......Tidak lama lagi AREN jadi primadona perkebunan nasional ........

Rabu, 21 November 2012

Antara Food Estate dan Pengembangan Aren










Antara Food Estate dan Pengembangan Aren

Oleh : Ir. H. Dian Kusumanto

Program Food Estate dan Rice Estate sekarang menjadi salah satu tumpuan harapan bagi mencukupi kebutuhan pangan masa depan.   Ketahanan Pangan bahkan menjadi program utama dan seharusnya diutamakan.  Krisis pangan dunia  sebenarnya sudah lama disadari pasti akan datang.  Semua orang juga sudah tahu kalau krisis pangan terjadi  maka kemudian pasti krisis yang lain akan bermunculan.  Kekacauan itu bisa saja bergulir ke krisis politik atau ekonomi lebih dulu.  Atau bahkan bisa bergulir ke krisis keamanan dan moneter dunia.  Dan sejarah seperti sudah pernah terjadi, krisis panganlah hulunya.
Pangan memang seharusnya menjadi program wajib yang pertama dan utama.  Oleh karena itulah Kaltim merasa sangat berkepentingan dalam hal pemenuhan pangan bagi warganya.  Keadaan yang sama secara nasional memang tidak sama dirasakan oleh daerah-daerah lain,  yang merasa ketersediaan pangannya sudah mencukupi.   Namun demikian secara nasional keadaan pangan kita sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan.
Maka sangat tepat jika Program Nasional Food & Rice Estate  (FRE) dari Kementerian Pertanian  kemudian ditarik ke Kaltim.  Gubernur Awang Farouk Ishak demikian antusias untuk menarik program yang semula  dialokasikan di Papua ini.   Antusiasme Food & Rice Estate ini menjadi lebih bergairah lagi setelah Kawasan Delta Kayan di Kabupaten Bulungan menunjukkan titik-titik keberhasilannya dalam program awal pengembangan pangan ini.  Antusiasme pun menular ke seluruh kabupaten/kota di Kaltim dengan menyediakan cadangan lahan untuk kawasan pangan program ini.
Seperti magnet yang kuat,  program FRE ini kemudian menarik minat perusahan swasta nasional dan BUMN untuk ikut mengambil peluang.  Menteri BUMN juga demikian antusias dan sangat terpanggil untuk turut memperjuangkan kemandirian pangan nasional ini dengan menugaskan beberapa BUMNnya  mencari lokasi lahan di Kaltim.   Seperti berlomba mereka seolah tidak mau kehabisan stok lahan yang sudah dicadangkan yang konon  tersedia hingga 200-an ribu hektar bahkan lebih.
Entah karena belum pengalaman di bidang pembukaan lahan atau karena ternyata tidak segampang yang dibayangkan, maka banyak pihak calon investor FRE ini kemudian pada berguguran.   Pengurusan lahan yang terkesan berbelit-belit dan sulit itu kemudian sampai sempat membuat hati  Pak Dahlan Iskan galau untuk tidak melanjutkan.   Maka mungkin saking emosinya, sempat Menteri Dahlan Iskan mengatakan bahwa penyediaan lahan 200 ribu hektar di Kaltim itu omong kosong.   Ternyata kegalauan Bapak Menteri itu cukup mengejutkan Bapak Gubernur dan seluruh Bupati yang sudah berusaha dengan susah payah mencadangkannya.
Pak Gubernur demikian gigihnya untuk tetap menjalankan program ini walau bagaimanapun keadaannya.  Beberapa Bupati juga bertekad tidak kalah semangatnya untuk terus mengawalnya.  Sejak awal program ini juga selalu menjadi pekerjaan utama bagi Tim Percepatan Food & Rice Estate Kaltim yang dipimpin oleh Profesor Riyanto.  Bersama timnya Bapak Profesor terus bergerak untuk meyakinkan pihak investor dan para Bupati untuk tetap konsisten dan terus maju.   Potensi yang sedemikian besar meskipun masih diselimuti banyak kendala tidak akan menyurutkan tekad karena kalau tidak maka krisis pangan akan menjadi bayang-bayang yang sangat menakutkan.

Yang menjadi prioritas utama FRE tentu saja adalah pemenuhan pangan pokok yaitu beras.  Maka kemudian pencetakan sawah dan lahan baru bagi tanaman padi menjadi yang paling banyak dibicarakan.   Karena beras merupakan bahan pangan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia,  maka beras harus benar-benar aman ketersediaan maupun distribusinya.   Komoditi pangan yang lain juga harus diperjuangkan seperti Jagung, Kedelai, Ubikayu, dan lain-lain.   Tentu saja kita juga harus berpikir tentang pemenuhan sumber protein hewani berupa daging sapi yang selama ini masih impor.  Demikian juga gula, kita juga masih selalu impor.  Pabrik-pabrik dan perkebunan tebu kita masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi gula dalam negeri.

