Oleh : Ir. Dian Kusumanto
Pada saat acara konggres Dewan Kehutanan Daerah (DKD) Kaltim di Hotel Mesra Internasional, Menhut MS Kaban sangat geram karena hutan Kaltim yang terusik oleh sektor perkebunan, pertambangan dan pemukiman. Beliau meminta unsur Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah) satu suara dan pandangan dalam memelihara hutan di Kaltim.
Kaltim Post mencatat bahwa kondisi hutan alami di Kaltim makin kritis. Dari 17 juta hektar luas lahan/ hutan di Kaltim, kawasan yang dianggap kritis mencapai 6 juta hektar, dengan laju kerusakan hutan diperkirakan 500.000 hektar per tahun. Bila dibandingkan dengan luas wilayah Jawa Barat yang mencapai 4,4 juta hektar, wilayah yang kritis melebihi wilayah Propinsi Jawa Barat.
Menteri Kehutanan juga mengajak tak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat agar berpartisipasi dengan berbagai program, misalnya Penanaman 10.000 pohon di setiap kota, ada lagi Program Penanaman 10 juta pohon, kemudian Program One Man One Tree. Ini semua adalah strategi agar masyarakat juga terlibat.
Sebenarnya masyarakat ini mau-mau saja diajak, dihimbau bahkan digerakkan, tidak ada masalah di masyarakat. Yang sering menyebabkan laju degradasi hutan sedemikian luas itu adalah proses perijinan yang kurang selektif, program pembangunan itu sendiri yang tidak prihatin dengan keadaan hutan. Contoh, pembukaan lahan-lahan perkebunan, ijin pertambangan, pembukaan lahan untuk lahan-lahan pertanian, pemukiman, dll. Sedangkan perambahan kayu oleh masyarakat sebenarnya dipicu adanya ijin-ijin HPH itu sendiri, yang terkadang memiliki data pembukuan ganda, lain di catatan petugas lain di lapangan dan lain di laporan kehutanan. Ini semua bisa diatur-atur.
Seperti juga dalam pengelolaan hutan lindung yang cenderung malah semakin habis. Akhirnya timbul ide untuk memagari hutan lindung dengan pagar tembok yang kuat, agar tidak bisa dimasuki orang yang akan mencuri dan menebang pohon untuk diambil kayunya. Memagar hutan lindung tentu akan sangat mahal, dan siapa yang dapat menjamin bahwa pohonnya akan utuh dan tidak terjarah ? Tentu tidak ada yang berani menjamin bila masyarakat yang ada di sekitar hutan lindung itu ekonominya tergantung dengan hutan itu sendiri.
Aren dan Program PMDH
1. Aren bisa dikategorikan sebagai tanaman kehutanan.
2. Tanaman Aren sangat kokoh perakarannya, sehingga sangat baik sebagai tanaman konservasi untuk mencegah kelongsoran di lahan-lahan yang miring.
3. Tanaman Aren bisa berdampingan dengan tanaman lain dan masih dapat menghasilkan produk-produk yang bermanfaat untuk menunjang ekonomi pengelolanya tanpa menebang tanaman itu sendiri.
4. Cenderung untuk berkembang biak dengan sendirinya, karena bijinya yang sangat banyak, sehingga populasinya akan semakin banyak dengan sendirinya.
5. Tanaman Aren bisa ditanam berjajar seolah menjadi pagar hutan lindung atau taman nasional dengan biaya yang lebih murah tapi akan menghasilkan produk bagi masyarakat sekitar hutan tanpa menebang pohonnya. Kalau pagar dari beton selain mahal juga tidak dapat menghasilkan apa-apa, malah harus dipelihara dengan biaya yang cukup besar. Pagar dari beton bisa membuat masyarakat tersinggung dan bisa menjadi kontra produktif dalam tujuan pengamanan hutan itu sendiri.
6. Dengan terjadinya kegiatan ekonomi dari hasil tanaman Aren di hutan lindung, maka masyarakat akan turut menjaganya. Kalau hasil tanaman Aren cukup maka masyarakat tidak akan lagi ada alasan untuk menjarah pohon hutan lindung yang ada di dalamnya. Dengan demikian aturan bisa dengan tegas ditegakkan, tidak ada alasan ekonomi lagi.
Seperti juga yang terjadi di Pulau Nunukan, ada Hutan Lindung 1.000 hektar yang semakin berkurang luasnya karena pemukiman, lahan pertanian dan berbagai fasilitas umum sudah masuk ke dalamnya. Ada yang mengatakan bahwa pemukiman ada lebih dulu sebelum plotting Hutan Lindung itu sendiri. Terakhir ada rencana pembuatan pagar keliling Hutan Lindung dengan anggaran bermilyard-milyard, tetapi sepertinya ditolak oleh DPRD karena dianggap pemborosan dan secara hukum juga sulit dilakukan. DPRD juga takut, kalau-kalau Hutan Lindung akan tambah habis meskipun sudah dipagar beton. Tidak ada yang sanggup menjamin berhasilnya pemagaran Hutan Lindung.
Coba seandainya pembuatan pagar diganti dengan penanaman Aren beberapa baris di sepanjang keliling luar hutan lindung, maka biaya akan jauh lebih murah. Masyarakat bisa diajak untuk menjaga tanaman Aren sampai dewasa, karena mereka ada harapan untuk ikut menikmati hasilnya jika sudah dewasa pohonnya.
Demikian juga di Pulau Sebatik, menurut Bapak H. Abdul Rauf, seorang tokoh masyarakat Desa Liang Bunyu, ada penetapan Hutan Lindung sekitar 2.000 hektar yang masih menemui hambatan dengan masyarakat. Beliau berpendapat, seandainya Pemerintah memprogramkan penanaman Aren di Hutan Lindung 2.000 hektar tentu masyarakat akan sangat mendukung. Sebab masyarakat sudah tahu hasil yang dapat diperoleh dari Aren ini. Kalau sepanjang batas Hutan Lindung ditanami Aren, Bapak H. Abdul Rauf ini berani menjamin hutan tidak akan habis, sebab masyarakat sudah cukup ekonominya dari tanaman Aren yang sangat banyak nanti.
Bagaimana menurut Anda?
1 komentar:
Menurut saya, bagusnya pak Dian saja nanti yang Menteri Kehutanan, Pertanian dan Perkebunan 2009-2014
Posting Komentar