......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Selasa, 08 Juli 2008

Membangun Kebun Aren Skala Usaha Ekonomis (1)


Ini keadaan kebun Aren yang lama tidak diurus oleh pemiliknya. Kebun ini luasnya ada sekitar 2 hektar, ditanam Aren sejak tahun 1984 s/d 1996. Keadaan sekarang sudah ada beberapa pohon yang mati, sebagian besar masih bisa produksi lagi. Rehabilitasi kebun memang harus dilakukan agar bisa diambil manfaatnya. Rehabilitasi kebun yang dilakukan antara lain, pembersihan kebun dari rumput-rumput, semak-semak, perdu-perdu atau pohon-pohon yang tidak dikendaki. Selanjutnya pembersihan secukupnya pada pohon-pohon Aren yang ditumbuhi tanaman sejenis pakis-pakisan yang menempel di sekujur batangnya. Selain itu batang pohon Aren yang lama tidak diurus ini kesulitan mengeluarkan calon-calon tandan bunganya sebab terhalang oleh serabut ijuk dan pelepah yang masih menyelimutinya.

Ini adalah pewaris kebun Aren 2 ha, namanya Pak Ir. Supriyanto HP, beliau sekarang menjabat Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Nunukan. Beliau ini mengajak penulis untuk menjenguk kebun Aren yang lama tidak diurus. Beliau berencana merehabilitasi kebun tersebut. Setelah dihitung ada sekitar 30-40 pohon yang bisa dikelola dan diambil niranya. Melihat postur pohonnya diperkirakan masih bisa diusahakan dengan hasil yang cukup bagus. Kalau setiap pohon bisa disadap sekitar 10 liter setiap hari maka akan terkumpul 300-400 liter setiap hari. Kalau niranya diolah menjadi gula merah akan dihasilkan setiap harinya sekitar 30-45 kg gula merah. Wah... lumayan juga. Maka paling tidak harus dijaga atau dipelihara 2-3 orang yang terampil dalam mengelola kebun, memperlakukan pohon Aren hingga menghasilkan nira dan mengolahnya menjadi gula.




Membangun Kebun Aren Skala Usaha Ekonomis

Aren memang sangat berprospek untuk diusahakan. Namun berapa pohon yang harus ditanam? Bagaimana pengelolaannya bila berskala ekonomis? Hal ini perlu dikaji lebih jauh. Referensi yang ada masih sangat terbatas, oleh karena itu asumsi-asumsi yang dipakai adalah sepotong-sepotong dari beberapa pengalaman petani dan keadaan yang ada di lapangan yang masih sangat variatif dari berbagai daerah di Indonesia.

Usaha dengan komoditi apa saja biasanya diukur dari harapan pangsa pasar yang akan dibidik. Jenis produk yang dihasilkan juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sedang diperlukan atau yang akan diperlukan pada masa yang akan datang. Kenyataan riil yang ada dan arah trend yang akan terjadi biasanya menjadi kriteria kita untuk menetapkan jenis dan skala usaha yang akan dibangun.

Keadaan Kekinian Usaha Komoditi Aren

Komoditi Aren yang ada sekarang ini pada umumnya masih dengan skala yang kecil-kecil. Pohon-pohon Aren yang ada sekarang ini pada umumnya tidak ditanam secara terencana, oleh karena itu sebarannya tidak teratur, lokasi penanamannya pada umumnya tidak strategis dan jauh dari pemukiman, jarak penanamannya tidak teratur ada yang rapat dan campur dengan berbagai jenis pohon lainnya, upaya-upaya pemeliharaan intensif tidak dilakukan. Namun demikian pohon Aren dieksploitasi sedemikian rupa untuk diambil manfaat sebesar-besarnya, mulai dari nira, kolang-kaling, ijuk, lidi, batang, dll.

Selama ini antara rencana kebun dan rencana pengolahannya tidak seiring. Petani dan pekebun menanam saja tanpa disetting berapa rencana yang akan diproduksi nanti, pokoknya petani menanam saja, hasilnya apa kata nanti. Sikap ini terjadi karena belum banyak pengetahuan tentang Aren dan prospeknya, yang diketahui adalah hasilnya nanti lumayan dari pada lahan kosong. Namun berapa yang akan diperoleh kalau menanam sekian, mereka belum banyak yang paham.

Pada umumnya Tanaman Aren ditanam untuk dimanfaatkan niranya. Pemanfaatan nira bertujuan antara lain untuk dikonsumsi langsung sebagai minuman yang menyegarkan, untuk diolah menjadi tuak atau cap tikus, atau untuk diolah menjadi Gula. Secara tradisional nira aren dimanfaatkan sebagai minuman manis dan segar yang dipercaya cukup berkhasiat mengobati beberapa penyakit tertentu. Beberapa penyakit seperti gejala ginjal atau penyakit yang berhubungan dengan saluran kencing (deuretic) dianjurkan untuk meminum nira aren segar dan manis setiap pagi untuk upaya pengobatannya.

Agar nira Aren tidak segera berubah menjadi masam atau pahit karena terjadi proses fermentasi atau proses enzimatis lainnya sehingga berubah rasa dan warna, maka ada beberapa upaya yang secara tradisional biasa dilakukan para penyadap. Cara pertama untuk mencegah nira menjadi masam atau kecut adalah dengan memasukkan dalam wadah penampung nira dengan kulit kayu tertentu seperti kulit kayu langsat, kulit buah langsat, kulit pohon ketapi, dan lain-lain. Ada juga petani yang memasukkan daun pandan dengan harapan agar niranya beraroma pandan sehingga lebih unik rasanya.

Menghentikan proses enzimatis dari nira Aren bisa juga dilakukan dengan pemanasan sampai suhu sekitar 80 derajat Celcius selama minimal 30 menit. Pada suhu tersebut aktivitas enzimatis dapat dihentikan, sehingga nira aren akan tetap terasa manis dan tidak berubah menjadi masam atau pahit. Dengan keadaan ini nira manis ini bisa bertahan lebih lama dan tidak mengalami perubahan, seandainya diproses ulang untuk menjadi gula ditempat lain yang pengangkutannya butuh waktu agak lama, nira masih baik.

Pengolahan menjadi gula yang berkualitas bagus tentu memerlukan sarana prasarana yang memadai, cara pengelolaan yang baik dan hiegenis. Nira yang berasal dari para penyadap atau dari kebun Aren biasanya masih agak kotor, buktinya pada saat diolah menjadi gula dan gula diseduh dengan air hangat, masih ada sisa endapan. Sisa endapan yang agak mengganggu ini biasanya adalah serpihan-serpihan irisan tandan atau kotoran lain dari kebun.

Sebaiknya para penyadap ini melakukan penyaringan dulu sebelum nira diolah menjadi gula. Bisa juga penyaringan dilakukan oleh pengrajin atau pabrik yang akan mengelola nira menjadi gula. Kebersihan adalah syarat pertama agar mutu gula dapat diterima dan dijual secara komersial. Jangan ada partikel-partikel lain selain air nira yang ikut masuk ke wadah atau ikut pada proses selanjutnya. Jadi nira harus betul-betul bersih.

Merancang luas kebun, kapasitas pabrik dan tujuan pasar

Usaha pengolahan air nira Aren menjadi gula harus didukung oleh produksi nira yang cukup. Maka skala produksi gula harus didukung oleh sejumlah pohon yang produktif dan sejumlah petani yang siap melakukan penyadapan setiap hari. Rendemen gula yang terkandung dalam nira bervariasi tergantung dari keadaan iklim, namun ada kisaran rata-rata yang bisa dijadikan patokan. Untuk dijadikan gula merah rendemennya mencapai sekitar 10-14 %, artinya kalau kita mengelola 100 liter nira Aren akan dapat dijadikan gula sebanyak 10-14 kg.

Kalau unit pengelolaan (Pabrik) gula Aren ini berkapasitas 1.000 kg per hari, maka diperlukan nira Aren sekitar 1.000 kg/hari : 10% kg/liter = 10.000 liter/hari. Atau dengan hitungan tinggi yaitu 1.000 kg/hari: 14% kg/liter = 7.142 liter/hari. Artinya pabrik gula dengan kapasitas 1 ton/hari ini akan memerlukan bahan baku nira Aren sebanyak antara 7.142 liter sampai dengan 10.000 liter setiap hari.

Nah sekarang tinggal menyesuaikan saja, kira-kira berapa besar kapasitas pabrik yang akan dibangun. Kalau misalnya 10 ton per hari berarti keperluan bahan baku berupa nira sebesar 71.420 liter sampai dengan 100.000 liter. Sebaliknya kalau kapasitas pabriknya lebih kecil misalnya hanya 100 kg sehari, berarti kebutuhan niranya setiap hari antara 714 liter sampai dengan 1000 liter.

Sekarang kita akan menghitung jumlah pohon yang akan kita tanam mengantisipasi rencana pabrik yang akan kita bangun nanti. Oleh karena itu kita harus mengukur rata-rata produksi nira Aren setiap pohonnya dalam sehari. Ini yang disebut sebagai produktivitas nira per pohon.

Produktivitas nira rata-rata setiap pohon sangat bervariasi menurut jenis dan tempat Aren tumbuh. Menurut Majalah Trubus edisi Januari 2008, di Sulawesi Utara setiap pohon Aren rata-rata dapat menghasilkan antara 20-25 liter per hari. Di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah hasil sadapan nira Aren rata-rata setiap pohon hampir sama, yaitu antara 15-25 liter per pohon per hari. Di daerah Banten dan Jawa Barat hasil produksi rata-rata per pohon antara 7-30 liter. Di Sumatera rata-rata produksi nira juga sangat bervariasi, namun angkanya juga tidak jauh dari angka daerah lainnya. Sebenarnya perlu penelitian yang lebih mendalam untuk angka produktivitas di setiap daerah.

Namun demikian perlu kita ingat bahwa tidak setiap pohon itu mengeluarkan nira sepanjang tahun. Artinya ada masa dimana pohon tidak mengeluarkan nira Aren. Lama atau pendeknya masa produksi dan masa istirahat setiap pohonnya mempengaruhi jumlah pohon produktif dari areal kebun yang diusahakan. Hal ini disebut sebagai produktivitas pohon per kebun atau jumlah pohon produktif per hari.

Misalnya seperti di Nunukan Kaltim, Pak Sarman memiliki 18 pohon Aren, 9 pohon diantaranya masih muda dan sembilan lainnya sudah mulai produksi. Pada saat ke kebunnya penulis mendapati 4 pohon yang sedang disadap niranya, suatu ketika ke sana lagi ada 5 pohon yang disadap. Berarti dapat dikatakan jumlah pohon produktif per harinya antara 4-5 pohon dari 9 pohon yang sudah dewasa. Kalau dihitung angka prosentase berarti 4,5 pohon/hari/areal (rata-rata dari 4 dan 5) : (dibagi) 9 pohon/areal = 50% per hari. Dalam hal ini pun diperlukan penelitian yang lebih mendalam dalam mengukur angka-angka ini, termasuk apa-apa saja yang dapat mempengaruhi angka ini.

Menurut beberapa pendapat, dalam setiap hektar lahan bisa ditanam antara 140 sampai 250 pohon. Atau katakanlah dengan rata-rata 200 pohon per hektar. Pada saat sekitar 6 tahun kemudian tanaman Aren sudah mulai dewasa dan berproduksi. Jika ada sekitar 50% jumlah pohon produktif dan rata-rata produksi nira per pohon 10 liter, berarti dalam setiap hari akan diperoleh 200 pohon/hektar x 50% x 10 liter/pohon = 1.000 liter/ha/hari. Berarti dari kebun kita seluas 1 hektar tadi akan dihasilkan nira Aren 1.000 liter setiap hari.

Nah sekarang sudah bisa dihubungkan dengan kapasitas mesin pabrik gula kita. Kalau kapasitas pabrik gula kita 1 ton sehari akan diperlukan sekitar 7.142 liter sampai 10.000 liter nira setiap hari. Kita pakai saja angka yang mudah yaitu 10.000 liter. Sehingga sekarang dapat diketahui berapa luas kebun kita untuk dapat menghasilkan nira 10.000 liter/hari, yaitu seluas 10 hektar. Sekarang skala kebun dapat direncanakan mengikuti kapasitas pabrik dan pasar yang akan dituju.

Sampai disini sudah ada gambaran tentang berapa luas lahan kebun Aren yang disesuaikan dengan rencana kapasitas pabrik gula yang dibangun. Demikian juga kalau nira Aren ini diarahkan untuk bioethanol, maka kita hitung dengan cara-cara perhitungan seperti di atas.

Bagaimana menurut Anda? Kami undang Anda untuk memberikan komentar atas tulisan ini. Terimakasih atas perhatiannya.