Aren berpeluang masuk Food Estate

Nah… dari hal yang penulis sebutkan terakhir itulah Aren bisa masuk menjadi salah satu komoditi di dalam program Food Estate.   Food yang artinya adalah pangan untuk manusia, di dalamnya juga ada gula yang menjadi kebutuhan cukup mendasar bagi kehidupan manusia modern sekarang ini.   Selama ini kta sangat mengandalkan tebu sebagai bahan utama gula kita.  Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa Aren ternyata sangat potensial dan sangat masuk akal untuk  menjadi alternatif  lain bahan baku gula.

Ternyata kesulitan Pak Gubernur dan para Bupati untuk menyediakan lahan itu terkendala sebagian besar karena status kawasan dan tentang perijinannya.  Betapa tidak, lahan-lahan yang sangat potensial untuk kawasan FRE itu sebagian besar sudah memiliki ijin penggunaan lahan oleh investor sebelumnya.  Para investor itu memang mengelola bidang-bidang yang menggiurkan untuk berinvestasi seperti untuk Pertambangan Batu Bara,  Perkebunan Kelapa Sawit,  HPH, IPK dan lain-lain.  Pada akhirnya mencari lahan untuk keperluan membuka persawahan dan lahan pangan sangat sulit. Persaingan kepentingan sungguh sangat ketat.

Status Kawasan yang bisa dikelola untuk membuka persawahan dan lahan pangan praktis adalah lahan KBNK (Kawasan Budidaya Non Kehutanan) dan Kawasan Hutan Peruntukan Lain (HPL).  Kawasan Lindung, KBK (kawasan Budadaya Kehutanan) praktis tidak bisa digunakan untuk pengembangan persawahan dan lahan pangan.  Namun kalau yang dipilih itu adalah Aren, maka bisa dikatakan Aren itu tanaman yang sangat fleksibel.  Tanaman Aren bisa masuk sebagai tanaman perkebunan, juga bisa masuk sebagai kategori pohon hutan non kayu bahkan sebagai tanaman yang berfungsi konservasi.  Oleh karena itu Aren bisa masuk di semua status kawasan apakah KBNK, KBK ataupun Kawasan Lindung.

Jika Aren dikelola untuk diambil manfaatnya  menghasilkan salah satu bahan makanan utama (Sembako)  yaitu Gula, maka pengembangan Aren secara perusahaan oleh investor, seyogjanya bisa termasuk dalam program Food Estate.   Kita sudah paham kalau selama ini kebutuhan Gula kita masih terpaksa  mendatangkan atau impor dari luar negeri.  Ternyata perkebunan Tebu dan industry Gula kita sudah lama terseok-seok dan semakin lama malah semakin menurun vitalitasnya.  Program revitalisasi gula melalui bahan baku tebu pun sampai sekarang belum mampu mendongkrak kebutuhan gula nasional kita.

Produktifitas tebu yang semakin lama semakin menurun, terakhir hasil gulanya dari se hektar lahan tebu hanya sebesar antara 5 – 7 ton gula.   Sangat jauh dengan produktifitas kebun Aren yang mampu menghasilkan  paling sedikit 50 ton Gula Aren dalam waktu setahun dari sehektar lahan.  Kalau kebun Aren dikelola secara intensif dan modern maka hasil Gulanya bisa mencapai 100 ton bahkan lebih.  Itu artinya bahwa Aren mempunyai kemampuan 10-20 kali lipat dari Tebu.  Jika sekarang ada sekitar 400.000 hektar lahan perkebunan Tebu di Indonesia ini, maka peran itu bisa diganti oleh  hanya  20.000 sampai 40.000 hektar perkebunan  Aren. 

Dan kebun Aren itu bisa ditanam di lahan-lahan yang selama ini kurang produktif, di lahan-lahan kering yang berbukit-bukit.  Lain halnya dengan tebu yang selalu bersaing dengan lahan-lahan sawah produktif, lahan-lahan kering untuk pangan lainnya.   Maka jika Aren dikembangkan untuk Food Estate sebagai penghasil Gula, maka Aren akan dapat membantu, mendukung bahkan menggantikan tebu.  Bisa dibayangkan jika kemudian program Food & Rice Estate ini kemudian mendapat tambahan luasan 400.000 hektar dari bekas lahan Tebu,  berapa banyak kontribusi pangan yang bisa diberikan.  Soalnya peran tebu untuk menghasilkan gula sudah diganti oleh Perkebunan dan Industri Gula berbasis Aren.

Maka sekarang kita bisa menggunakan akal yang sehat untuk memperhitungkan Aren dalam program Food Estate dalam rangka kemandirian pangan nasional kita.    Mengapa kok kita sangat terlambat memikirkan hal itu ?

Bagaimana menurut Anda ?

Tidak ada komentar: