukung adalah keinginan mulia dari Bapak Abdul Hakim ini, beliau ingin menjadikan Desa Matang Hanau menjadi sebuah Desa penghasil Gula Aren terbesar di Kalimantan Selatan, serta menjadikannya sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Balangan. Akhirnya, semoga apa yang menjadi cita-cita beliau dapat menjadi sebuah kenyataan nantinya. Amien. (OD)

Sumber : http://www.lpb-adaropama.org/umumDetail.asp?sNewsUmumId=15

Kisah Petani Aren di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST)

Manisnya Usaha Gula Aren


Disamping bertani sebagai mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat Desa Jatuh Kecamatan Pandawan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) juga membuat gula merah sebagai usaha sampingan. Pembuatan gula merah di desa tersebut merupakan pekerjaan turun temurun.

Sebelum jadi gula aren, pengrajin terlebih dulu pengambilan air nira yang dihasilkan dari pohon enau yang ditampung dalam sebuah bambu yang ruasannya sudah diberi lobang. Setelah enam jam baru dimasukan dalam wajen besar dan dibawah tungku api yang besar menyala sehingga air nira cepat panas dan mengental, dengan campuran kapur dan batang pohon nangka atau laru yang sudah dikecilkan.

Kapur dan laru berfungsi agar gula merah yang dihasilkan nanti tidak berasa asam atau kecut. Tujuh jam kemudian barulah air nira dapat dimasukkan dalam cetakan untuk didinginkan. Salah satu pengrajin, Hakim (40), mempunyai tujuh pohon enau (aren). Dia menekuni pekerjaan ini hampir 20 tahun.



Alhamdulillah dapat menyekolahkan anak sampai ketingkat atas. Dalam sehari laki-laki setengah baya ini bisa menghasilkan sampai 7 kg gula aren siap dan dijual per kilonya Rp 9.000. Dengan harga tersebut setahunnya hakim bisa menghasilkan 3-5 juta rupiah setelah dipotong ongkos produksi. Untuk pemasaran tidak begitu sulit karena para pengumpul atau tengkulak datang dan langsung membeli gula merah yang mereka produksi. Kendala yang mereka hadapi hanyalah pada saat musim hujan. Dimana saat itu, pohon nira hanya menghasilkan sedikit air nira atau yang biasa disebut laang.

Sumber : http://www.hulusungaitengahkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=439&Itemid=2

Kamis, 22 Oktober 2009

Tanaman aren, sumber emas warisan Sunan Bonang







Tanaman aren, sumber emas warisan Sunan Bonang

Oleh Mulia Ginting Munthe & Moh. Fatkhul Maskur
Bisnis Indonesia

Aren sesungguhnya bukan tanaman yang asing bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa Arenga pinnata ini memiliki potensi besar sebagai pohon yang menyejahterakan?

Potensi tanaman aren tampaknya belum disadari. Di kampung-kampung, Aren umumnya tumbuh alami, bukan dibudidayakan. Pemanfaatan pohon ini terbatas pada ijuknya, atau kolang-kaling buahnya.

Pada masyarakat yang lebih maju, pohon ini diambil niranya sebagai bahan gula merah, gula semut, atau tuak minuman. Nira juga bisa diolah lebih menjadi etanol dan bahan energi alternatif pada masa depan.

Aren dapat tumbuh pada tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi tidak tahan pada tanah berkadar asam tinggi. Aren dapat tumbuh pada ketinggian 9 - 1.400 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500 - 800 meter dpl dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah.

Ada dua kategori tanaman aren, yaitu Aren Genjah (pohon kecil dan pendek dengan produksi nira 10 -15 liter per tandan per hari), dan Aren Dalam (pohon besar dan tinggi dengan produksi nira 20 - 30 liter/ tandan/hari). Untuk pohon induk dianjurkan adalah aksesi Dalam.

Lahan 1 hektare dapat ditanam 200 pohon yang bisa disadap mulai tahun keenam. Katakan yang berproduksi 100 pohon, dan satu pohon meneteskan minimal 15 liter nira maka dihasilkan 1.500 liter nira per hari atau senilai Rp3 juta. Begitu seterusnya sampai masa produksi aren hingga usia 20 tahun.

"Aren sangat menjanjikan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat," kata Syaefurrahman Al-Banjari, Ketua Umum Komunitas Masyarakat Desa Mandiri (KMDM) lembaga swadaya masyarakat penggiat budi daya aren di Banjarnegara, Purbalingga, dan Kebumen.

Al-Banjari menyarankan untuk memulai investasi tanpa harus dengan lahan luas. Katakanlah dengan 20 pohon. Pada tahun keenam, setiap hari akan dihasilkan 150 liter nira. Apabila harga nira Rp2.000 per liter, pendapatannya Rp300.000 per hari.

Nira itu juga bisa diolah lagi menjadi 39 kg gula. Apabila gula dihargai 8.000 per kg, diperoleh Rp312.000 per hari. Ini penghasilan per hari dari 10 pohon aren!

Sonik Jatmiko, pemerhati agribisnis dari Purwokerto, menilai program jangka panjang agribisnis yang sering ditinggalkan pengurusnya tidak akan terjadi pada aren, karena ide dasarnya dari masyarakat.

Mereka menanam untuk anak cucu, kalaupun tidak ada pabrik gula atau bioetanol, mereka masih dapat membuat gula aren. Selain itu, aren bisa diambil kolang-kalingnya, ijuknya bisa untuk atap rumah, dan batangnya menjadi sumber tepung.

Nilai ekonomi

Indrawanto, CV Diva Maju Bersama-produsen gula aren organik di Tangerang, Banten, mengemukakan yang lebih memiliki nilai ekonomis dari aren adalah niranya.

Apalagi jika harga jualnya mencapai Rp2.000 liter per hari. Dengan rata-rata produksi 15 liter per hari per pohon maka nilai jualnya Rp40.000. Jika petani memiliki 20 pohon omzetnya menjadi Rp80.000 per hari.

"Sayangnya daya tahan nira hanya sekitar 5 jam, setelah itu akan terjadi proses fermentasi sehingga tidak bisa dijadikan gula. Karena itu nira aren lebih banyak dijadikan gula merah atau gula semut," ujar Indrawanto.

Untuk memproduksi gula aren atau semut, Diva Maju Bersama menggandeng petani di Jawa Barat dan Lampung, yang mengolah nira menjadi bahan setengah jadi. Pola ini lebih praktis ketimbang langsung membeli nira ke petani karena risiko kerusakan tinggi.

Menurut dia, harga gula semut di pasar rata-rata Rp10.000 per kg. Dengan asumsi harga nira aren mencapai Rp2.000 per liter, nilai jualnya tidak jauh berbeda dengan gula semut.

"Gula aren bisa menjadi primadona ekspor karena harga ritel di mancanegara mencapai 2 euro, atau setara dengan Rp25.000 untuk bobot 250 ons. Berarti nilai jual 1 kg mencapai Rp100.000," tandas Indrawanto.

Namun, nilai ekonomisnya tidak terlalu tinggi bagi perusahaan ekspor karena dibebani biaya tambahan seperti pajak dan biaya administrasi. Pasar ekspor juga mensyaratkan standar ketat. Itu sebabnya Diva berkonsentrasi di dalam negeri.

Indrawanto mengakui potensi ekspor tetap terbuka karena kadar glysemix gula semut rendah, sehingga aman dikonsumsi penderita diabetes. Tidak heran, komoditas ini menjadi incaran masyarakat internasional.

Pohon aren juga menjadi sumber bahan baku bioetnol yang bernilai tambah tinggi. Dengan instrumen inilah, Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto akan mengatasi kelangkaan energi yang 18 tahun lagi minyak bumi akan habis.

Selaku capres beberapa waktu lalu, Prabowo juga berjanji akan membuka 4 juta hektare kebun aren untuk mengatasi energi, yang juga akan menyerap tenaga kerja 24 juta orang.

Bila membaca sejarah, sesungguhnya potensi aren untuk kesejahteraan rakyat itu sudah diisyaratkan 500 tahun silam oleh Sunan Bonang, salah seorang Walisongo yang hidup pada 1465 - 1525 M di Tuban, Jawa Timur.

Dalam sebuah legenda, Sunan Bonang yang hendak dirampok oleh Lokajaya (belakangan berubah menjadi Sunan Kalijaga) hanya berkata sambil menunjuk buah kolang kaling, "Ambil saja itu emas." (ginting. munthe@bisnis.co.id/fatkhul.maskur@bisnsis.co.id)

Sumber : http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/ritel-ukm-mikro/1id141267.html

Rabu, 07 Oktober 2009

PENANGANAN BIBIT AREN CABUTAN

PENANGANAN BIBIT AREN CABUTAN

Oleh : Dian Kusumanto

Ada pengalaman seorang mantan PPL yaitu Bapak Subandi yang sekarang juga sedang getol menyiapkan bibit Aren untuk kebun Arennya di Nunukan. Untuk menyiapkan bibit Aren di kebunnya Pak Subandi mengandalkan bibit cabutan yang di ambil dari bibit tanaman yang tumbuh secara alami di bawah pohon Aren yang unggul.


Penulis dengan Pak Subandi

Setelah melakukan uji coba beberapa kali, Pak Subandi akhirnya menemukan cara yang cukup berhasil menangani bibit Aren yang berasal dari cabutan. Caranya adalah sebagai berikut :

1) Bibit dicabut dari permukaan tanah.
2) Akar-akar yang menempel pada bibit cabutan dipotong bersih dan hanya meninggalkannya yang utuh. Namun kadang akar tidak dipotong habis, tetapi disisakan beberapa centimeter jika akar tadi lurus dan tidak rusak atau memar dan lain-lain.
3) Bibit dicelupkan pada larutan air yang berisi ZPT seperti Atonik atau Rooton F yang dikenal sebagai obat perangsang akar
4) Bibit ditanam kembali ke dalam polibag. Media tanam di dalam polibag persemaian ini adalah campuran tanah, sekam padi dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1.
5) Selama di polibag bibit tadi disimpan pada persemaian yang teduh/ terlindung dari sinar matahari langsung dan terpaan angin yang keras. Kalau menggunakan shading net sebagai naungan atau teduhan disarankan yang 50-60%.
6) Pemeliharaan selanjutnya adalah dilakukan penyiraman secara rutin untuk menjaga kelembaban media tanam polibag tadi.
7) Pemeliharaan yang lain adalah menjaga kebersihan tempat persemaian dan polibag dari rumput dan gulma, memberikan pemupkan secara berkala secukupnya setiap minimal 2-3 bulan.

Menurut Pak Subandi, akar Aren adalah termasuk akar serabut yang sangat peka. Hampir sama dengan perakaran palma yang lain seperti kelapa dan kelapa sawit. Akar Aren juga termasuk akar napas yang bersifat meristematis dan mempunyai kemampuan untuk menyerap makanan, nutrisi dan air dari ujungnya.

Air dan unsur hara yang diserap melalui ujung akar ini kemudian diangkut menuju batang melalui saluran phloem dan xylem. Akar Aren sangat peka terhadap lingkungan sekitarnya. Apabila akar Aren ini tidak sehat kondisinya, maka akan menyebabkan akar tidak bisa membawa unsur hara dan air ke atas.

Menurut Pak Subandi, pada saat kita menanam bibit cabutan diusahakan agar tidak ada akar yang terlipat. Kalau terlipat akar aren akan mengalami hambatan dalam bernafas atau menyerap air dan unsur hara dan akan menyebabkan akar tidak berfungsi, jaringan pembuluhnya mati kemudian tanaman akan kering dan mati.

Akan lebih baik jika akar dicukur bersih atau ditinggalkan disisakan beberapa centi meter bagian akar yang masih segar, dengan harapan agar akar tidak terlipat sehingga masih bisa berfungsi dalam menyerap air dan unsur hara.

Akar Aren adalah akar monokotil, yang hanya memiliki pembuluh phloem. Keadaannya seperti selang plastik air yang tipis, kalau terlipat tidak bisa menyalurkan air. Beda dengan tanaman dikotil, dimana anatomi akarnya terdapat jaringan pembuluh ganda yaitu phloem dan xylem. Akar dikotil ibarat selang air yang berulir, meskipun terlipat masih dapat mengalirkan air.

Inilah yang menyebabkan akar Aren dan tanaman palma lainnya sangat sensitif kalau keadaannya terlipat, luka ataupun memar. Maka akan lebih baik dan lebih aman jika bibit cabutan itu dicukur akarnya. Seperti kalau kita akan menanam pisang atau pun pohon palem yang sudah besar, maka akarnya dicukur habis dan tinggal bonggolnya saja.

Pengalaman seperti itu dialami Pak Ocop (Ir. HM. Yadi Sofyan Noor, Ketua KTNA Propinsi Kaltim) pada bibit kelapa sawt cabutan. Kiriman bibit Kelapa Sawit dari luar daerah (bahkan dari Malysia) biasanya malah dipotong akarnya atau digunduli akarnya. Selain itu, daunnya juga dipotong sekitar ¾ bagian dan disisakan sekitar ¼ bagian daun. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi beban penguapan (transpirasi) dari daun.

Seperti Pak Subandi, Pak Ocop juga mencelupkan bonggol kelapa sawit yang gundul tadi dengan larutan Atonik atau obat perangsang akar lainya. Karena anatomi Aren dan Kelapa sawit ini hampir sama, sama-sama keluarga palma, maka Pak Ocop merekomendasikan ini bisa diterapkan pada bibit Aren cabutan.

Bagaimana menurut Anda, ada pengalaman yang lain ??

Selasa, 06 Oktober 2009

GULA AREN ORGANIK PALING DIMINATI DAN PALING TINGGI HARGANYA DI PASAR LUAR NEGERI




GULA AREN ORGANIK PALING DIMINATI DAN PALING TINGGI HARGANYA DI PASAR LUAR NEGERI

Oleh : Dian Kusumanto

Peluang yang sangat besar saat ini bagi produk Gula Aren (Palm Sugar) di Jepang sudah tidak diragukan lagi. Kandungan kalorinya yang rendah dan dapat digunakan untuk membuat kue menjadikan Gula Aren sangat diminati.

Mr. Ryuji Nishi mengungkapkannya dalam sebuah seminar mengenai potensi produk makanan dari Indonesia di pasar Jepang. Dalam presentasinya, konsultan ini memberi masukan tentang produk Gula Aren yang diminati tidak mengandung bahan kimia dan ditanam di lahan yang alami tanpa pupuk organik. Diperlukan kesungguhan mencari mitra di Jepang dengan pengusaha yang memproduksi kue-kue khas Jepang, produsen gula pasta atau pemilik kedai kopi.

Barang contoh beserta harga jual di toko swalayan juga diperlihatkan dalam seminar tersebut. Dalam contoh yang diperlihatkan, harga Palm Sugar JPY 735/200 gram; Maple Sugar JPY 1000-2000/1 kg; Brown Sugar JPY 240/0,5 kg; Crystal Sugar JPY 160/0,5 kg; Gula Pasta JPY 500/0,5 kg. Negara pesaing untuk produk ini adalah Thailand yang menguasai pasar 49%, Australia 39%, Afrika Selatan 12%, namun belum pernah mengimpor dari Indonesia.

Coba kita hitung angka di atas dengan nilai Rupiah kita.
1. Palm Sugar JPY 735/200 gram atau JPY 3.675/ 1 kg
2. Maple Sugar JPY 1000-2000/1 kg atau
3. Brown Sugar JPY 240/0,5 kg atau JPY 480 / 1 kg
4. Crystal Sugar JPY 160/0,5 kg atau JPY 320 / 1 kg
5. Gula Pasta JPY 500/0,5 kg atau JPY 1.000/ 1 kg

Palm Sugar atau gula Palem (Gula Aren, Gula Kelapa atau Gula Siwalan) nilainya lebih tinggi dari pada Gula Maple, Brown Sugar (Gula Merah dari Tebu), Gula Kristal (Gula Putih) dan Gula Pasta. Nilai 3.675 Yen Jepang jika dikonversi dengan mata uang rupiah sekitar Rp 257.250 per kg. (Jika 1 Yen Jepang senilai dengnan Rp 70). Ini nilai yang sangat fantastik.

Harga di pasaran Luar Negeri yang tinggi juga kami lihat pada produk-produk Gula Palem Indonesia yang kemas ulang oleh Big Tree Farm USA dan grupnya. Produk Gula Palem yang berasal dari olahan Gula Kelapa Indonesia ini diberi label organik dengan berbagai merek, antara lain seperti Sweet Tree dan Heritage Palm Sugars. Heritage Palm Sugar dengan kemasan 8.5 oz. Atau 240 gram dibandrol dengan harga $ 8.99. Atau kalau dihitung 1 kg nilainya sekitar $ 36 atau Rp 360.000 sekilogramnya.

Hal ini sebenarnya tergantung dari kekuatan ’branding’ dari pihak ’produsen’ kemasan, meskipun produk itu sebenarnya kalau di kalangan orang Indonesia biasa-biasa saja. Kalau barang itu dibuka dari kemasannya sebenarnya sama dengan produk kita yang nilainya hanya sekitar Rp 10.000 per kilogram. Tetapi mengapa di Jepang bisa dibandrol Rp 250-an ribu dan oleh Pengusaha Amerika dibandrol senilai dengan Rp 360-an ribu per kilogram ???

Ini patut untuk kita renungkan, kemudian dicari solusinya, kemudian kita tetapkan langkah untuk memperjuangkan martabat produk-produk kita dinilai tidak hanya dengan kemasannya atau siapa yang mengemasnya, tetapi meskipun kita sendiri yang mengemas nilainya juga tetap tinggi.

Ayo para pejuang Gula Palem Indonesia.. kita serbu pasar luar negeri dengan citra produk kita yang bermartabat, sehingga pantas dihargai tinggi, sama seperti jika yang mengemas itu adalah Pengusaha Jepang dan Pengusaha Amerika.

Bagaimana menurut Anda?

PENGOLAHAN GULA AREN UNTUK ANEKA KEBUTUHAN







SERI PENGALAMAN PETANI AREN
PENGOLAHAN GULA AREN UNTUK ANEKA KEBUTUHAN
Bonbon Karet Gula Aren

Oleh : Dian Kusumanto

Bonbon Karet Gula Aren, demikianlah Pak Muhammad (60) menyebutnya. Dulu, pada saat masih remaja di kampungnya di daerah Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Kenangan masa lalu itu seolah terungkap lembar demi lembar untuk menjawab beberapa pertanyaan penulis.

Jaman dulu macam jajanan tidak banyak seperti sekarang ini. Bonbon Karet Gula Aren termasuk jajanan yang sangat istimewa waktu itu. Ada juga yang menyebutnya Gula Tarik atau Bola Gula-Gula. Jajanan ini begitu populer waktu itu. Oleh karena itu jika Muhammad kecil di suruh ibunya menjualnya di Sekolah Rakyat, maka pastilah jajanan ini ludes terjual. Bahkan para Gurunya ikut menikmati dan menjadi langganannya.

Bonbon Karet Gula Aren, kalau di daerah Penulis, yaitu Jombang dan Sidoarjo disebut Gulali atau Glali. Karena sifatnya yang bisa di tarik-ulur dan elastis seperti karet maka di sebut Bonbon Karet atau Gulali Karet di Sulawesi.

Pak Muhammad ingat betul cara-caranya bagaimana membuat Bonbon Karet Gula Aren itu. Bahan baku utama adalah Nira Aren atau Gula yang sudah jadi dan Jeruk Wangi atau Lemon Wangi. Kalau dari Nira prinsipnya sama seperti membuat Gula Aren. Nira di masak di dalam wadah atau wajan di atas dapur atau kompor dan diaduk-aduk. Sambil terus diaduk-aduk, ditambahkan air jeruk manis secukupnya dengan terus diaduk sampai mengental seperti dodol. Bentuk Bonbon Karet Gula Aren biasanya bulat-bulat dan kemudian dibungkus dengan daun pisang kering atau klobot jagung.

Kalau di tempat lain seperti di Jawa Timur, Gulali ini dijual dengan dililitkan pada potongan lidi Aren atau potongan bambu kecil di bagian ujungnya, sedangkan ujungnya yang lain untuk pegangan pada saat di’emut’ di dalam mulut.

Bonbon karet Gula Aren itu dikenal sebagai jajanan yang bermanfaat mengurangi rasa lapar sekaligus obat kantuk murid-murid sekolah saat itu. Bahkan para guru juga senang menikmati jajanan ini. Pada jaman sekarang jajanan ini mungkin sudah hilang dan kalah dengan permen-permen yang dibungkus kemasan cantik, bonbon stik, dll.

Aneka manfaat Gula Aren jaman dulu

Rupanya jaman dulu selain bonbon karet tadi, bentuk yang lain banyak olahan dari Gula Aren ini yang dikonsumsi, khusus untuk meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, baik bagi manusia maupun hewan. Beberapa contoh itu adalah sbb :

1) Gula Aren ditambah lombok bisa diberikan kepada Anjing Pemburu supaya kuat berlari dan meningkatkan naluri serbu untuk menggigit musuhnya, yaitu hewan buruannya.

2) Gula Aren juga sering menjadi bekal pada saat orang-orang Dayak berburu di hutan. Dan ini dipraktekan juga oleh suku-suku yang lain kalau sedang berburu. Gula Aren jadi penambah stamina dan energi pada saat berburu, baik bagi manusia maupun bagi anjing pemburunya.

3) Dulu kalau akan mengikuti lomba lari atau lomba-lomba yang memerlukan stamina ekstra, Gula Aren jadi andalan untuk dimakan sebelum dan selama bertanding, maka si pelari tidak mudah capai. Lebih kuat staminanya.

4) Karapan Sapi di Madura, dulu sebelum bertanding diberi minuman manis dengan Gula Aren ditambah ramuan yang lainya seperti telur, madu, dll.

5) Untuk anak ayam yang baru menetas, Nira Aren yang agak kental ditambahkan dengan air jeruk dan ramuan yang lain. Diberikan ke Ayam dengan cara diteteskan ke mulut anak ayam. Maka dijamin sehat, tidak mudah sakit dan tahan terhadap perubahan cuaca.

6) Demikian juga Gula Aren yang cair atau Nira Aren masak yang kental biasa diberikan / diminumkan pada anak sapi yang baru lahir. Gula cair atau Nira yang kental dicampur dengan telur ayam kampung dan sedikit air jeruk. Anak sapi yang diberi suplemen ini pada saat baru lahir biasanya tidak gampang sakit, selalu sehat dan lincah.

7) Pada saat jaman dulu susu kaleng bayi belum ada seperi sekarang ini, maka air Nira Aren masak dan agak kental menjadi pengganti ASI (Air Susu Ibu). ASI memang yang utama, namun pada saat tidak bisa memperoleh Asi karena beberapa sebab maka Gula Aren cair atau Nira masak yang kental menjadi solusi pengganti ASI.

Mungkin masih banyak nilai manfaat lain yang belum sempat tertuang pada tulisan di atas. Penulis masih terus mencari informasi seperti di atas pada Seri Pengalaman Petani Aren yang akan datang.

Apakah Anda punya pengalaman yang lain?

MERAWAT POHON AREN




Seri Pengalaman Petani Aren
MERAWAT POHON AREN

Oleh : Ir. Dian Kusumanto

Hari minggu pagi tadi (27/9/2009) penulis berkunjung ke kebun pekarangan salah satu warga di kelurahan Mansapa Nunukan, yaitu Pak Said (35 tahun). Sebagai warga perbatasan negara dia pernah juga berkerja di kebun salah seorang warga Malaysia, di wilayah Kubota , Tawau. Negeri Bagian Sabah 4,5 batu dari Kota Tawau.

Pada tahun 90-an yang lalu dia melihat ada warga Malaysia dari suku Bugis yang menanam Aren di tengah-tengah perkebunan kakao. Bibit Aren dibawa dari Sulawesi Selatan, tepatnya Enrekang. Enrekang memang terkenal sebagai daerah endemik Aren yang cukup luas dan banyak. Banyak warga Enrekang yang mengusahakan tanaman Aren untuk diambil niranya sebagai bahan baku gula merah cetak.

Tanaman Aren yang dia lihat pertumbuhannya sangat bagus dan subur, ditanam dengan jarak tanam seperti kelapa sawit, bahkan lebih rapat. Pemiliknya memupuknya dengan pupuk yang biasa digunakannya untuk tanaman kakao dan kelapa sawit, mereka menyebutnya sebagai ’Baja Subur’. Baja Subur yang dimaksud sebenarnya adalah jenis pupuk NPK 15-15-15. Pemupukan tanaman Aren dilakukan dengan cara membuat lubang/ parit kecil mengelilingi pokok pohon berjarak sekitar 1 meter dari pohon.

Pak Said memang tidak sempat melihat perkembangan selanjutnya dari tanaman Aren di Batu 4,5 wilayah Kubota Tawau itu. Namun dia percaya kesuburan, kecepatan tumbuhnya tanaman Aren beda dengan yang dia tanam tanpa perlakuan apa-apa.

Di Mansapa Nunukan dia juga menanam Aren di kebun pekarangannya. Namun kondisinya tidak seperti yang dia saksikan di Tawau waktu itu. Dia tanam Aren di tengah tanaman lain di pekarangan, setelah agak besar Pak Said lalu membersihkan, memotong tanam lainnya yang ada di sekitar pohon Aren. Setelah cukup mendapat sinar matahari tanaman Arennya terlihat lebih cepat berkembang. Berbeda dengan tanaman Aren yang tumbuh di bawah pohon yang lain. Dengan sinar matahari yang cukup daun aren terlihat lebih segar dan mengkilat. Ini merupakan tanda baik tanaman aren.

”Kalau tidak dibersihkan sekelilingnya tanaman Aren kurang cepat tumbuhnya”, timpal Pak Said. Pak said juga melakukan pembersihan ijuk yang menyelimuti batang Aren. Dengan perlakuan pembersihan dari awal pertumbuhan tanaman aren lebih cepat besar, batang menjadi lebih besar diameternya.

Seperti Pak Said, di kampung Sei Jepun kelurahan Mansapa juga ada Pak Muhammad (60 tahun) dia adalah ketua RW 01. Di dampingi Pak Amiruddin (39) Ketua Kelompok Tani Hidup Bersama, berbincang-bincang dengan penulis seputar pengalamannya mengelola tanaman Aren pada usia muda dulu saat dia masih di kampungnya di Sulawesi.

Pak Muhammad berasal dari Sinjai Sulawesi Selatan, sedangkan pak Amiruddin berasal dari Bone. Waktu kecil Pak Muhammad di Sinjai dia selalu membantu orang tuanya merawat dan menyadap nira Aren. Sekaligus membuat gula masak. Makanya beliau tahu betul bagaimana cara mengelola pohon Aren yang dilakukan oleh orang tuanya waktu itu.

Waktu di kampung dulu tanaman aren tidak pernah dirawat dengan baik. Kalau toh ada perawatan ’paling-paling’ membersihkan pokoknya dari rumput dan menebangi pohon-pohon yang menaungi Aren. Itu pun dilakukan kalau tanaman Aren sudah mulai tumbuh agak besar. Perawatan yang lain sebelum tanaman berubah adalah membersihkan pohon dari ijuk yang menyelimuti batang aren dan memotong daun bagian bawah yang terlihat kurang sehat.




Di Nunukan dia mencoba menerapkankan perawatan tersebut pada tanaman Aren yang ada di kebunnya. Dengan membersihkan pokoknya dari tanaman lain dan membuang ijuk sejak awal pertumbuhan, terlihat tanam aren lebih cepat berkembang. Pengalaman yang pernah dia lihat di Mung Balai, Tawao saat dia bekerja di Malaysia ada tanaman aren yang sudah berbuah pada umur 4-5 tahun, karena tanamannya dirawat dengann sangat intensif seperti perlakuannya pada tanaman Kelapa Sawit dan Kakao.

Pak Muhammad sangat percaya bahwa dengan pemupukan sejak awal dan perawatan pembuangan ijuk dan serta pembersihan kebun aren dari tanam yang melindungi membuat tanaman aren cepat berbuah. Dia sudah menyaksikan sendiri di Tawao pada kebun milik orang malaysia dari suku Bugis yang pada umur 4-5 tahun sudah mulai berbuah. Padahal bibitnya sama-sama dari Sulawesi Selatan juga.

Kalau pemeliharaanya baik selain lebih cepat menghasilkan maka semua ketiak daun akan mengeluarkan tandan bunganya. Dengan demikian maasa panen tanaman Aren juga semakin lama. ”Aren bisa disadap niranya sampai selama 5-8 tahun”, timpal Pak Muhammad, satu tandan bunga yang bagus, besar dan panjang bisa disadap sampai 6 bulan. Sebelum tandan habis disadap airnya kadang sudah muncul tandan lainnya yang siap sadap. Sehingga seolah-olah tidak ada masa tanaman Aren berhenti berproduksi selama 5-8 tahun tersebut.

Tandan bunga yang sangat baik dalam menghasilkan nira bahkan cukup di sayat sangat tipis, setipis kertas. Kadang-kadang dengan mengerik atau menggosok permukaan sayatan tandan, air nira sudah bisa keluar lagi dengan deras. Di kampungnya dulu ada salah satu tanaman yang mempunyai daun dengan permukaan yang kasar seperti kertas gosok (amplas). Daun itulah yang biasa digunakan untuk menggosok permukaan sayatan tandan bungan aren itu. Dia lupa apa namanya tanaman itu. Oleh karena itulah maka satu tandan bisa diambil niranya sampai 6 bulan.

Pak Muhammad juga menyatakan bahwa tidak semua tandan hasilnya baik, ada juga yang hanya beberapa minggu saja sudah berhenti mengeluarkan nira. Menurutnya cara merangsang tandan aren juga harus diperhatikan seperti :
1) Kapan waktu mulai menggoyang tandan
2) Cara menggoyang tandan
3) Cara memukul tandan
4) Awal memotong tandan yang siap mengeluarkan nira

Waktu mulai menggoyang tandan jantan untuk diambil niranya adalah saat bunganya sudah mulai terlihat kuning serbuk sarinya, bahkan serbuk sarinya jatuh sehingga warna kuning yang jatuh di permukaan tanahnya. Saat itulah menggoyang dan memenuhi tandan dilakukan orang-orang tua dulu bahkan melakukannya dengan penuh perasaan, seolah-olah sedang merayu pohon agar dapat mengeluarkan air nira dengan derasnya, ibarat seperti meminta seorang ibu yang akan mengeluarkan susu untuk anaknya.

Saat yang tepat untuk memotong tandan biasanya ditandai dengan banyaknya lebah atau serangga yang mengelilingi tandan tadi. Seolah-olah tandan sudah mengeluarkan aroma khusus ’feromon’ sebagai tanda bahwa air nira yang manis itu sudah akan keluar. Pemotongan tandan itu pun biasanya masih menunggu masa yang disesuaikan dengan keadaan air laut. Pada saat pasang puncak air laut, saat itulah dilakukan pemotongan tandan itu. Harapan mereka agar nanti airnya melimpah seperti saat air pasang dilaut mencapai puncaknya.

Biasanya adalah saat Bulan pada berisi tanggal 14-15 atau pada tanggal 22 sedangkan jam melakukan pemotongan tandan memperhatikan puncak pasang air laut yang biasanya siang hari. Kebiasaanya seperti ini dipercaya turun-menurun bahkan ketika dia tidak di kampungnya. Dia percaya ini ajaran orangtua yang harus ditiru dan dilestarikan karena memang sudah terbukti.

Pak Muhammad dan Pak Amiruddin juga sepakat bahwa setiap tandan mempunyai peluang yang sama banyak mengeluarkan nira tergantung dari :
1) Cara perawatan tandan sebelum di sadap dan selama penyadapan.
2) Pemberian pupuk yang cukup pada saat penyadapan sebelum dan sesudahnya secara periodik
3) Kesehatan pohon yang meliputi jumlah daun, kesehatan daun, dll.

Dia seolah membantah pernyataan atau anggapan yang berkembang selama ini bahwa semakin ke bawah, tandan bunga akan mengeluarkan air nira semakin sedikit. Pak Muhammad membantahnya, sebab jika perawatan pohon dilakukan dengan cukup dan dengan cara yang baik tandan akan mengeluarkan air nira dengan stabil baik tandan yang di atas sampai tandan yang paling bawah.

Namun dia memaklumi anggapan tersebut. Karena kondisi di atas bisa terjadi jika para pekebun Aren tidak melakukan perawatan yang baik, yang bahkan gampang memotong daun. Kalau daun semakin sedikit air nira juga akan semakin berkurang. Sebab kalau pohon Aren sudah dewasa yang ditandai bahwa pohon sudah berbunga, maka daun baru tidak akan tumbuh lagi. Oleh karena itu daun yang ada seharusnya dihemat dan dipelihara sebaik-baiknya, jangan mudah memotong daun tanpa alasan yang kuat.

Oleh karena itu dia menyarankan agar daun tidak dipotong terus menerus. Kecuali jika daun itu tidak sehat yang dilihat dari warnanya yang kotor tidak cerah atau kusam karena adanya jamur yang menempel seperti ‘panu’ atau ‘kurap’ pada kulit manusia. Daun-daun yang kusam dan tidak sehat ini karena kita terlambat melakukan kebersihan kebun (sanitasi) dari pohon yang menaungi daun tanaman Aren. Oleh karena itu kebersihan kebun sebaiknya dilakukan sejak awal, sejak tanaman aren mulai mengeluarkan ijuknya.




“Menanam Aren sebaiknya jangan tanggung-tanggung”, begitu kata Pak Muhammmad dan Pak Amiruddin. Jika sedikit malah membuat masalah karena orang akan membuat tuak untuk mabuk-mabukan saja. Sebaiknya jika Aren ditanam dalam jumlah yang banyak akan membawa kebaikan karena bisa dibuat gula merah. Kalau semua dibuat gula merah maka akan dapat sangat baik bagi ekonomi masyarakat. Apalagi kalau Pemerintah Daerah membuat Perda khusus yang mengatur agar nira Aren tidak dikelola menjadi minuman keras yang membuat mudhorot bagi masyarakat itu sendiri.

Akan sangat baik jika nanti Aren cukup banyak, didirikan Koperasi yang membeli dan menampung nira dari pemilik kebun aren dan mengelolanya menjadi gula. Dengan demikian petani tidak repot–repot lagi mencari kayu dan memasaknya. Semua akan dikelola oleh koperasi agar mutu gula aren bisa lebih seragam dan bagus kualitasnya. Kalau pengolahan dilakukan oleh para petani, dikhawatirkan mutu kurang terjamin dan akibatnya harga pasaran akan jatuh dan tidak bisa bersaing dengan gula merah dari daerah lain.

Pak Muhammad berharap Aren sudah menjadi program pemerintah agar masyarakat semakin semangat dalam mengusahakannya. Bahkan kalau ada biaya dan bibitnya dia berencana akan membuka kebun aren seluas 20 ha di lahannya yang ada di Pulau Iting-iting Kabupaten Nunukan. Beliau membuka diri seandainya ada yang mau bermitra dengannya maka akan diikuti oleh warga yang lain dengan lahan yang lebih luas lagi. Sebagai tokoh masyarakat maka mudah bagi Pak Muhammad untuk mengajak warganya sama-sama menanam Aren.

Kalau ada yang serius beliau dan kelompoknya sanggup membuka kebun sampai ratusan hektar di Pulau Iting-iting itu. Sepengetahuan penulis luas lahan di Pulau Iting-iting lebih dari 1.500 ha yang siap untuk dibuka kebun.

Hayo... Siapa yang berminat investasi atau kerjasama?